Jakarta – Situasi kegawatdaruratan yang dipicu oleh pandemi Virus Corona (Covid-19) telah menimbulkan keprihatinan kolektif nasional dan global. Pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk memastikan pasokan bahan pangan tetap berlangsung lancar baik untuk komoditas asal dalam negeri maupun impor.
Kementerian Perdagangan secara khusus menerapkan kebijakan relaksasi impor bawang putih dan bombai hingga batas waktu 31 Mei 2020. Melalui Permendag Nomor 27 Tahun 2020, persyaratan ijin impor berupa Persetujuan Impor (PI) serta Laporan Surveyor (LS) yang selama menjadi dasar importir memasukkan kedua komoditas bumbu dapur tersebut untuk sementara dicabut. Sementara, Kementerian Pertanian melalui petugas Karantina Pertanian, selama masa relaksasi akan mencatat apakah importir sudah mengantongi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) atau belum. Tujuannya untuk bahan evaluasi bersama kementerian terkait.
Sebagai institusi yang menggawangi ketersediaan pangan nasional, Kementerian Pertanian memastikan kebutuhan masyarakat terhadap bawang putih dan bombai bisa terpenuhi sepanjang waktu dengan harga yang wajar. Terhadap komoditas yang belum banyak diproduksi di dalam negeri namun sangat dibutuhkan masyarakat, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan pihaknya tidak menutup mata atau men-tabu-kan impor. Meski begitu, kebijakan impor pangan harus tetap memperhatikan situasi dan kondisi dalam negeri serta ketentuan yang berlaku.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto saat dihubungi di kediamannya menyebut jumlah volume RIPH bawang putih dan bombai yang telah diterbitkan sampai dengan saat ini (27/3) sangat mencukupi untuk pengamanan pasokan sampai dengan akhir tahun 2020. “Hingga saat ini RIPH bawang putih yang telah diterbitkan Kementan sebanyak 450 ribu ton. Ada 54 importir yang telah mendapat RIPH bawang putih. Sedangkan untuk bombai sebesar 227 ribu ton sebanyak 53 importir” rinci Anton, panggilan akrabnya.
Menurut Anton, kebutuhan nasional bawang putih diperkirakan 47.000-48.000 ton per bulan. Sementara untuk bawang bombai, diperkirakan hanya 10.000-11.000 ton per bulan. “Dengan kebutuhan bawang putih sebulan antara 47-48 ribu ton, kalau bisa direalisasikan impornya maka cukup untuk pemenuhan sampai dengan akhir tahun. Apalagi untuk bawang bombai, cukup untuk kebutuhan nasional 1 (satu) tahun lebih,” tandasnya. “Nah, pada situasi seperti sekarang ini, kesempatan bagi para pelaku usaha untuk segera merealisasikan impornya, terlebih sebentar lagi akan masuk bulan Ramadhan. Kami terus pantau sejauh mana realisasinya di lapangan” kata Anton.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik, saat dihubungi melalui saluran seluler menyebut pentingnya para importir memperhatikan persyaratan administrasi dan teknis yang mengatur produk impor hortikultura sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019 j.o. 02 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). “Administrasi mencakup data importir sedangkan syarat teknis mengatur mengenai produknya. Misalnya saja kenapa kami di Ditjen Hortikultura perlu melakukan pengecekan sertifikat GAP dan GHP nya. Semata-mata untuk memastikan produk yang diimpor aman dikonsumsi masyarakat” terang Yasid. “Itu pentingnya RIPH. Terlebih dalam situasi seperti saat ini, harus ada jaminan keamanan pangan produk impor,” tukasnya.
Menurut Yasid, melalui instrumen RIPH yang berada di Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan, Pemerintah berupaya menjaga agar impor pangan khususnya produk hortikultura tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang sekaligus menjaga iklim yang kondusif bagi petani di dalam negeri dalam berusahatani. “Saya sarankan kawan-kawan pelaku usaha tetap mengurus RIPH-nya. Toh impor produk hortikultura bisa dilakukan sewaktu-waktu dan tidak hanya terbatas sampai dengan 31 Mei 2020 saja” tutup nya.
Dikonfirmasi terpisah, Plt. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Sukarman mengatakan pihaknya akan tetap mengawal realisasi kesanggupan para importir dalam mendukung pengembangan bawang putih di dalam negeri. “Khusus bawang putih, sudah ada penandatanganan Pakta Integritas sebagai bentuk komitmen dan amanat Permentan 46/2019 tentang pengembangan komoditas hortikultura strategis. Dalam pakta integritas jelas tertulis berapa target luas tanam, lokasi tanam, produksi dan waktu penyelesaiannya,” ujar Sukarman.
Menurutnya, langkah tersebut ditempuh untuk menepis anggapan bahwa penanaman bawang putih oleh pelaku usaha terdapat manipulasi (fiktif), tumpang tindih dan saling klaim dengan lokasi APBN. “Tahun ini secara tegas kami lakukan deleniasi atau pemisahan sampai level kecamatan, mana yang kawasan APBN dan mana lahan yang betul-betul merupakan kemitraan importir. Ketentuannya sudah ada dalam Petunjuk Teknis Kegiatan Sayuran dan Tanaman Obat,” pungkas Sukarman.
*Rilis Kementan, 28 Maret 2020*
Nomor : 206/R-KEMENTAN/03/2020