Oleh : Hendry Puguh Susetyo, Sp, M.Si (Fungsional POPT Ahli Muda-Ditjen Hortikultura)
Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di dataran tinggi. Permintaan kentang baik sebagai kentang sayur maupun olahan dari tahun ke tahun terus meningkat, yang mendorong petani melakukan intensifikasi dalam usahataninya. Di Indonesia tercatat ada 14 Provinsi sentra tanaman kentang antara lain Aceh (Kabupaten Bener Meriah), Sumatera Utara (Kabupaten Simalungun, Karo, Tapanuli Utara), Sumatera Barat (Kabupaten Solok), Bengkulu (Kabupaten Rejang Lebong), Jambi (Kabupaten Merangin, Kerinci), Sulawesi selatan (Kabupaten Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow), Sulawesi Tengah (Kabupaten Poso), Maluku (Kabupaten Buru), Papua (Kabupaten Yahukimo, Pegunungan Bintang), Jawa Barat (Kabupaten Bandung, Garut), Jawa Timur (Kabupaten Pasuruan), Jawa Tengah (Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo, Magelang) dan Bali (Kabupaten Buleleng).
Salah satu diantara langkah intensifikasi yang dilakukan petani ialah melakukan pengendalian hama dan penyakit secara intensif menggunakan pestisida. Praktik tersebut dapat menimbulkan masalah baru, yaiitu munculnya hama dan penyakit yang resisten terhadap pestisida yang digunakan dan bahaya bahan beracun bagi konsumen. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan menerapkan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan suatu konsepsi perlindungan tanaman dengan pendekatan ekologi dan ekonomi. Dengan menerapkan teknologi PHT diharapkan produksi kentang tetap tinggi, petani tetap diuntungkan secara ekonomi, dan residu pestisida pada umbi kentang dan lingkungan dapat dikurangi. Dasar hukum PHT tertera pada Inpres No. 3 / 1986 yang kemudian lebih dimantapkan lagi melalui Undang – Undang No. 12 / 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pendekatan PHT lebih kepada upaya pengelolaan lingkungan yang tidak disukai oleh OPT, tetapi tetap menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Salah satu penyebab rendahnya produktifitas tanaman sayuran di Indonesia adalah penggunaan benih oleh petani. Pada umumnya petani masih menggunakan benih seleksi dari hasil tanaman produksinya yang tidak jelas asal usulnya dan turunannya. Di lain pihak ketahanan terhadap penyakit maupun patogen yang penularannya melalui benih sangat tergantung pada kemurnian varietas dan cara pengelolaan benih. Di lapangan banyak petani yang sudah menanam benih impor, dimana harganya sangat mahal, dan dalam kondisi keuangan yang terbatas petani sudah tidak mampu lagi untuk membeli benih impor sehingga benih impor tersebut ditanam sampai beberapa generasi sebagai bibit lokal. Dalam hal ini petani menggunakan benih generasi ke tujuh sampai ke sepuluh setelah impor.
Ketersediaan benih kentang yang bebas penyakit adalah tahap awal untuk keberhasilan produksi kentang sehingga di dalam program pengembangan kentang, ketersediaan benih bebas patogen mutlak diperlukan. Untuk mengetahui jenis patogen yang terbawa benih perlu disosialisasikan melalui penyebarluasan informasi mengenai penyakit benih dan cara pengelolaannya. Informasi yang diperlukan petani diantaranya jenis penyakit benih, daerah sebaran, gejala serangan, tanaman inang, cara penularan penyakit, lokasi inokulum pada benih serta cara pengelolaannya. Diharapkan dengan tulisan ini, wawasan petugas lapang maupun petani dapat meningkat sehingga keberadaan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dapat diketahui sejak awal budidaya tanaman kentang. Dengan demikian kehilangan hasil akibat infeksi penyakit melalui benih dapat ditekan.
Definisi benih secara botanis adalah hasil dari pembuahan dan pematangan ovule. Benih terdiri dari embrio yang berkembang menjadi bibit setelah perkecambahan, jaringan nutrisi, lapisan pelindung dan testa. Kerap kali juga mengandung struktur lain seperti ovari atau bagian lain dari bunga. Bibit adalah alat perbanyakan tanaman yang berasal dari benih atau dari hasil perbanyakan vegetatif atau klonal. Di dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman istilah benih termasuk bibit.
Benih merupakan salah satu komponen utama dalam sistem produksi pertanian. Saat ini benih telah menjadi komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi karena kualitas benih akan menentukan nilai ekonomi suatu produk pertanian. Kriteria benih bermutu mencakup kriteria mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih (patologis). Mutu genetis menggambarkan sifat – sifat unggul yang diwariskan oleh tanaman induk. Mutu fisiologis menunjukan viabilitas dan vigor benih. Mutu fisik mencakup struktur morfologis, ukuran, berat dan penampakan visual benih. Kesehatan benih menggambarkan status kesehatan benih, yaitu potensi benih sebagai pembawa patogen dan penyakit tanaman.
