Temanggung 19/4. Sejumlah anggota komisi IV DPR RI melakukan lawatan ke sentra bawang putih nasional di Desa Glapansari, Kecamatan Parakan. Daerah ini merupakan penghasil bawang putih nasional ke 2 setelah Lombok Timur. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka memastikan sejauh mana Program Pencapaian Swasembada Bawang Putih Nasional yang dicanangkan Menteri Pertanian tahun 2021. Tiba di lokasi, rombongan disuguhkan pemandangan hamparan bawang putih di sepanjang jalan menuju area pegunungan. Di sepanjang lereng Gunung Sumbing, Gunung Sembiring dan Gunung Prau.dipenuhi dengan pertanaman. Hampir tidak ada areal yang kosong.
Bupati Pjs Kabupaten Temanggung Sudaryanto menyampaikan bahwa daerahnya memang cocok untuk pembudidayaan aneka sayuran. Dalam sambutannya tersebut disebutkan bahwa ada 11 kecamatan yang memiliki potensi luar biasa untuk ditanami tembakau dan bawang putih. Ini dikarenakan wilayahnya memiliki ketinggian rata – rata 1500 mdpl.
“Untuk bawang putih bahkan kami punya benih lokal lumbu hijau dan lumbu kuning”, jelasnya. Bupati juga menyakinkan bahwa pertanaman bawang putih senantiasa dilakukan petani. Bupati juga menyampaikan bahwa tanggal 21 April 2018 nanti akan diadakan panen raya. Panen ini merupakan hasil tanam bulan Nopember tahun lalu.
“Sebagai info, bahwa kami pada tgl 21 april nanti akan ada panen raya di Kecamatan Tretep. Ini merupakan panen pertanaman tahun 2017 dari bantuan APBN dan APBN-P. Tahun 2018 ini kami mendapatkan bantuan 1.930 ha, maka dengan ini kami mohon direm impornya”, imbuhnya. Bupati juga optimis bahwa swasembada bawang putih akan tercapai, meski diakuinya upaya pengembalian kejayaan bawang putih nasional merupakan tantangan besar yang membutuhkan kerja sama dan doa. “Kami sadari bahwa untuk mewujudkan swasembada bawang putih tidak mudah, butuh kerja keras dan doa. Dibutuhkan kontinuitas dan upaya untuk membangkitkan keinginan petani untuk menanam kembali bawang putih. Untuk itu dibutuhkan jaminan harga, kepastian tata niaga, gudang dan ketersediaan benih”, ucapnya.
Melihat langsung areal pertanaman di Desa Glapansari tersebut, anggota Komisi IV DPR RI Rahmad Handoyo mendukung penuh program Kementerian Pertanian. Dirinya bersama anggota dewan lain mendukung penuh wajib tanam 5 persen yang ditujukan kepada importir. Bahkan dirinya mengusulkan wajib tanam ini dinaikkan menjadi 20 persen. Ini menunjukkan komitmen bersama importir guna percepatan swasembada bawang putih.
“Kalau hanya berkontribusi 5 persen, saya kira itu tidak mungkin itu tercapai swasembada bawang putih. Di Desa Glapansari ini kami nyatakan mendukung importir wajib tanam minimal 20 persen bermitra dengan petani. Catet. 20 persen”, ucapnya disambut tepuk tangan para petani. Komisi IV DPR mengaku prihatin atas kondisi bawang putih yang 95 persennya dikuasai importir. DPR menilai program swasembada bawang putih ini terwujudkan. Dirinya menegaskan apabila program ini tidak berhasil, maka seterusnya bangsa Indonesia akan dikendalikan impor. “Kita tidak ingin diombang – ambing importir. Keprihatinannya adalah bahwa tahun 1993 kita pernah swasembada, 95 persen itu artinya kita dikendalikan importir. Nah kalau harga di sana Rp 50 ribu kita tidak bisa apa-apa”, ucapnya. Lebih lanjut disampaikannya bawa berangkat dari kondisi keprihatinan inilah DPR membentuk Panja Khusus menangani bawang putih. DPR secara serius akan memberantas kartel bawang putih, karena bila dibiarkan DPR memahami betul hal tersebut akan merugikan petani dan masyarakat. “Minggu lalu kami mendapat tamu dari para pedagang. Dari situlah kami membentuk Panja untuk mengunjungi sentra-sentra bawang putih. Tahun lalu bawang putih Rp 80 ribu, lalu petani dapat apa? Panjengengan dapat apa? Kita harus lawan, kita harus mandiri”, ucapnya. Guna percapatan swasembada bawang putih, Rahmad Handoyo menyarakan para petani segera berkonsultasi dengan dinas setempat guna menyampaikan hal apa saja yang dibutuhkan petani. Apapun yang dibutuhkan para petani, dirinya berikut Komisi IV DPR RI siap memberikan dukungan.
