Seiring berkembangnya zaman, tuntutan konsumen terhadap pangan segar kian meningkat. Pangan mengandung pestisida dan bahan kimiawi berbahaya tak lagi laku di pasaran. Hal tersebut mendorong pemerintah membuat sebuah sertifikasi atau pelabelan khusus sebagai jaminan terhadap pangan yang aman konsumsi.
Sertifikasi tersebut diberikan oleh lembaga pemerintah yaitu Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) dan Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Pusat (OKKPP). Tentunya setelah dilakukan penilaian terhadap usaha tani dan sistem budidaya yang dinyatakan lulus persyaratan dan sudah melalui pemeriksaan. Sertifikasi ini berlaku selama tiga tahun lalu setelahnya diperiksa kembali.
Sertifikasi pelabelan pangan segar ini dikenal dengan sebutan sertifikasi prima. Sertifikasi prima memiliki tiga tingkatan dalam penilaiannya, yaitu prima 3, prima 2, dan prima 1.
Sertifikasi prima 1 memberikan jaminan aman konsumsi, bermutu baik dan cara produksinya ramah lingkungan. Sertifikasi prima 2 memberikan jaminan aman konsumsi dan bermutu baik. Terakhir, sertifikasi prima 3 memberikan jaminan aman konsumsi.
Tujuan adanya sertifikasi ini untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada konsumen bahwa pangan yang diberikan pelabelan tersebut aman dikonsumsi. Tidak hanya itu, sertifikasi ini juga adalah salah satu cara untuk menaikkan daya saing produk pangan di pasaran.
Sebagai salah satu penghasil sayuran terbesar di Bengkulu, Rejang Lebong memiliki kelompok tani yang berhasil memperoleh serfitikat prima 3 atas produk sayuran yang dihasilkan pada 31 Desember 2018. Sertifikasi tersebut diberikan oleh Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD), Dinas Ketahanan Pangan, Provinsi Bengkulu.
“Produk sayuran di Kelompok Tani ini telah diuji di laboratorium dan hasilnya menunjukkan hanya mengandung 25 persen residu pestisida atau dibawah ambang batas yang ditetapkan,” ujar Ketua Kelompok Tani Mufakat Rejang Lebong, Arkan.
Hal inilah yang mendasari produk sayuran Kelompok Tani Rejang Lebong memperoleh sertifikasi prima 3. Kapasitas produksi Kelompok Tani Mufakat kira – kira mencapai 100 ton per minggu. Sementara itu harga produk sayuran acapkali mengalami fluktuasi. Hal ini diakui menjadi tantangan bagi para petani.
“Tantangan yang dihadapi saat ini adalah fluktuasi harga yang cukup tinggi dan rendahnya keuntungan yang diperoleh petani karena harga yang didominasi oleh pedagang pengumpul karena rantai pasokan yang terlalu panjang,” jelas Arkan.
Pemerintah pusat dan daerah mencakup Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu dan dinas terkait sangat diharapkan dapat berperan serta untuk mengatasi fluktuasi harga tersebut.
Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat membantu menjembatani hubungan antar petani dan swasta dalam rangka pengembangan agribisnis hortikultura di Provinsi Bengkulu. Hal ini tentu saja akan mengurangi fluktuasi harga yang terjadi.
“Saya berharap kelompok tani ini senantiasa melakukan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Prima 3 secara terus-menerus untuk meningkatkan produksi dan jaminan sistem mutu produk yang aman dikonsumsi,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik.
Tidak hanya itu, Kelompok Tani juga dihimbau untuk melakukan penerapan Good Handling Practices (GHP) untuk mempertahankan mutu, memperpanjang masa simpan, meningkatkan nilai tambah, sekaligus upaya membuka akses pasar untuk memperluas jaringan pemasaran produk sayuran dari Rejang Lebong.
Penulis : Henni Kristina
Editor : Septi