Benih mempunyai hubungan yang sangat erat dengan perkembangan dan penyebaran suatu penyakit atau patogen, mengingat benih merupakan struktur penyebaran tanaman. Benih telah menjadi komoditas internasional dalam pertukaran atau transaksi plasmanutfah di dunia. Benih mempunyai potensi yang sangat tinggi sebagai sarana penyebaran yang efektif suatu penyakit atau patogen dari suatu tempat ke tempat lain. Kerugian akibat penyakit dan patogen terbawa benih sering terjadi di lapang dan di tempat penyimpanan, diantaranya : 1). Inokulum patogen terbawa benih dapat menurunkan daya berkecambah benih, meningkatkan kematian bibit / tanaman muda berupa pre-emergence atau post – emergence serta meningkatkan perkembangan penyakit (tingkat keparahan penyakit) di lapang yang akhirnya akan menurunkan produksi dalam kuantitas dan kualitas; 2). Benih sebagai pembawa suatu patogen baru atau strain patogen baru ke suatu tempat sehingga akan menimbulkan ledakan suatu penyakit (outbreak) di tempat tersebut; 3). Benih yang terinfeksi atau membawa patogen sering terkontaminasi oleh toksin (seperti mitotoksin) yang dihasilkan patogen tersebut. Toksin tersebut akan mengubah nilai nutrisi benih tersebut.
Berbagai jenis cendawan, bakteir, nematoda dan virus dapat terbawa benih tanaman. Dari hasil – hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui kelompok cendawan merupakan mikroorganisme yang paling dominan berasosiasi dengan benih. Sebagian patogen terbawa benih dapat menimbulkan gangguan tidak saja di pertanaman, tapi juga di tempat penyimpanan. Cendawan merupakan mikroorganisme utama yang sering menimbulkan gangguan di tempat penyimpanan. Kebanyakan patogen terbawa benih menjadi aktif segera setelah benih disebar atau disemai, tetapi sebagian patogen baru menunjukan aktifitasnya yang ditunjukan gejala tertentu setelah tanaman dewasa dan berproduksi. Patogen (lebih tepat disebut inokulum patogen) dapat terbawa benih tanaman dalam 3 cara, yaitu : 1). Patogen terbawa secara internal dan berada di dalam jaringan struktur perbanyakan tanaman seperti biji, dalam hal ini patogen bisa berada di embrio, endosperm atau kulit bijji; 2). Patogen menempel pada permukaan benih; 3). Patogen secara terpisah terbawa biji, dalam hal ini patogen bisa berada dalam sisa tanaman, butiran tanah atau dalam bentuk struktur tertentu.
Sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi risiko akibat gangguan penyakit atau gangguan penyakit atau patogen terbawa benih, maka perlu dilakukan pemeriksaan atau pengujian kesehatan benih yang disimpan ataupun sebelum ditanam. Metode pengujian benih yang digunakan sangat tergantung pada jenis benih dan jenis patogen yang mungkin terbawa benih. Berbagai macam cara pengujian kesehatan benih untuk mendeteksi mikroorganisme atau patogen terbawa benih yang dapat dikelompokan menjadi : 1). Pengamatan secara visual terhadap benih kering; 2). Metode pengujian benih; 3). Metode Inkubasi (metode Inkubasi dengan media kertas (Blotter – test); Metode inkubasi pada media agar; 4). Uji gejala pada Bibit/Kecambah; 5). Uji Serologi (Enzyme – Linked Immunosorbent Assays – ELISA; 6). Uji tanaman indikator; 7). Uji dengan teknologi biomolekuler.
Penyakit utama yang menyerang tanaman kentang saat fase perbenihan adalah penyakit layu bakteri, Potato Virus X (PVX), Potato Virus Y (PVY) dan Nematoda Sista Kuning (NSK). Deskripsi dan strategi pengendalian penyakit utama benih kentang sebagai berikut :
1. Penyakit Layu Bakteri (bacterial wilt) : Ralstonia solanacearum (Smith) Smith, sinonim : Burkholderia solanacearum (Smith) Yabuuchi et. Al., Pseudomonas solanacearum (Smith) Smith.
Bakteri layu atau busuk cokelat merupakan penyakit yang serius dan masalah besar bagi pertanaman kentang di dunia. Penyakit ini juga disebut southern bacterial wilt, solanaceaus wilt, tergantung dari negara terjadinya penyakit.
Sebaran Geografi : terdapat di negara beriklim panas, sedang, sub tropis. Di Indonesia dilaporkan terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Nusa Tenggara barat.
Tanaman Inang : Spesies dari bakteri dikelompokan dalam grub, strain, patovar, biotipe dan ras tetapi belum ada kesepakatan yang berlaku secara umum. Biasanya bakteri ini dikelompokan dalam biotipe dan ras. Spesies terdiri dari 4 biotipe berdasarkan uji laboratorium dalam pemanfaatan disakarida dan alkohol heksosa dan 3 ras berdasarkan kisaran tanaman inang. Bakteri dilaporkan menyerang lebih dari 20 spesies tanaman budidaya dan 33 famili gulma. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomis selain pada tanaman pisang, tomat, kentang, tembakau dan terung. Bakteri dapat bertahan lama dalam tanah.
