Garut – Pada kesempatan hari berikutnya, Sabtu (9/1), rombongan diajak turut serta mengikuti panen perdana bawang merah yang berlokasi di Desa Panembong, Kec. Bayombong – Kabupaten Garut. Hal ini guna melihat langsung kondisi produksi berikut harga yang berlaku pada saat itu.
Di lokasi ini rombongan menyaksikan hamparan luasan bawang merah sepanjang kecamatan penghasil bawang terbesar di Garut ini. Tercatat luas areal yang dimiliki di desa ini mencapai 800 ha. Ini merupakan luasan yang patut diapresiasi, mewakili total luasan Garut sebanyak 2200 ha.
“Potensi untuk mengembangkan bawang merah di Garut ini cukup besar. Memang Garut ini sifatnya penunjang. Pusatnya di Brebes. Nah ini banyak orang yang nggak tahu”, jelas Yanuardi,Direktur BPP Sayur dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura.
“Kami mengatur pola produksi. Mulai dari Januari, Februari dan Maret. Pada Januari misalnya, kami menghitung berapa kebutuhannya. Berapa dia harus tanam. Nah, mereka harus tanam di atas kebutuhan”, jelas Yanuardi menjawab tehnik untuk menjaga pasokan bawang merah.
“Salah satu yang kami atur juga adalah dengan menggenjot benih. Kegiatan APBNP kita ditanam lebih banyak.” Yanuardi.
Untuk mengatur kenaikan harga yang fluktuatif, Kementan menjalankan pola tanam atau manajemen produksi.
“Untuk kegiatan tahun 2016, Kami meminta temen-temen daerah untuk melihat apa – apa yang kurang. Di situlah nanti APBNP kita masuk. Kita pengen produktivitas kita stabil.”
Saat dikunjungi, harga bawang merah tercatat Rp 11 ribu/kg. Sampai di tengkulak Rp 12.500/kg. Berlanjut ke pasar terdekat Rp 13 ribu/kg. Sampai di Jakarta harga bawang merah ini menjadi Rp 22 ribu/kg.
“Harga di petani itu Rp 11 ribu. Di tengkulak harga Rp 12.500/kg. Di pasar terdekat Rp 13 ribu/kg. Di Pasar Induk Kramat Jati harga menjadi Rp 22 ribu/kg. Nah itu kita nggak tahu kenapa bisa naik 100%. Kita kan nggak bisa menentukan harga”, tutur Yanuardi.
Berbeda dengan akses jalan ke pertanaman cabai di Desa Cimahi yang medannya cenderung sulit, membawa bawang merah dari Garut menuju di Jakarta sebenarnya sudah nyaman. Mobil bisa masuk ke areal bawang merah sehingga memudahkan mengangkut hasil panen. Jalur lalu lintas dari sentra menuju Pasar Induk Kramat Jati pun dinilai lancar. Infrastruktur sudah bagus sepanjang kiri – kanan jalan.
Cukup mahfum apabila mengetahui harga cabai asal Cimahi mengalami kenaikan 2 kali dikarenakan biaya distribusi yang mahal. Namun, kondisi ini berbeda dengan bawang merah asal Desa Panembong. Sehingga secara logika seharusnya tidak sampai naik 2 kali lipat. Mengetahui kondisi ini dinas setempat juga mengaku heran.
“Ya itu kami juga tidak tahu penyebabnya apa. Kan kita ngga tahu apa yang terjadi sepanjang perjalanan”, kata Beni Yoga Gunasartika, Kabid Hortikultura Dinas Tanaman pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut.
Produksi bawang merah, diperkirakan pada tahun ini 1.291 juta ton. Dengan melimpahnya jumlah produksi tersebut, Indonesia dapat ekspor ke beberapa negara tetangga. Di antaranya Thailand, Malaysia, Vietnam dan Singapura. Memang terdapat impor bawang merah senilai 15.700 ton namun untuk kebutuhan industri. Inilah yang mendorong Kementan terus mengajak perusahaan menggandeng petani bawang.
“Orang pasti minta yang murah, kadang di luar memang murah. Ya kita mengharapkan tolonglah ambil di tempat yang (harganya) rendah”, jelas Yanuardi.
Namun demikian, melihat potensi produktifitas yang ada, Kementerian Pertanian pada tahun 2015 tegas menutup keran impor bawang merah. Upaya ini guna melindungi petani. Kementerian Pertanian menilai memang tidak diperlukan lagi impor karena stok bawang merah melimpah. Sudah waktunya industri menggandeng petani.
“Selama ini kita lepas. Tapi setelah Juni ada pengendalian impor,. Kita ingin meningkatkan pendapatan petani, mengamankan petani”, ujar Yanuardi.
Hasilnya pun terlihat. Dengan penutupan peluang impor ini, impor turun 78%. Jika pada tahun 2014 nilai impor bawang 87 ribu ton. Pada tahun 2015, impor bawang merah hanya menyisakan 15.700 ton.
“Penurunan nilai impornya Rp 295 miliar”, tambah Yanuardi.
Lebih lanjut Yanuardi menyatakan Kementerian Pertanian akan terus mendukung bawang merah nasional. Di antaranya diwujudkan dalam bentuk pengembangan kawasan. Di sini petani akan dibantu sesuai dengan kebutuhan mereka. Kementan berharap bawang merah dapat dikembangkan di luar Pulau Jawa.
“Kita akan mengembangkan. Sifatnya mengikuti kebutuhan petani. Kita ingin bawang merah dikembangkan di luar Jawa. Kita kembangkan ke Sumatera, Sulsel supaya ada kemandirian pulau”, tutupnya.
Penulis: Desy Puspitasari