Tanaman jeruk di Indonesia merupakan komoditas hortikultura jenis buah – buahan yang merupakan tanaman tahunan dan tersebar di beberapa sentra utama, seperti Tanah Karo, Sumatera Utara; Soe, Nusa Tenggara Timur; Sambas, Kalimantan Barat; Kintamani, Bali dan Garut, Jawa Barat. Sebagai komoditas buah – buahan yang khas dan cocok di daerah sub tropis dan tropis maka pengembangan luas areal tanam jeruk terus menerus ditingkatkan guna memenuhi pangsa pasar domestik yang tersedia. Pada saat ini produksi jeruk Indonesia hanya menempati 2,6% pangsa pasar jeruk dunia.
Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah tropis dengan beberapa negara tujuan ekspor, salah satunya negara Jepang, khusus negara Jepang mempunyai persyaratan khusus dalam hal Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan residu pestisida. Buah jeruk yang berasal dari Indonesia merupakan salah satu komoditas buah – buahan yang diawasi sangat ketat untuk masuk ke pasar buah di Jepang.
Dalam menghadapi pasar bebas (ekonomi pasar global) sesuai dengan kesepakatan bersama dalam World Trade Organization (WTO) yang berlaku mulai tahun 2003, maka otomatis buah-buahan Indonesia salah satunya jeruk juga akan menghadapi banyak persaingan yang tidak ringan. Pasar ekspor menghendaki buah dengan kriteria bermutu tinggi sesuai standar mutu dan bebas residu pestisida; volume buah bermutu harus memenuhi kebutuhan pasar; buah yang dikirim harus tiba tetap waktunya, serta ketersediaan buah jeruk harus kontinu / berkelanjutan.
Salah satu permasalahan yang menjadi tantangan dalam alur distribusi dan rantai pasokan komoditas jeruk adalah manjamurnya jeruk impor. Menurut hasil kajian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Subtropika, bahwa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk membendung gempuran jeruk impor adalah pertama dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimum terkait residu pestisida kimia pada buah jeruk, kedua dengan meningkatkan mutu dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah dijumpai di masyarakat.
Penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimum terkait residu kimia makanan termasuk buah jeruk, SNI 3165 : 2009 yang mengatur standar jeruk menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada buah jeruk. Selain itu, perbaikan dan ketersediaan jeruk dalam negeri berkesinambungan juga perlu dilakukan. Permasalahan yang ada selama ini yang dihadapi petanin jeruk, ongkos produksi tinggi, keberlanjutan usaha tidak pasti, serta biaya transaksi dan pemasaran tinggi
Artikel selengkapanya bisa diunduh dan dibaca di sini
Disusun dan diolah dari berbagai sumber oleh :
Hendry Puguh Susetyo, SP, M.Si
Fungsional POPT Ahli Muda
Direktorat Perlindungan Hortikultura