Bawang merah menjadi salah satu komoditas hortikultura yang cenderung sensitif dan berpengaruh terhadap inflasi. Kementerian Pertanian memiliki komitmen mengendalikan inflasi dengan menjamin pasokan bawang merah. Secara nasional kebutuhan bawang merah sangat tinggi dengan kebutuhan pada tahun 2022 saja mencapai 1.179.879 ton/tahun. Peningkatan kebutuhan ini terutama terjadi menjelang hari-hari besar nasional dan keagamaan seperti bulan Ramadhan, Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru.
“Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura, alokasi terbesar adalah untuk konsumsi rumah tangga yakni sekitar 68,70% atau rata-rata 2,5 kg/kapita/tahun. Sementara itu penggunaan umbi bawang merah untuk benih sekitar 25,86% dan sisanya untuk industri, horeka dan ekspor. Tingginya konsumsi rumah tangga terkadang bersaing dengan penyediaan benih. Dengan demikian kami menyiapkan serangkaian strategi sistematis dan inovatif untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, Senin (27/3).
Salah satunya strategi yang dilakukan, lanjut Prihasto, adalah mensosialisasikan pengembangan budidaya bawang merah dari biji / true shallot seed (TSS). Teknologi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung ketersediaan bawang merah nasional sepanjang tahun. Pada musim tertentu harga bawang merah mengalami peningkatan sehingga terjadi kelangkaan umbi bawang merah untuk benih. Dengan adanya TSS maka akan memberikan jaminan ketersediaan benih berikut produktivitasnya. Kombinasi kebijakan penggunaan TSS dan soil block seedling mampu meningkatkan kualitas persemaian khususnya untuk progam Kampung Hortikultura.
Direktur Perbenihan Hortikultura, Inti Pertiwi Nashwari menyampaikan bahwa TSS merupakan inovasi teknologi budidaya bawang merah yang mampu menjawab tantangan ketersedian bawang merah nasional. Penggunaan TSS ini sudah terbukti mampu meningkatkan produktivitas bawang merah serta mengurangi resiko kelangkaan umbi bawang merah. Selain itu mampu menurunkan resiko persaingan alokasi bawang merah untuk konsumsi dan benih.
“Kombinasi TSS dan Soil Blok seedling menjadi titik terang untuk meningkatkan minat petani bawang merah karena mampu menurunkan resiko kegagalan penanaman. Kolaborasi bebagai stakeholder untuk menyebarluaskan inovasi teknologi TSS dan Soil Blok Seedling ini diharapkan mampu mendorong peningkatan produksi dan menjamin ketersediaan bawang merah nasional,” ujarnya.
Inti menerangkan, langkah untuk memasyarakatkan inovasi ini dilakukan dengan menggandeng perusahaan benih bawang merah biji (TSS) dan mitra petani yang telah sukses menggunakan TSS dalam budidaya bawang merah.
“Berdasarkan beberapa cara budidaya bawang merah, penggunaan TSS mampu meningkatkan hasil lebih tinggi dari benih umbi. Pada musim tanam sekarang mampu mencapai produksi 18,75 ton per hektar, ini jauh lebih tinggi dari penggunaan benih umbi” yang hanya sekitar 10 -12 ton/ha,” ungkap Ketua Kelompok Tani Sejahtera Mirombo Wonosobo, Eko.
Produksi benih yang dikembangkan Kelompok Tani yang diberi nama Agro Labs ini mengkombinasikan dengan soil block seedling untuk memudahlan proses persemaian. Dengan dikenalkannya soil blok seedling ini ternyata mampu meningkatkan persentase keberhasilan budiadaya bawang merah TSS.
“Kita harus mengartikan soil blok seedling bukan hanya sebagai media persemaian saja tapi menjadi bentuk kecil lingkungan tumbuh yang berisi nutrisi yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman,” ungkap Eko.
Adanya pembinaan dan bimtek yang aktif dilakukan mampu meningkatkan minat para petani menanam bawang merah dari biji. Ketua Kelompok Tani Ngudi Rahayu, Dio bersama anggota kelompok taninya sudah dua kali musim tanam TSS.
“TSS mampu meningkatkan produksi bawang merah kami dan dengan penggunaan soil blok dalam persemaiannya berhasil meningkatkan penanaman kami serta mengurangi biaya produksi karena persemaian TSS dengan soil blok bebas hama dan gulma,” pungkas Dio dalam sesi diskusi.
Kontributor : Abdul Rahman