Solo – Harga bagus di tingkat petani saat ini disambut antusias para petani cabai setelah beberapa bulan harganya tak kunjung membaik. Asosiasi Champion Cabai Indonesia menilai membaiknya harga cabai di pasaran saat ini harus disikapi secara adil dan bijak. Kenaikan harga cabai disebabkan karena berbagai faktor, tidak hanya soal budidaya. Justeru yang lebih dirasakan langsung petani terkait tata niaga yang belum tuntas dan dampak kekeringan yang melanda sebagian besar sentra produksi.
Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia, Tunov Mondro Atmojo, saat diminta keterangan di Solo (5/8) meminta semua pihak untuk lebih obyektif menilai kondisi harga cabai saat ini.
“Tanpa bermaksud membela diri atau menyalahkan siapapun, mestinya para pengamat juga vokal ketika harga cabai di petani jatuh anjlok seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Saat petani merugi, nyaris tidak ada yang bersuara. _Lah_ sekarang saat petani baru merasakan harga bagus, sudah lantang menyalahkan sana sini,” ujar Tunov.
Menurut Tunov, akibat dari jatuhnya harga cabai beberapa waktu lalu, petani menderita kerugian besar bahkan tak sedikit yang terlilit utang sarana produksi.
“Saking rendahnya harga, banyak petani yang enggan merawat lahan cabainya. _Lah_ gimana untung kalau biaya petik dan operasional panen lebih mahal dari harga jualnya?” tukasnya.
Pemerintah, lanjut Tunov, khususnya Kementan di bawah komando Menteri Andi Amran Sulaiman benar-benar kami rasakan sudah banyak berbuat untuk petani.
“Justru yang kami pertanyakan apa langkah konkret instansi lainnya? Bagaimana dengan tata niaga cabai? Bagaimana dengan infrastruktur mendukung pertanian? Tolong bagi para pengamat jangan skeptis kalau berkomentar, apalagi cenderung tendensius menilai sepihak,” tambahnya.
Kepala Sub Direktorat Cabai, Direktorat Jenderal Hortikultura, Mardiyah Hayati menegaskan pihaknya terus melakukan langkah-langkah konkrit mengamankan pasokan dan harga cabai.
“Yang namanya pembinaan petani itu sudah menjadi DNA kami sebagai pemerintah. Sudah menjadi tugas pokok kami sehari-hari. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari bimbingan teknis budidaya, penguatan kelembagaan, pemasaran, fasilitasi bantuan sarana produksi, gudang pascapanen dan sebagainya. Tentunya kami tidak sendirian, tapi melibatkan dinas dan instansi terkait. Kalau belum semua mendapat bantuan itu wajar karena keterbatasan anggaran yang ada. Kalau ada yang mempertanyakan komitmen pembinaan kami rasanya kok janggal,” ujarnya.
Kementerian Pertanian, diakui Mardiyah terus melakukan perbaikan tata kelola produksi cabai melalui manajemen pola tanam berbasis kebutuhan riil.
“Kami hitung detail kebutuhan cabai sebagai dasar perencanaan produksi. Kami evaluasi mana daerah surplus mana yang masih minus agar membantu memudahkan pengaturan distribusi antar wilayah. Ada semuanya (datanya),” tandas Mardiyah.
Terkait benih unggul, pihaknya akan mendorong benih-benih lokal yang terbukti adaptif terhadap perubahan cuaca untuk dilakukan sertifikasi.
“Selama ini benih hibrida produksi pabrikan banyak mendominasi. Benih-benih lokal yang unggul dan adaptif juga terus kita pacu pengembangannya. Namun harus tetap diupayakan tersertifikasi untuk melindungi petani cabai,” pungkas Mardiyah.
“Sebagai contoh baru baru ini Ditjen Hortikultura berkunjung ke Cianjur dan bertemu petani yang tanam cabai lokal dikenal di pasar sebagai cabai domba atau cabai setan, ternyata bisa panen sampai 60 kali dengan hasil mencapai 15 ton per hektar, dan relatif tahan kekeringan, kekayaan alam Indonesia seperti inilah yang seharusnya dikembangkan oleh perusahaan perbenihan” tambah Mardiyah.
“Coba seandainya banyak petani cabai tanam varietas seperti ini, walaupun musim kemarau pasti cabainya tahan karena tanaman cabai tidak perlu banyak air. Banyak cabai rawit lokal yang petani enggan beralih ke lain hati seperti yang ada di Jawa Timur dengan nama lokal Manu, Prentul, Brenggolo dan lain lain, kita dorong Dinas Pertanian setempat untuk mendaftarkan cabai lokal tersebut supaya punya nama resmi” tukasnya
Praktisi cabai, Abdul Hamid, mengapresiasi upaya Kementan menjaga pasokan cabai.
“Ini tugas kita bersama. Para petani juga harus terus didampingi dan dihimbau agar lebih efisien lagi dalam mengelola usaha budidaya berbasis teknologi maju. Makin efisien biaya produksinya, petani akan semakin tangguh menghadapi kondisi dinamika harga apapun,” kata Hamid.