*Rilis Kementan, 5 Juni 2020*
No. 617/R-KEMENTAN/06/2020
Bawang merah dikenal sebagai sayuran umbi penyedap masakan. Salah satu kendala dalam pembudidayaan adalah tingginya penggunaan bahan kimia pupuk dan pestisida. Penggunaan bahan kimia tidak rasional berdampak negatif terhadap keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Kondisi ini sebetulnya dapat diatasi dengan penggunaan bahan pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) ramah lingkungan seperti agens pengendali hayati, pestisida nabati, likat kuning, feromon dan penanaman refugia. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian SYL guna menghasilkan produk sehat dan ramah lingkungan.
Penggunaan bahan kimiawi sebenarnya karena kekhawatiran gagal panen atau hasil panen berkurang. Banyak petani menggunakan pestisida kimia dari waktu ke waktu (secara terjadwal) tanpa melalui pengamatan keadaan serangan OPT. Padahal, penerapan budidaya ramah lingkungan dapat menekan biaya produksi.
“Petani tidak harus membeli pestisida dan pupuk kimia yang mahal harganya. Produk bawang merah yang dihasilkan juga lebih sehat, lebih lama daya simpannya dan aman konsumsi. Selain itu kelestarian alam juga terjaga dan yang terpenting petani menjadi lebih sehat dan sejahtera,” ujar Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (5/6).
Cukup banyak kelompok tani yang menerapkan budi daya ramah lingkungan. Salah satunya adalah KT Lestari Mulyo di Dusun Nawungan I Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
“Kami sudah menerapkan budi daya bawang merah ramah lingkungan sejak 2010 atau kurang lebih sudah 10 tahun berjalan. Ketika baru dirintis pada awal tahun 2010 luas lahan bawang merah ramli hanya sekitar 50 hektar. Lalu sepuluh tahun kemudian lahan kami mencapai 120 hektar,” ujar Ketua KT Lestari Mulyo, Djuari.
Petugas POPT dari Lab. PHP Bantul, Rais Sulistyo menambahkan, “Sekitar 70 persen lahan bawang merah di Kecamatan Imogiri sudah dibudidayakan secara ramah lingkungan dan sekitar 120 hektar ada di Dusun Nawungan Desa Selopamioro Kecamatan Imogori Kabupaten Bantul”.
Djuari juga menyebutkan, pemupukan menggunakan pupuk kandang dengan dosis 40 ton per hektar, POC dan sedikit pupuk anorganik.
“Tetap tidak menggunakan pestisida kimiawi sama sekali karena tanaman bawang merahnya jarang sekali mengalami serangan hama dan penyakit, sehingga produksi bawang merahnya mempunyai keunggulan pada rasa, aroma, dan masa simpannya lebih lama,” terangnya.
Selain tidak mengeluarkan biaya banyak untuk pembelian pestisida kimiawi, produktivitasnya dapat mencapai sekitar 18-20 kg per hektar.
“Bermodalkan Rp 60-90 juta per hektar, sekitar 40 persen digunakan untuk membeli benih bawang merah varietas Bima dari Brebes. Saya bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 300 juta per hektar dengan harga jual bawang merah sekitar Rp 20 ribu per kg dari petani,” kata Djuari bangga.
Oleh karena itu, Kementerian Pertanian melalui BPTPH terus mendorong petani untuk melakukan pengendalian OPT secara ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan agens pengendali hayati dan pestisida nabati yang sudah banyak dihasilkan oleh Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), dan di tingkat petani seperti Klinik PHT dan Pos Pelayanan Agens Hayati (PPAH).
“Saya merekomendasikan kepada seluruh petani untuk mengaplikasikan agens pengendali hayati seperti Trichoderma, PGPR, pestisida nabati, likat kuning, feromon, dan penanaman refugia dalam pengendalian OPTnya, serta selalu melakukan monitoring pada pertanaman bawang merah. Dengan demikian serangan OPT dapat dikendalikan dan tidak sampai mengganggu produksi dan mutu produk bawang merah,” jelas direktur yang akrab dipanggil Yanti ini.
Dirinya berharap petugas Pengendali OPT (POPT) di lapangan dapat mengawal petani dalam pengendalian OPT secara ramli. Petugas POPT harus membekali petani bagaimana cara pengolahan tanah dengan menggunakan kompos yang sudah matang (terfermentasi sempurna) dengan penambahan trichokompos, pembuatan agens pengendali hayati cara aplikasiny. Termasuk di dalamnya, pemanfaatan tanaman refugia seperti wijen, marigold, kenikir dan bunga matahari. Refugia ini nantinya ditanam di pinggir areal pertanaman bawang merah. Selain memperindah pemandangan, refugia menjadi tempat berlindung dan hidup bagi musuh alami OPT.
“Langkah ini jelas menunjukkan bahwa budidaya ramah lingkungan terasa manfaatnya. Selain itu juga serangan OPT dan penggunaan pestisida kimia benar-benar dapat diturunkan,” tutup Yanti penuh optimisme.