Buah naga Indonesia kembali dilirik oleh pasar Tiongkok. Produk buah naga yang akan diekspor ke negeri ini direncanakan berasal dari petani buah Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Badung, Bali. Petani di lokasi sentra tersebut sangat antusias mendengar kabar baik ini dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengekspor buah naga mereka ke Tiongkok.
Salah satu tahapan yang harus dilalui sebagai respon dari permohonan akses pasar buah naga Indonesia ke negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia ini adalah menyusun Pest Risk Analysis (PRA).
Dokumen ini sebagai dasar membuat Import Health Standard (IHS), yang akan dilakukan oleh tim dari The General Administration of Customs of the People’s Republic of China (GACC) dengan melakukan inspeksi lapang ke kebun buah naga. Untuk mempersiapkan hal tersebut, tim dari Kementerian Pertanian yang terdiri dari Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura dan Direktorat Buah dan Florikultura turun ke kebun di Kabupaten Buleleng dan Badung.
Di Kabupaten Buleleng terdapat kebun buah naga seluas 13,5 Ha milik Kelompok Tani Naga Gunung Sari yang terletak di Desa Bulian Kecamatan Kubutambahan. I Wayan Kantre, sang ketua kelompok menjelaskan bahwa mereka mampu berproduksi hingga 600 ton/tahun dan sudah pernah melakukan ekspor ke Hongkong di tahun 2016.
Kelompok tani yang dibentuk pada 14 Juni 2013 dan beranggotakan 20 orang ini bercerita bahwa awalnya lahan kebun milik kelompoknya hanya seluas 1,5 ha dan lambat laun berkembang hingga kini.
“Lahan ini awalnya seluas 1,5 ha dibentuk sedemikan rupa dengan konsep lahan terbuka agar dapat menyerap sinar matahari semaksimal mungkin. Agar pohon buah naga tumbuh subur dan berbuah dengan cepat dan maksimal, budidaya dilakukan hanya menggunakan pupuk organik yang diolah swadaya dari limbah ternak”, jelas Ketua Kelompok Tani Naga Gunung Sari, I Wayan Kantre.
Kelompok tani ini telah mendapat sertifikat IMO CONTROL pada tahun 2016 yang berlaku hingga tahun 2018. IMO CONTROL adalah sertifikat dari salah satu perusahaan Swiss yang melakukan sertifikat organik.
Dalam rangka memproduksi buah naga di luar musim, Kelompok Tani Naga Gunung Sari menggunakan teknologi penyinaran dengan menggunakan lampu LED berwarna kuning di bulan Mei, Juni dan Juli. Lampu digunakan untuk merangsang pembungaan dan dinyalakan selama 4 jam setelah matahari terbenam atau sebelum matahari terbit.
Kebun buah naga di Kabupaten Badung seluas 8.600 m2 dengan jumlah tiang sebanyak 1.400 dan jumlah tanaman 5.600 pohon. Kebun buah naga di Dusun Banjar Batursari Desa Mengwitani Kecamatan Mengwi milik Bapak Ketut Gede Amon Sayoga menggunakan tiang panjatan yang berasal dari pohon kapuk randu. Musim panen raya di bulan Oktober – Desember dengan harga Rp 5.000/kg. Selain kebun produksi, kebun ini juga dimanfaatkan sebagai lokasi agrowisata dan sudah memperoleh sertifikat organik.
Field Assessment oleh Tim Karantina dan TIM GACC direncanakan akan dilakukan pada bulan Oktober 2018.
“Semoga rencana ekspor buah naga Indonesia ke Tiongkok dapat segera terlaksana. Dengan adanya ekspor tersebut, diharapkan kesejahteraan petani buah naga akan meningkat dan produk buah Indonesia dapat bersaing di pasar Internasional”, tutur Direktur Buah dan Florikultura, Sarwo Edhy.