Lampung (26/1) – Ramai dibicarakan, Direktorat Jenderal Hortikultura mendatangi Desa Sedampah Indah, Kecamatan Balai Bukit, Kabupaten Lampung Barat, lokasi aksi pembuangan tomat. Informasi yang beredar, harga tomat anjlok hingga Rp 600/kg.
Ditemui langsung di lapangan, Ketua Gabungan Kelompok Tani Serumpun Mandiri, Ramlan mengatakan tidak benar aksi tersebut dilakukan petani.
“Memang ada aksi pembuangan tomat sebanyak 8-10 peti tapi itu bukan dilakukan oleh petani. Aksi tersebut dilakukan oleh para pengepul karena tomat saat itu tidak ada yang menyerap, ” ucapnya.
Tomat yang dibuang, lanjut Ramlan, karena sudah tidak ada yang beli. JIka dijual ke kota, biaya transportasi melebihi harga tomatnya sendiri.
Mau dikirim ke kota tidak mungkin karena untuk menutup biaya transportasi tidak masuk. Harga di tingkat petani Rp 800/kg, sampai pasar di Kota harga Rp 1000/kg. Bahkan harga satu peti (50kg) dihargai Rp 50.000 ya tidak masuk, ” terang Ramlan.
Berdasarkan Data BPS, pertanaman di Kabupaten Lampung Barat pada bulan September di Kecamatan Balai Bukit seluas 14 ha, di bulan Oktober seluas 3 ha, di Kecamatan Sakau pada Bulan September 16 ha dan di bulan Oktober seluas 2 ha. Hal ini menjadikan hasil panen tomat melimpah khususnya di Desa Sedampah Indah, Kecamatan Balai Bukit.
Koordinator Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Balai Bukit, Edi Wibowo menyatakan bahwa memang saat ini panen tomat melimpah, tapi tidak diimbangi dengan serapannya.
“Panen saat ini melimpah namun tidak diiringi harga yang bagus. Selain itu daya serap di pengepul dan pasar terbatas. Panen tomat bisa sampai 6-7 kali petik, tapi karena harga yang jelek, banyak petani memilih tidak memanen tomatnya karena akan menambah biaya produksi. Sehingga petani memilih membiarkan di lahan dan menjadi pupuk organik,” tambahnya
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat, Nata Djudin Amran menegaskan bahwa tidak mungkin petani melakukan aksi buang tomat.
“Aksi pembuangan tomat tidak dilakukan oleh petani, itu dilakukan oleh para pengepul. Petani kita adalah petani yang taat, selain itu juga taat ibadah sehingga tidak mungkin menistakan hasil usahanya, takut kualat,” ujarnya.
Petani Tomat Desa Sedampah Indah, Misnadi menyatakan bertanam tomat sudah menjadi budaya. “Mau harga bagus, mau harga jelek saya tetap tanam tomat, karena sudah kebiasaan dari dulu. Hanya sayangnya saat harga jelek, tomat yang ukuran kecil tidak ada yang mau, maunya yang besar-besar,” tutupnya.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat, Cekden Hamdan menjabarkan langkah antisipasi yang sudah dilaksanakan. “Sebelumnya bersama jajaran PPL sudah menghimbau untuk pengaturan pola tanam, tapi keputusan tetap di petani. Bentuk empati Dinas Pertanian Provinsi Lampung terhadap petani tomat sudah dilaksanakan dengan pembelian 1 ton tomat dan 250 kg diserap oleh Direktorat Jenderal Hortikultura. Diharapkan ke depan ada perhatian khusus dari pemerintah pusat dan daerah terkait pengolahan hasil hortikultura di Desa Sedampah Indah, ” pungkasnya. (Dsy)
Kontributor : Nur Eva Hayati