*Rilis Kementan, 15 Mei 2020*
No. 484/R-KEMENTAN/05/2020
NTB – Kementerian Pertanian (Kementan) terus menggenjot produksi bawang putih dalam beberapa tahun terakhir ini melalui berbagai upaya. Salah satunya dengan mencanangkan kawasan sentra bawang putih. Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, Sahrul Yasin Limpo untuk terus meningkatkan potensi dan produksi komoditas pertanian lokal disamping terus berupaya meningkatkan kualitas dari benih-benih lokal nusantara.
Direktur Perbenihan Hortikultura Kementan, Sukarman mengatakan, pengembangan kawasan sentra bawang putih amat vital. Terutama untuk menjaga ketersediaan benih bawang putih yang cukup di lapangan.
“Bahkan bisa surplus. Kita sedang upayakan ke arah sana,” ujar Sukarman ketika dihubungi, Kamis (14/5).
Dia berharap nantinya produksi bawang putih dalam negeri bisa cepat terserap pasar. “Kami juga akan terus menggaungkan varietas-varietas bawang putih yang dulu pernah menjadi primadona,” tambah dia.
Karman menjabarkan, potensi ketersediaan benih bawang putih nasional di tahun ini mencukupi untuk kebutuhan nasional, yakni sebanyak 14.618,12 ton. Data tersebut dihimpun dari beberapa sentra benih bawang putih, di antaranya di wilayah Sumatera Selatan 120,75 ton, Jambi 17,6 ton, Sumatera Barat 396,54 ton, Jawa Barat 236,4 ton, NTB 5.300 ton, dan Jawa Tengah 8.508,83 ton.
“Data dihimpun dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Provinsi yang bersangkutan, dimana angka tersebut menunjukkan angka yang siap di produksi menjadi benih,” beber dia.
Benih bawang putih produksi dalam negeri terdiri dari berbagai varietas yakni Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Lumbu Putih, Sangga Sembalun dan Tawangmangu Baru. Varietas-varietas itu sempat menjadi primadona di wilayah masing-masing.
“Benih produksi dalam negeri mempunyai ciri khas yakni, bentuk umbi yang imut namun rasa, tekstur dan aromanya lebih kuat dibanding produk impor. Hal inilah yang menjadi keunggulan produk dalam negeri,” tambah Kepala Subdit Produksi dan Kelembagaan Benih Hortikultura, Kurnia Nur.
Senada, Kasubdit Pengawasan Mutu Benih Hortikultura, Nur Eva menambahkan untuk menjaga mutu benih, Direktorat Perbenihan Hortikultura secara kontinyu membina stakeholder perbenihan.
Upaya tersebut dilakukan dengan melibatkan Pengawas Benih Tanaman di BPSB setempat untuk mengecek kebenaran dokumen tertera dalam label (kebenaran nama, alamat produsen benih, keterangan mutu benih, pengecekan kebenaran varietas, kemurnian fisik dan kesehatan umbi.
“Persyaratan Teknis Minimal (PTM) tersebut dituangkan dalam Kepmentan Nomor 42 Tahun 2019 untuk menjadi pedoman bagi Pengawas Benih Tanaman bertugas,” ujar Eva.
Dia menegaskan, mutu benih yang terjaga akan berpengaruh terhadap hasil panen yang maksimal dan mempunyai daya saing, Dalam hal ini, kerjasama antar semua stakeholder perbenihan diperlukan untuk dapat mewujudkan swasembada bawang putih nasional.
Jumlah produsen benih bawang putih saat ini tersebar di semua wilayah sentra bawang putih di Indonesia. Sebaran produsen tersebut diantaranya di Jawa Tengah (Kabupaten Temanggung, Magelang Batang) Jawa Timur (Malang, Banyuwangi, Bondowoso), Jawa Barat (Kab Cianjur, Bandung Barat), Sumatera Barat (Kab.Solok), NTB (Kab Lombok Timur, Bima),
Sulawesi Utara (Minahasa Selatan).
*_Potensi Bawang Putih Lokal Masih Luas_*
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto mengatakan bahwa potensi pasar bawang putih produksi dalam negeri masih sangat terbuka luas. Pasalnya bawang putih menjadi komoditas yang banyak dicari sebagai bahan bumbu masakan maupun sebagai obat.
“Begitupula agroklimat untuk penanaman bawang putih yang pada umumnya bisa dilakukan di dataran tinggi di Indonesia,” kata Anton sapaanya.
Ditilik dari aspek analisis usaha tani, kata Anton, usaha budidaya tanaman bawang putih dapat memberikan keuntungan kepada pelaku bisnis/ agribisnis. Syaratnya dengan penerapan penanganan on farm maupun off farm yang benar.
“Misalnya melakukan standar teknis budidaya yang baik dan benar, _Good Agriculture Practices_ dan _Good Handling Practices_, “ lanjut Anton.
Dia juga menyinggung ihwal pentingnya penggunaan benih bawang putih dengan ukuran umbi yang besar sebagai bahan tanam. Anton berharap dengan demikian dapat menekan biaya produksi bawang putih.
“Mengapa? Hal ini dikarenakan kebutuhan benih bawang putih dengan umbi besar, akan lebih sedikit, dibandingkan dengan penggunaan benih umbi bawang putih dengan ukuran yang tidak seragam, besar kecilnya,” kata alumnus Universitas Brawiyaja tersebut.
Dijelaskan Anton, Pengawas Benih Tanaman di unit pelayanan teknis daerah BPSB juga turut andil dalam mensukseskan produksi benih bawang putih yang bermutu dan berukuran besar. Yakni dengan membina para produsen benih bawang putih di wilayah kerja masing-masing secara kontinyu, untuk dapat melakukan sortasi/grading umbi berdasarkan ukuran, dimana umbi dengan ukuran yang besar, yang dijadikan benih untuk musim tanam berikutnya.
“Gunakan selalu prinsip deteksi kualitas benih LADORFISIO , yakni cek keaslian label, cek apakah sudah patah dormansi, cek secara fisik apakah bawang putih lokal atau dari Tiongkok, pastikan jangan benih oplosan, dan hindari benih wujud pipilan/suing,” ujar Prihasto.
“Bersama para stakeholder perbenihan, kita bersinergi, maka bukan mustahil swasembada bawang putih dapat terwujud,” tambahnya.