*Rilis Kementan, 24 Juli 2020*
Nomor : 978/R-KEMENTAN/07/2020
Pandeglang – Perubahan iklim merupakan isu global yang memberikan dampak secara regional maupun lokal. Hasil kajian dari IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change) menyatakan bahwa perubahan iklim dipicu oleh adanya peningkatan gas rumah kaca di atmosfer.
Dampaknya terjadi peningkatan jumlah panas yang diterima oleh permukaan bumi.
Secara alami melalui proses metabolismenya yaitu fotosintesis, tumbuhan diberi kemampuan untuk mengkonsumsi karbondioksida di atmosfer dan mengubahnya menjadi bentuk energi (gugus gula) yang bermanfaat bagi kehidupan.
Sebagian besar energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa dan sekitar 50% dari biomassa merupakan karbon. Dengan persentase sebesar ini biomassa pada tumbuhan adalah salah satu jenis karbon terestrial.
Dalam berbagai kesempatan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa peran sektor pertanian terefleksikan dalam Nationally Determined Contribution (NDC), dimana target penurunan emisi nasional (sektor energi, kehutanan, pertanian, industri dan limbah) sebesar 29 persen pada tahun 2030.
Tanaman buah tahunan seperti durian memiliki peran penting dalam penyerapan karbon di udara. Dalam memastikan kemampuan durian menyerap karbon, maka dilakukan sinergi dan kolaborasi antara Direktorat Jenderal Hortikultura dengan Institut Pertanian Bogor untuk melakukan pengukuran stok karbon di lapangan.
Lokasi yang dipilih adalah sentra kawasan durian di Desa Carita, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang. Kawasan ini merupakan salah satu sentra durian dengan luas lahan lebih dari 100 ha.
“Petani di Kecamatan Carita sudah menanam durian sejak lama. Bahkan durian di sini ada yang berumur 100 tahun!”, pungkas Udi, petani durian sekaligus ketua kelompok tani Cori Bendung.
I Putu Santikayasa, dosen IPB yang turut serta dalam pengukuran stok karbon mengatakan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/7), bahwa metode pengukuran yang dilakukan kali ini adalah non destruktif (tanpa melukai tanaman). Pengukuran stok karbon perlu dilakukan untuk mengetahui potensi penyerapan karbon di suatu wilayah.
“Untuk tanaman durian ini merupakan komoditas unggulan dalam upaya mitigasi DPI untuk mengurangi emisi karbon. Sehingga kita perlu mengetahui perhitungan stok karbon pada suatu komoditas”, jelasnya.
I Putu Santikayasa menambahkan bahwa terdapat empat komponen pengukuran stok karbon.
Pertama, tanaman itu sendiri yaitu lingkar batang dan tinggi tanaman. Kedua, seresah di bawah tajuk tanaman. Ketiga, tanaman bawah yang masih hidup. Terakhir, komponen tanah pada lapisan atas dan tanah pada lapisan bawah itu sendiri. Dari empat komponen ini dihitung jumlahnya untuk mengetahui total karbon yang disimpan oleh tanaman durian.
“Pengambilan sampel dilakukan pada 3 kelompok umur tanaman, yaitu kurang dari 10 tahun, 10 – 20 tahun dan lebih dari 20 Tahun,” jelas Putu.
Hasil analisis di Laboratorium IPB menunjukkan bahwa tanaman durian mampu menyimpan karbon sebesar 43,22 ton/ha untuk tanaman durian yang memiliki umur lebih dari 20 tahun. Dan untuk tanaman durian dengan umur 10 – 20 tahun dan kurang dari 20 tahun memiliki cadangan karbon total sebesar 18,45 ton/ha dan 3,27 ton/ha.
Jika dihitung nilai cadangan karbon per pohonnya, durian yang berumur kurang dari 10 tahun memiliki cadangan karbon sebesar 0,16 ton/pohon, kelompok umur 10-20 tahun memiliki cadangan karbon sebesar 0,92 ton/pohon, dan kelompok umur lebih dari 20 tahun memiliki cadangan karbon sebesar 2,16 ton/pohon.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan mitigasi DPI dapat dilakukan dengan pengembangan kawasan durian.
“Untuk tanaman durian, kita memiliki tujuh juta lebih pohon yang ada di Indonesia. Jika kita asumsikan setiap pohon dapat menyerap 1,42 ton/tahun, maka stok karbon total pada tanaman durian bisa mencapai 9-10 juta ton/tahun!”, pungkas Anton – sapaan akrabnya.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf mengatakan manfaat dalam penghitungan stok karbon selain sebagai mitigasi perubahan iklim, juga untuk mendapatkan komponen data stok karbon.
“Kita berharap dalam rencana kedepan, banyak pengamatan di lokasi yang berbeda dan juga varietas yang berbeda pada komoditas yang sama. Varietas durian bermacam -macam, seperti varietas Matahari, Kromo, Ripto, Otong, Montong, Serumbut dan lainnya. Sehingga ke depan data akan lebih banyak dan variatif,” beber dia.
Sri menambahkan kalau data ini menjadi dasar dalam menganalisis dan mengambil kebijakan dalam pengembangan kawasan hortikultura untuk mitigasi Dampak Perubahan Iklim.
Menurut Kasubdit Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, Agung Sunusi menjelaskan bahwa pemilihan lokasi pengambilan stok karbon untuk komoditas durian didasarkan pada lokasi sentra yang selama ini menjadi penyangga buah durian nasional.
“Desa Carita, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang sudah dikenal sejak lama sebagai sentra utama,” kata dia.
Dalam pengambilan sampel di lapangan, antusias petugas PPL Carita sangat merespon baik kegiatan ini.
“Ke depan tentunya diharapkan bisa direplikasi ke lokasi sentra komoditas buah durian lainnya,” pungkasnya.