Setali tiga uang, komitmen yang sama diucapkan Siti Hediati Soeharto, dirinya berikut seluruh Komisi IV DPR. “Kami merasa prihatin. Indonesia sudah 73 tahun merdeka tapi bawang putih 95 persen impor. Ini kebangetan (produksi) cuma 5 persen”, keluhnya. Titiek meyakini, dengan karunia tanah dan alam Indonesia yang subur, Indonesia mampu memproduksi sendiri bawang putih. Program swasembada ini memang harus dimulai. “Indonesia dikarunia tanah yang subur. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Memang tidak langsung bisa tapi harus dimulai”, tegasnya. Politikus Partai Golongan Karya ini berharap program tanam 73 ribu ha itu cepat terealisir agar swasembada bisa tercapai. Dirinya meyakini betul Kabupaten Temanggung menjadi salah satu daerah yang mampu mewujudkan program tersebut. Lebih lanjut, Titiek meminta Litbang Pertanian mencarikan varietas yang cocok untuk ditanami. “Nyatanya di sini bisa tumbuh. Ini artinya bisa. Makanya tugas Kementan untuk menccari lokasi yang cocok dan varietas yang cocok. Tahun 1993 bisa, kenapa sekarang tidak”, ujarnya bersama rombongan Sulaiman L Hamzah, Endro Hermono, Agung Widyantoro dan Oo Soetisna.
Dirjen Hortikultura Suwandi saat mendampingi rombongan Panja Komisi IV DPR RI mengatakan bahwa Kabupaten Temanggung penghasil bawang putih ke 2 setelah Lombok Timur. Disebutkannya pada tahun 2017 areal pertanaman mencapai 2400 ha. Sementara tahun ini target penanaman 15 ribu ha. “Tahapnya tahun lalu, 2017 baru tanam 2400 ha dan tahun ini target tanam 15 ribu ha. Naik 700 persen”, ujar Dirjen menyatakan bahwa pemerintah ingin mengembalikan kejayaan bawang putih nasional dan ini semakin diperkuat dengan dukungan dari Komisi IV DPR. Upaya merealisasikan program ini antaranya dengan terbitnya Permentan 38 tahun 2017 yang mewajibkan importir menanam 5 persen dari total volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Di samping itu, pemerintah melalui dana APBN melakukan program perluasan kawasan. Program pendampingan dan pengawasan juga turut dilakukan Kementerian Pertanian berikut jajarannya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Temanggung dalam sambutannya menyampaikan bahwa pertanaman bawang putih di daerahnya ini tumbuh subur. Dengan menggunakan varietas Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning, produksi rata-rata 6 ton per ha. Bahkan ada beberapa lokasi yang dapat menghasilkan 10 ton per ha. Selain pertanaman bawang putih, Temanggung merupakan daerah penghasil tembakau. “Di sini tanam tembakau, jadi pasti bisa tanam baput. Jad pasti bisa tanam. Kami juga akan mendukung misi swasembada tahun 2021”, ucapnya. Para petani yang hadir dengan tegas mendukung program swasembada bawang putih. Hanya saja mereka meminta jaminan harga, bantuan gudang penyimpanan. Terkait dengan harga, ditemui para wartawan, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Prihasto Setyanto menyebutkan bahwa penentuan harga telah melalui kesepakatan dengan memperhatikan analisa usaha tani. “Terkait harga yang dikeluhkan petani, bahwa sebetulnya sudah ada kesepakatan dengan memperhatikan analisa usaha tani yang melibatkan 3 kabupaten”, ucap Direktur. Direktur menyampaikan bahwa harga Rp 11.700 per kg adalah harga yang ditetapkan khusus untuk para petani penerima bantuan APBN. “Harga Rp 11.700 per kg itu adalah harga baput yg baru cabut. Kalau usianya 3 minggu lebih kondisi rogol harganya menjadi Rp 25 ribu. Benih harganya Rp 30 ribu. Jadi harga Rp 11.700 adalah harga yg ditetapkan khusus utk para petani yg menerima bantuan APBN”, Direktur menyampaikan penentuan harga tersebut sudah memperhatikan keuntungan petani. Keuntungan dihitung 30 40 persen. Mengenai usulan kenaikan wajib tanam yang ditambah menjadi 20 persen seperti yang disampaikan Komisi IV DPR, Direktur menyampaikan hal itu tentunya akan mempercepat program swasembada. Dirinya menyampaikan kesuksesan swasembada ini bergantung pd produksi benih bawang putih. “Kesuksesan swasembada ini bergantung pd kesuksesan menghasilkan benih bawang putih nasional”, jelas Direktur.