*Rilis Kementan, 7 Juli 2020*
No. 863/R-KEMENTAN/07/20
Jakarta – Produk hortikultura yang aman konsumsi dan berdaya saing sudah menjadi kebutuhan. Hal ini mengingat semakin meningkatnya tuntutan dan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat, dengan mengonsumsi pangan sehat dan aman konsumsi.
Demikian halnya akses pasar ekspor juga mempersyaratkan produk yang berkualitas dan aman konsumsi.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyatakan bahwa Ditjen Hortikultura mendukung produksi sayuran, buah, dan tanaman obat yang dibudidayakan secara sehat dan ramah lingkungan. “Untuk pasar lokal, tentunya kami sudah mengupayakan produk yang berkualitas dan aman konsumsi dengan harga yang terjangkau bagi konsumen,” ujar dia melalui keterangan tertulisnya, Senin (6/7).
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dalam sistem budidaya hortikultura merupakan upaya yang tepat untuk dikembangkan. Dalam pertanian ramah lingkungan bahwa pengelolaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tidak hanya menggunakan pestisida sintetik.
“Begitu pun dengan pupuk yang dapat disiapkan sendiri sehingaa lebih murah dan terjangkau, sekaligus sehat bagi ekosistem pertanian. Ini sebagaimana yang sering diinstruksikan Bapak Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo),” beber dia.
Anton-sapaannya- memaparkan, pengelolaan OPT dapat dilakukan secara preemtif sejak mulai persiapan lahan. Yakni dengan menambahkan pupuk organik dan mikroba yang bermanfaat sebagai dekomposer maupun yang sifatnya sebagai antagonis untuk mengendalikan hama penyakit.
“Dalam penerapan pertanian ramah lingkungan, tentu saja perlu dukungan sarana budidaya yang ramah lingkungan khususnya dalam hal pengendalian OPT. Agens pengendalian hayati (APH) merupakan alternatif pengganti pestisida sintetis,” beber dia.
Jenis APH dapat bersifat sebagai entomo-patogen, agens antagonis, serta pestisida nabati.
PHT Dorong Petani Kembangkan Budidaya Organik
Klinik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai salah satu kelembagaan petani di tingkat Kecamatan yang berfungsi memproduksi APH di tingkat petani. Di samping itu, Klinik PHT juga berfungsi sebagai forum pertemuan dan diskusi bagi petani.
“Tujuannya adalah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait dengan proses budidaya tanaman di lahan mereka,” ujar Ketua Klinik PHT “Baji Ati”, Ilyas.
Klinik PHT, yang berlokasi di Kelurahan Bontotangnga, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto berkomitmen dan eksis memproduksi APH.
“Kami memproduksi beberapa jenis APH. Trichodema murni, Trichokompos, Pseudomonas fluorescens, Plant Grow-Promoting Rhizobacteria_ (PGPR), pestisida nabati,” jelasnya.
“Selain itu, kami juga memproduksi beberapa jenis pupuk organik antara lain pupuk organik cair yang dibuat dengan pemanfaatan limbah ternak, ” lanjut Ilyas.
Produk APH dari kliniknya sudah banyak diterapkan oleh petani sebagai pengganti pestisida sintetis. Secara ekonomi relatif lebih murah, serta ramah lingkungan, dan produk aman konsumsi serta relatif lebih tahan lama dalam penyimpanan.
Untuk kemajuan dan keberlanjutan Klinik PHT tersebut, Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD BPTPH) Provinsi Sulawesi Selatan juga mengambil peran melalui pendampingan dan pembinaan teknis.
“Kami sangat mendukung keberadaan Klinik PHT dalam penerapan pertanian ramah lingkungan, dengan fasilitasi sarana serta melakukan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan klinik PHT maupun pengelolaan APH, khususnya penyediaan stater dan pengawasan terhadap mutu APH yang diproduksinya.” kata Uvan Nurwahidah, Kepala UPTD BPTPH Prov. Sulawesi Selatan.
Ilyas menambahkan bahwa kliniknya melakukan sosialisasi APH dan pupuk organik yang dihasilkannya dengan menerapkan di kebunnya maupun di kelompoknya sebagai contoh bagi petani lainnya.
“Bahkan di lahan kami juga terapkan sistem pertanian organik untuk tanaman sayuran,” tutup dia.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menyatakan dukungannya terhadap pengembangan APH.
Menurut Sri, kebijakan perlindungan Hortikultura dalam pengendalian OPT harus menerapkan teknologi pengendalian ramah lingkungan. Antara lain dengan penggunaan APH dan pestisida atau bahan pengendali OPT spesifik lokasi.
“Untuk mengembangkan APH perlu memberdayakan kelembagaan petani antara lain melalui Klinik PHT, dan Direktorat Jenderal Hortikultura tetap memberikan dukungan berupa sarana dan bimbingan teknis,” jelas dia.