Jakarta (7/9) – Diakui bahwa terdapat disparitas harga yang cukup jauh antara benih bawang merah umbi dan bawang konsumsi. Pola pembentukan yang terjadi saat ini yaitu, ketika harga bawang konsumsi mahal maka benih pun akan ikut dijual mahal. Sebaliknya, pada saat bawang konsumsi tidak mahal maka biasanya benih umbi pun berlebih. Hal ini membentuk suatu pola linear yang mengakibatkan harga bawang menjadi sangat fluktuatif.
Pemerintah tidak tinggal diam. Melalui Kementerian Pertanian, pemerintah mendorong petani bawang untuk menanam dari biji demi mengendalikan harga bawang agar tidak fluktuatif. Saat ini, harga bawang merah yang berfluktuatif disebabkan terbatasnya umbi benih bawang merah berkualitas. Harga benih bawang merah biasanya maksimal 1,5 kali harga bawang merah konsumsi. Ini terjadi karena adanya penyusutan bobot selama di gudang sekitar 25% serta faktor biaya penyimpanan dan pemeliharaan selama di gudang. Hal inilah yang kadang-kadang membuat petani tergiur harga bawang merah konsumsi yang mahal, sehingga menjual calon benih yang dimiliki sebagai bawang merah konsumsi.
Menyikapi hal ini, sejak 5 tahun yang lalu, Kementerian Pertanian sudah mulai memperkenalkan benih bawang merah asal biji. Namun untuk mengubah kebiasaan petani menanam benih umbi membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini disebabkan persemaian benih biji membutuhkan waktu 6 minggu, yang kemudian ditanam selama 2 bulan.
Menanam bawang merah dengan benih biji dapat membuat biaya usaha tani menjadi lebih murah. Sebab hanya membutuhkan 4 kg benih untuk pertanaman di lahan seluas 1 ha dengan harga benih Rp 6 juta per ha. Jika dibandingkan dengan benih umbi yang harganya mencapai Rp 35.000 per kg dan membutuhkan benih sebanyak 1,2 ton per ha. Tentu lebih menguntungkan jika petani menggunakan benih yang berasal dari biji. Biaya benih umbi mencapai 50% dari biaya usaha tani. Sehingga bila menggunakan benih biji maka biaya usaha tani menjadi lebih murah dan harga bawang merah konsumsi menjadi lebih murah.
Menggunakan benih biji bawang, petani akan mendapatkan tiga keuntungan. Pertama, biaya transportasi lebih murah karena berbentuk biji. Selanjutnya, benih bisa lebih lama disimpan dalam gudang penyimpanan (maksimal dua tahun) selama tidak terkena sinar matahari. Padahal dengan sistem konvensional, umbi hanya bisa disimpan antara 2 – 4 bulan. Terakhir, biaya produksi jika bawang merah dipanen dalam bentuk bawang siap konsumsi menjadi lebih rendah. Jika menggunakan sistem konvensional setiap hektar lahan memerlukan sekitar 1,5 ton umbi dengan biaya di kisaran Rp 45 juta. Sedangkan jika menggunakan metode pindah tanam hanya memerlukan 5 kilogram benih dengan biaya sekitar Rp10 juta.
Selain itu benih biji bawang memiliki ketahanan lebih baik dalam menghadapi serangan penyakit. Pemakaian benih biji tidak membawa virus dan jamur sehingga pemakaian pupuk menjadi lebih efisien. Benih biji hanya membutuhkan setengah dosis dari kebutuhan metode penanaman konvensional dan produksi bawang merah tetap tinggi. Bahkan. hasil panen bisa mencapai 20-25 ton per hektare. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknik budi daya konvensional yang hanya bisa menghasilkan 12-15 ton/ha.
Pemerintah melihat potensi besar di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara untuk penanaman bawang merah. Menurut Pak Sambio Petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Nunukan, pada tahun 2017 hasil panen bawang merah dari biji sebanyak 9 ton /ha untuk varietas Tuktuk. Hasil ini memang masih jauh dari hasil panen bawang merah umbi yang bisa mencapai 15 ton, namun untuk hasil awal, ini sudah merupakan prestasi yang bagus. Pada awal pertanaman benih bawang merah biji pada tahun 2017, Asdar, petani dari Nunukan hanya berhasil panen sebanyak 3 ton. Meskipun demikian dia tidak putus asa dan menanam kembali sehingga mampu berproduksi di angka 9 ton/ Ha.
Pada awal tahun 2018 Direktorat Jenderal Hortikultura memberikan benih bawang merah biji kepada petani di Kabupaten Nunukan. Meskipun hasil panen belum maksimal, Ditjen Hortikultura ingin memaksimalkan keinginan petani untuk menanam bawang merah biji dan akan memfasilitasi benih untuk petani di Nunukan walaupun jumlahnya tidak besar.
Saat ini varietas yang telah terdaftar adalah Bima Brebes, Sanren, Tuk-tuk, Lokananta, TSS Agrihorti 1, TSS Agrihorti 2.
“Keterlibatan produsen untuk penyediaan benih bawang merah biji sangat dibutuhkan. Kita harus bisa memutus mata rantai antara benih umbi dengan konsumsi, karena kalau harga bawang mahal, pasti benih umbi juga mahal. Jadi kalau benih biji cukup tidak ada keterkaitan antara harga benih umbi dengan umbi konsumsi. Keberhasilan ini tentunya peluang penyediaan benih biji dengan harga lebih murah dengan kualitas yang baik sehingga produktivitas kita lebih tinggi”, kata Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi.
Untuk mengatasi harga benih yang mahal pada bulan-bulan tertentu, pemerintah telah menumbuhkan penangkar benih di semua sentra bawang merah. Sehingga semua sentra dapat mandiri benih di lokasi masing-masing. Hal ini mengurangi kebergantungan benih dari Kabupaten Brebes, Cirebon, dan sentra lainnya di Pulau Jawa.