Kementerian Pertanian memperhatikan betul kepastian dan jaminan mutu benih hortikultura. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya penyediaan benih bermutu untuk mendukung pengembangan hortikultura di Indonesia, agar sayuran dan buah-buahan lokal mampu mensejajarkan diri dengan negara-negara produsen lain, seperti Thailand.
“Benih itu memiliki peranan penting. Jika banyak orang melihat BPSB dan BPTPH adalah instansi biasa, saya melihatnya justru sebagai kunci keberhasilan. Faktor utama benih itu menempati 50%, pupuk 20% dan sisanya faktor lainnya,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto saat melepas kontingen di ruang kerja, Selasa (22/11).
Prihasto menambahkan, belajar dari negara yang pertanian hortikulturanya terbilang maju, hal pertama dan yang utama wajib diperhatikan adalah kualitas dan mutu benihnya. Thailand ini menjadi salah satu negara yang sangat memperhatikan hal tersebut.
“Thailand adalah negara yang agresif terhadap hortikultura. Benih unggul harus tersedia. Ekspor hortikultura Thailand bisa dibilang yang terbesar. Untuk buah-buahan sendiri, nilai ekspornya mencapai 500 juta USD atau 7,5 triliun Rupiah. Dari durian saja, jika sedang musimnya, pada tahun 2021 mencapai 42 triliun Rupiah. Pada saat panen, selama Februari – Maret setiap harinya mampu menghasilkan 40 kontainer setiap hari,” imbuh Prihasto.
Aji Nasution, Koordinator Fungsi Ekonomi KBRI Bangkok saat menerima enam kontingen Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih mengatakan bahwasanya hortikultura di Thailand saat ini adalah gambaran hortikultura Indonesia 10 tahun ke depan.
“Sebenarnya sektor pertanian di Thailand ini hanya 5-6 persen saja. Jadi, targetnya memang agrowisata dan hampir semua buah bisa ditanam kecuali salak. Di sini banyak riset untuk durian. Bahkan, ada ibu rumah tangga yang membudidayakan durian dengan sungkup diberi nama ‘magic growth bag’ untuk menghasilkan buah durian yang bagus,” jelas Aji saat menerima kontingen di kantor KBRI, Rabu (23/11).
Aji melihat, dengan jumlah penduduk 70 juta orang, tidak ada tekanan pada lahan pertanian. Model pemukiman di Thailand sebagian besar adalah apartemen atau kondominium bertingkat yang tidak memakan banyak lahan. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang tidak tinggi seperti Indonesia, membuat Thailand mampu memperbanyak produksi berkualitas.
Lebih lanjut, Aji menyarankan produk-produk hortikultura Indonesia baik yang segar maupun olahan seharusnya bisa berkompetisi di dalam negeri sebelum diterbangkan siap ekspor.
“Hal ini dikarenakan hampir semua produk yang ada di Indonesia, terdapat dan diproduksi di Thailand. Aneka buah-buahan kering pun diproduksi dengan kemasan menarik dan berstandar ekspor di sini. Agaknya hal ini bisa disempurnakan di Indonesia,” imbuh Aji.
Aji juga menambahkan, faktor logistik menjadi penentu kelancaran hasil produksi yang berdampak pada harga.
“Di sini logistik bagus, bisa milik pemerintah atau swasta. Sungai juga tersambung ke perbatasan wilayah atau seluruh Bangkok. Di sini hampir tidak terdengar komplen harga tinggi,” terangnya.
Kepala BPSBTPH Jawa Barat, Yanti Hidayatun Zakiah yang menjadi salah satu peserta studi banding mengakui kelebihan yang dimiliki pemerintah dan petani Thailand dalam mengembangkan produk hortikultura terutama buah-buahan.
“Memang, dari aspek hulu ke hilir, jaminan mutu hingga UMKM tertata dengan baik di Thailand ini. Peredaran benih juga sangat diatur. Sepertinya hal ini yang harus diadopsi di Indonesia, agar varietas unggul yang dihasilkan dapat dimanfaatkan lebih baik,” pungkas Yanti.