Tanaman hias aglaonema telah menjadi fenomena yang tak terbantahkan di kalangan para penggemar tanaman. Dikenal akan warna daunnya yang eksotik, tidak hanya sebagai hiasan indah di ruang dalam dan luar, namun juga diyakini membawa keberuntungan, menjadikannya disebut sebagai Sri Rejeki.
Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengungkapkan jika meningkatnya minat masyarakat terhadap aglaonema tak lepas dari keunikan bentuk dan warna daunnya yang langka, meskipun dengan harga yang melambung tinggi.
“Prospek bisnis tanaman florikultura itu memang sangat menjanjikan. Kita bisa lihat jika permintaan aglaonema terus tumbuh seiring dengan munculnya varietas baru, dengan jumlah impor yang mencapai angka 10 juta tanaman sejak tahun 2020, tentu ini harus menjadi perhatian khusus untuk pengembangannya,” ujarnya.
Untuk menekan jumlah impor, upaya pengembangan aglaonema di dalam negeri menjadi krusial. Meskipun tren pasar aglaonema bergeser dari jenis baby dengan harga Rp 200 ribu sampai Rp 1 juta per tanaman pada tahun sebelumnya, omzet penjualan dari kelompok Javaglonema pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi Rp350 juta.
Namun, kelompok ini tetap optimis dan fokus pada perbanyakan anakan aglaonema.
Kelompok Tani Taruna Tani Javaglonema Milenial di Dusun Paten, Yogyakarta, menjadi salah satu yang mencuri perhatian. Dengan 13 jenis aglaonema yang dikembangkan, mereka berupaya menjadikan desa pusat tanaman aglaonema dan destinasi wisata yang unik.
Ketua kelompok tani Javaglonema Hanif menganggap jika peluang bisnis aglaonema yang digelutinya sangatlah menggiurkan. “Saat ini kami mengembangkan 13 jenis aglaonema yaitu Suksom, Red Anjamani, Adelia, Tiara, Red Legacy, Dut White, Bidadari, Mahaseti, Red Chery, Red Exotic, Red Queen, Widuri, dan Pink Sunset,” tutur Hanif
Kolaborasi dengan BUMDes Tridadi Makmur menjadi kunci dalam mewujudkan visi ini. Bahkan, Javaglonema juga terlibat dalam bimbingan teknis aglaonema di 42 lokasi di Kabupaten Sleman, sebagai bagian dari usaha meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam bercocok tanam aglaonema.
Penghargaan diberikan oleh Kementerian Pertanian kepada Kelompok Tani Javaglonema Milenial dan kelompok serupa yang gigih mengembangkan Kampung Flori.
Direktur Buah dan Florikultura Kementan, Liferdi Lukman, menyoroti adanya potensi bisnis tanaman hias ini memiliki nilai ekonomi tinggi. Liferdi menekenkan bahwa Kementan akan terus mendorong pengembangan melalui program Kampung Flori dengan menyediakan fasilitas dan dukungan lainnya.
“Kementerian Pertanian terus mendorong dan mendukung pengembangan tanaman hias melalui program Pengembangan Kampung Flori dengan memberikan fasilitas sarana produksi berupa greenhouse, shadinghouse, benih, pupuk dan sarana produksi lainnya untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk,” paparnya.
Pakar tanaman buah itu juga menambahkan jika adanya shadinghouse sebagai fasilitas produksi baru bagi petani tanaman hias, termasuk aglaonema, menjadi langkah signifikan.
“Sebanyak 28 unit shadinghouse telah dialokasikan oleh Kementerian Pertanian kepada kelompok tani di 19 kabupaten/kota pada tahun 2023. Javaglonema sendiri menerima 2 unit shadinghouse yang berfungsi sebagai tempat budidaya, edukasi, dan destinasi wisata”, tambah Liferdi.
Kolaborasi erat antara Kementerian Pertanian, Asosiasi Aglaonema Nusantara, serta pihak terkait lainnya menjadi kunci dalam pengembangan industri aglaonema, dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, serta kesejahteraan para petani. Dengan langkah-langkah ini, harapan akan terus meningkatnya industri aglaonema Indonesia semakin nyata.