Uraian dan penjelasan dalam artikel ini diharapkan berguna sebagai bahan informasi teknis untuk mengendalikan gulma yang ada di pertanaman komoditas pertanian yang dibudidayakan petani khususnya hortikultura (sayuran; buah – buahan; tanaman florikultura dan tanaman obat). Keberadaan gulma sebagian besar selalu berada lebih dahulu dibandingkan hama dan penyakit dikarenakan beberapa gulma merupakan tanaman inang dari hama dan patogen penyebab penyakit tanaman itu sendiri. Untuk rekomendasi pengendalian OPT dan keefektifan pengendalian OPT sebaiknya gulma selalu menjadi perhatian pertama oleh petani hortikultura.
Gulma dapat dikategorikan sebagai organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang dapat menyebabkan kehilangan hasil pada produksi tanaman pertanian, termasuk komoditas hortikultura secara kualitas dan kuantitas. Informasi dan pengetahuan teknis terkait gulma berupa tempat tumbuh gulma, sifat gulma, cara memperbanyak diri serta klasifikasi gulma sangat penting untuk diketahui oleh para petani hortikultura dan petugas lapang yang membina petani hortikultura dalam menentukan cara dan teknik pengendalian gulma yang cepat, tepat dan efektif.
Gulma merupakan tumbuhan yang selalu berada di sekitar tanaman yang sedang dibudidayakan dan dapat pula mengakibatkan kehilangan hasil secara tidak langsung pada tanaman budidaya disamping kehilangan hasil langsung akibat hama dan penyakit tanaman. Beberapa sedikit gambaran tentang gulma, diantaranya : a). tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya (a plant out of place); b). tumbuhan yang mempunyai nilai dominan negatif (a plant with negative value); c). tumbuhan yang tidak dikehendaki (an undersirable plant); d). tumbuhan yang mengganggu usaha manusia dalam usaha tani; e). tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki terutama di tempat dimana usaha tani sedang dilakukan dan manusia berusaha untuk mengendalikannya.
Gulma memiliki klasifikasi / penggolongan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu gulma monokotil dan gulma dikotil. Gulma monokotil biasa dikenal dengan gulma berdaun sempit / jenis gulma rumput – rumputan (grasses), sedangkan gulma dikotil merupakan jenis gulma berdaun lebar (broad leaves). Selain monokotil dan dikotil, ada pula jenis gulma jenis teki – tekian (sedges).
Selain dari jenis daun, gulma dapat pula diklasifikasikan berdasarkan cara reproduksinya, yaitu : a). gulma musiman (annual) yang memroduksi biji dalam satu musim dan gulma bermusim ganda (biannual); b). memroduksi biji selama beberapa musim yang disebut gulma tahunan (perenial); c). gulma yang memperbanyak diri lewat batang yang berkembang menjadi tumbuhan baru dengan membentuk akar; d). gulma yang memperbanyak diri dengan membentuk akar untuk batang baru yang dapat menjadi gulma baru dan e). gulma yang memperbanyak diri dengan membentuk batang maupun akar yang dapat tumbuh menjadi gulma baru.
Klasifikasi gulma berdasarkan habitat, digolongkan menjadi : a). gulma terestrial (gulma yang tumbuh pada habitat tanah darat); b). gulma yang tumbuh di air (aquatic), yang dibedakan menjadi golongan gulma yang mengapung (floating); gulma yang tenggelam (submergent) dan gulma yang sebagian mengapung dan sebagian tenggelam (emergent).
Kehilangan hasil karena gulma, yang dialami petani hortikultura bisa terjadi pada berbagai tingkatan dalam siklus produksi tanaman. Gulma secara langsung bersifat sebagai OPT jika bersaing dengan tanaman inang / pokok (tanaman hortikultura yang dibudidayakan) dalam hal mendapatkan unsur air, unsur hara, cahaya dan faktor – faktor tumbuh utama lain.
Kehilangan hasil pada tanaman hortikultura yang diakibatkan gulma tidak hanya dalam hal penurunan produksi, tapi juga berpengaruh dalam hal sebagai berikut : a). menurunkan kualitas hasil seperti tercampurnya biji gulma saat tanaman berproduksi; b). gulma dapat pula mengeluarkan zat – zat kimia (allelopathy) yang beracun bagi tanaman lain sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman; c). gangguan kelancaran bagi pekerjaan petani, seperti adanya duri – duri pada beberapa gulma di pertanaman yang sedang dikerjakan; d). menyulitkan pekerjaan petani di lapangan dengan merusak atau menghambat penggunaan alat – alat pertanian; e) potensi gulma yang dapat mengurangi debit air atau lalu lintas air serta menimbulkan pendangkalan perairan dan f). secara otomatis ikut meningkatkan biaya produksi usaha tani dalam kegiatan pemeliharaan tanaman.
Beberapa tindakan pengendalian gulma yang biasa dilakukan petani, diantaranya dengan cara manual / mencabut gulma, cara mekanik (menggunakan alat), pengendalian gulma menggunakan serangga, pengendalian gulma menggunakan mikroorganisme dan langkah pengendalian terakhir jika diperlukan yaitu aplikasi herbisida dengan menggunakan prinsip 6 Tepat Pestisida : (1) tepat sasaran, (2) tepat mutu, (3) tepat jenis pestisida, (4) tepat waktu, (5) tepat dosis atau konsentrasi, dan (6) tepat cara penggunaan.
Pengendalian gulma secara mekanis memiliki banyak kelemahan, diantaranya memerlukan pelaksanaan yang teliti, tekun dan dilakukan secara terus menerus serta teratur sejak mulai dilakukan pembibitan sampai tanaman dapat dipanen. Agar tercapai usaha pengendalian yang baik khususnya terhadap gulma yang berkembang secara vegetatif, maka alat perkembangbiakan vegetatif baik yang berada di atas tanah (batang, stolon) maupun yang terdapat di dalam tanah (akar, umbi, rhizome) harus dilakukan proses pemusnahan.
Artikel selengkapnya bisa diunduh di sini
Disusun dan diolah dari berbagai sumber oleh :
Hendry Puguh Susetyo, SP, M.Si
Fungsional POPT Ahli Muda
Direktorat Perlindungan Hortikultura