Mangga Gedong Gincu merupakan salah satu jenis mangga khas di Jawa Barat yang mempunyai nilai jual cukup tinggi dibanding dengan varian mangga lainnya. Mangga tersebut mempunyai daya tarik tersendiri, baik dari tampilan, ukuran, rasa (manis sedikit asam segar) serta aroma buah yang khas.
Kawasan produksi Mangga Gedong Gincu terletak di Kabupaten Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang, dan Kuningan. Luas panen di Provinsi Jawa Barat tahun 2019 yaitu 20.498 ha yang tersebar di lima kabupaten, yaitu Cirebon (4.402 ha), Indramayu (4.555 ha), Sumedang (3.619 ha), Majalengka (4.304 ha), dan Kuningan (3.618 ha). Total produksi di Provinsi Jawa Barat pada 2019 mencapai 37.539 ton. Bukan hanya dijual di dalam negeri, mangga ini juga sudah diekspor. Pasar luar negeri buah ini antara lain Singapura, Timur Tengah dan Bahrain. Selain itu, pasar juga sudah melebar ke Moscow dan saat ini tengah mencoba pasaran ke Belanda.
Salah satu kendala dalam budidaya gedong gincu adalah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Jenis OPT utama yang dirasakan oleh petani sangat merugikan adalah lalat buah. Hama tersebut langsung menyerang pada bagian yang dikonsumsi. Kehilangan hasil karena serangan lalat buah bisa mencapai 70 persen.
Dalam upaya mengamankan produksi dari serangan lalat buah, UPTD BPTPH Provinsi Jawa Barat telah melakukan pengelolaan OPT lalat buah melalui penerapan Sistem Manajemen Pengendalian OPT Lalat Buah Skala Kawasan (SIMPOK) berbasis android. Kegiatan SIMPOK ini telah berjalan sejak 2018 dengan luas areal yang dikendalikan. Areal ini tersebar di 400 ha dalam empat kabupaten yaitu Kabupaten Cirebon 80 ha; Majalengka 100 ha; Sumedang 120 ha; dan Indramayu 100 ha.
Ketua Asosiasi Mangga Gedong Gincu Inta Suminta menyatakan bahwa program SIMPOK dirasakan sangat bermanfaat bagi petani.
”Dengan adanya kegiatan SIMPOK ini, serangan lalat buah dapat berkurang. Produk mangga Gedong Gincu di kawasan SIMPOK kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan produk dari petani di luar kawasan SIMPOK. Kerusakan mangga akibat serangan lalat buah dari lokasi lain bisa mencapai 70 persen,” jelas Inta.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam arahannya menyampaikan bahwa peningkatan kualitas mangga yang utama adalah mangga bebas dari OPT.
”Pengendalian secara ramah lingkungan akan menghasilkan produk yang aman konsumsi. Di samping itu juga kualitas dari keseragaman tampilan, ukuran dan kesegaran buah sehingga dapat meningkatkan daya saing. Peningkatan kualitas setidaknya dapat mencapai 80 persen dari produksi dapat diterima di pasar luar negeri,” ujar Dirjen yang biasa disapa Anton itu.
Direktorat Jenderal Hortikultura telah melakukan beberapa langkah operasional untuk mempertajam pencapaian strategi pembangunan hortikultura. Langkah tersebut juga untuk mengawal produksi dalam rangka percepatan ekspor buah. Langkah operasional tersebut di antaranya peningkatan pengendalian OPT hortikultura melalui fasilitasi gerakan pengendalian OPT atau disingkat Gerdal OPT.
Gerdal OPT hortikultura meliputi : (a) pengamanan produksi tanaman hortikultura dari serangan OPT agar populasi atau tingkat serangan OPT tidak menurunkan produksi dan menimbulkan kerugian ekonomi secara nyata; (b) menjamin mutu hasil sehingga memiliki daya saing yang tinggi dan aman dikonsumsi; dan (c) mendukung pemenuhan sebagian persyaratan teknis sanitari dan fitosanitari dalam perdagangan global sebagai komoditas ekspor. Untuk mendukung upaya peningkatan kualitas hortikultura, pada 2020 Direktorat Jenderal Hortikultura melalui dana dekonsentrasi di Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat memberikan bantuan sarana gerdal OPT hortikultura seluas 663 ha, di antaranya sebanyak 250 ha dikhususkan untuk tanaman mangga.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menyampaikan bahwa keberhasilan pengendalian lalat buah dapat dicapai apabila dilakukan secara serentak dalam areal yang luas dan berkesinambungan serta melibatkan instansi terkait. Beberapa teknologi pengendalian lalat buah yang sederhana dan mudah diterapkan oleh petani antara lain pemerangkapan dengan zat penarik/atraktan, sanitasi buah busuk oleh lalat buah kemudian pemusnahan. Selain itu juga memanfaatkan musuh alami yang ada serta konservasi musuh alami dengan menanam refugia sebagai tempat hidup parasitoid. Terakhir, melakukan sanitasi kebun secara intensif. Penanganan OPT pasca panen juga tidak kalah penting dilakukan, di antaranya dengan mitigasi sejak di lapang dan di rumah kemas ( _packing house_ ).
”Bantuan sarana pengendalian lalat buah merupakan stimulan bagi petani dalam pelaksanaan pengendalian lalat buah di lahan usaha tani. Selanjutnya diharapkan petani dapat melaksanakan pengelolaan lalat buah secara mandiri. Apabila petani melakukannya dengan konsisten dan komitmen tinggi maka masalah lalat buah dapat teratasi dan mutu buah meningkat. Hal ini tentunya menjadikan Mangga Gedong Gincu berdaya saing di pasar dalam negeri maupun luar negeri,” pungkas Yanti.