Rilis Kementan, 24 Oktober 2023
Nomor : 533/R-Kementan/10/2023
Brebes – Kondisi pertanaman bawang merah perlu terus dipantau dan diberikan pendampingan, salah satunya untuk mencegah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan memberikan penanganan segera bagi pertanaman yang sudah terserang. Terlebih di daerah sentra yang menyangga kebutuhan bawang merah nasional seperti Brebes dan Tegal.
“Saya meminta para pimpinan Eselon I dan II untuk menyusun Quick Win terkait Gernas El Nino dan langkah apa yang akan dikerjakan tiga bulan ke depannya. Pendampingan untuk penanganan OPT di pertanaman bawang merah ini penting untuk mendukung Quick Win tersebut, terlebih Brebes adalah sentra bawang merah nasional,” ujar Plt. Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi.
Menindaklanjuti arahan Plt. Mentan, Tim Perlindungan dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian menggandeng dosen dari Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk datang langsung melakukan survei OPT ke sentra bawang merah di Brebes dan Tegal, pekan lalu.
Koordinator POPT di Kabupaten Brebes, Maryadi menyampaikan bahwa di bulan Juli, petani dan POPT menemukan thrips di 3 (tiga) desa, salah satunya di Desa Jagalempeni, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Namun, saat itu jumlahnya tidak banyak karena pertanaman masih sedikit. Serangan ini mulai muncul kembali pada September.
“Memasuki musim tanam ketiga di bulan September dan tanaman berusia di atas 25 hari, muncul gejala serangan thrips lagi. Gejalanya ada guratan di pangkal daun dan kali ini populasi cukup banyak. Kami terus mengupayakan berbagai alternatif penanganan,” jelas Maryadi.
Ketua Kelompok Tani Uman Jaya 1, Sultoni mengungkapkan pertanaman bawang merah miliknya menjadi salah satu yang terdampak dari serangan OPT ini. Pertanamannya diserang mulai masa pemupukan kedua, antara usia tanaman 25-30 hari.
“Tanda-tandanya itu ada bopeng pada daunnya. Lalu mulai kuning dan lama-lama mengering. Serangan ini pastinya berpengaruh ya terhadap produktivitas. Biasanya dari lahan ini bisa menghasilkan 12-13 kuintal, sekarang hanya 9 kuintal,” ujar Sultoni.
Koordinator POPT Sayuran dan Tanaman Obat, Wita Khairia memaparkan, dari hasil survei di lapangan, memang benar ditemukan OPT berupa thrips di pertanaman bawang merah.
“Dari hasil pengamatan hari ini, tepatnya di Desa Jagalempeni dan Desa Kebogadung, kami menemukan OPT thrips. Tanaman yang terserang bergejala daunnya pirang dan mengering. Langkah lebih lanjut, kami akan membawa tanaman yang terserang untuk diteliti di laboratorium IPB untuk diidentifikasi dan akan mengadakan FGD bersama para ahli dari IPB untuk merumuskan penanganan dan antisipasi yang tepat,” terang Wita.
Turut turun langsung ke lapangan, dosen Departemen Proteksi Tanaman IPB, Bonjok Istiaji mengungkapkan “Kami di sini untuk merespon laporan bahwa ada penyakit pada tanaman bawang merah yang oleh petani disebut sebagai gurem. Dari pengamatan hari ini, kami menemukan thrips dan ada beberapa kemungkinan hal lain yang belum bisa dipastikan. Sampelnya akan kami bawa ke kampus untuk diteliti. Semoga bisa segera kami rumuskan rekomendasi pengendalian dan pencegahannya,” ujar Bonjok.
Selain Brebes, kondisi serupa juga turut ditemukan di pertanaman bawang merah Kabupaten Tegal, tepatnya di Desa Blubuk, Kecamatan Dukuhwaru. POPT Kabupaten Tegal, Saptono Teguh Widodo membenarkan adanya serangan OPT ini.
“Benar ada beberapa kasus di mana tanaman bawang pada usia satu bulan ke atas itu terserang hama thrips. Sudah sejak Agustus tahun ini. Tapi, thrips kali ini agak berbeda, warnanya kuning. Semoga kehadiran para ahli dari IPB dan Ditjen Hortikultura ini bisa memberikan solusi untuk penanganan dan pencegahannya,” kata Saptono.
Sekretaris Departemen Proteksi Tanaman IPB, Dewi Sartiami menjelaskan, berdasarkan hasil pengamatan di Desa Blubuk, daun tanaman bawang merah berusia 40 hari mengering total dan pada tanaman berusia 20 hari, ujung daunnya sudah terlihat mengering.
“Kami menemukan thrips dengan populasi yang cukup besar. Ada banyak kemungkinan yang bisa menjadi penyebab kondisi ini. Apakah virus, cendawan,atau nematoda. Ini yang masih perlu kami teliti lebih lanjut di laboratorium kami,” jelas Dewi.
Dewi menambahkan, pada survei ini, dirinya dan tim dosen IPB yang berjumlah 6 orang membawa beberapa peralatan, di antaranya drone biasa dan drone multispectra. Dengan drone ini, ia ingin mencoba mengukur dan menganalisis untuk mendapatkan tingkat kerusakan dari tanaman bawang merah.
“Dengan hasil gambar dari drone ini kami juga dapat menganalisis landscape dari pertanaman di Brebes dan Tegal karena bentuk landscape berperan dalam membantu penyebaran OPT,” tutup Dewi.