Gejala Serangan : Daun termuda nampak merunduk. Pada kondisi menguntungkan kelayuan tanaman akan terjadi secara cepat dalam 2 – 3 hari setelah nampak gejala awal (Gambar 1). pada batang tumbuh akar secara berlebihan. Pembuluh batang berwarna kuning atau cokelat gelap. Pada gejala lanjut nampak bercak kebasahan pada permukaan luar batang. Apabila batang dipotong melintang nampak tetesan eksudat berwarna putih kotor atau kekuningan.
Eksudat dapat ditemukan pada mata tunas atau titik ujung stolon umbi, ditandai dengan menempelnya tanah pada bagian – bagian tersebut, juga pada lingkaran vaskuler umbi yang dibelah dan biasanya berwarna lebih gelap (Gambar 2). Gejala layu bakteri dapat dengan mudah dibedakan dengan penyakit layu yang disebabkan oleh cendawan dengan cara merendam potongan batang dalam air. Sel – sel bakteri berwarna putih akan mengalir keluar dari xylem dalam waktu 3 – 5 menit. Bila tanaman terinfeksi berat, air tersebut akan menjadi putih keruh dalam waktu 10 – 15 menit. Gejala pada akar diawali dengan membusuknya perakaran.
Lokasi patogen pada benih : inokulum pada benih diduga sebagai kontaminan. Bakteri tidak terdapat dalam embrio.
Penularan penyakit : melalui benih, tanah, sisa – sisa tanaman sakit dan air yang mengalir.
Uji kesehatan benih : Uji pengamatan gejala pada bibit (seedling symptom test)
Patogen dapat dideteksi dengan adanya gejala dari bibit yang ditumbuhkan dalam kertas yang dibasahi (moist blotter pepper). Patogen kemudian diisolasi dalam media agar Sucrose Peptone Agar (SPA) : 20 gr Sukrosa, 5 gr pepton, ),5 gr K2HPO4, 0,25 gr MgSO4, 7H2O, 12 gr oxoid agar no. 3, 1 liter air destilasi pada pH 7,2 – 7,4. Koloni bakteri pada SPA berwarna putih seperti mutiara, flat, berair, apabila diinkubasi lebih lama akan berbentuk seperti kumparan.
Uji tanam benih pada media agar TTC
Sebanyak 200 – 400 benih (setelah disterilisasi dengan larutan NaOCL selama 3 menit kemudian dibilas dengan air steril, dikering anginkan) ditanam dalam media agar TTC. Jumlah benih per cawan petri sebanyak 25 butir. Koloni bakteri setelah 4 – 5 hari diinkubasi berwarna putih dengan warna merah muda di tengah koloni, koloni nampak kebasahan (Gambar 3). Media TTC/1 liter : glukosa 10gr, pepton 10 gr. Casamino acid (casein hydrolysate) 1,0 mg, agar 18 gr. Setelah di auto clave ditambahkan 1,0 mml larutan 2,3,5 tryphenil tetrazolium chloride 1% (yang telah di autoclave secara terpisah).
Pengendalian Penyakit : perlakuan benih dengan cara disiinfeksi permukaan benih atau pengeringan benih.
2. Potato Virus X (PVX). Potex Virus, flexious rod 515 nm.
Sebaran Geografi : Dilaporkan telah tersebar luas di Amerika Utara. Di Indonesia dilaporkan terdapat di Sumatera dan Jawa.
Tanaman Inang : Kecubung (Datura stramonium) (gejala mosaik), Gomphrena globosa (bercak lokal), tembakau (Nicotiana tabacum) (gejala mottle, mosaik), Solanum sarachoides, tomat.
Penularan Penyakit : secara mekanik / gesekan dan benih.
Gejala Serangan : PVX dikenal sebagai virus laten kentang, gejala mottle atau mosaik laten (mild mosaic) (Gambar 4) Setelah infeksi pada musim pertama virus tidak menunjukan gejala pada hampir semua kultivar. Virus dapat terbawa benih tanpa disertai gejala pada benih. Pada beberapa strain dapat menunjukan gejala mosaik. Bisa terjadi kombinasi serangan antara virus PVY dan PVX. Pada strain tertentu dapat menyebabkan gejala nekrotik pada daun dan umbi, dan dapat mematikan tanaman. Gejala nampak samar – samar apabila suhu > 800F.
Uji Kesehatan Benih : Metode serologi ELISA.
3. Potato Virus Y (PVY), Poty Virus, flexious rod 730 nm.
Sebaran Geografi : Dilaporkan terdapat di Kanada, Amerika Utara dan Mesir. Di Indonesia dilaporkan terdapat di Sumatera dan Jawa.
Tanaman Inang : Kentang hibrida A6 (bercak lokal bulat), tembakau (N. Tabacum) (vein celaring, mottle, strain nekrotik : nekrotik veinal), kecubung (D. stramonium), Chenopodium amaranticolor (bercak lokal), Solanum nigrum var. Judacium, tomat, cabai.
Gejala Serangan : PVY menyebabkan gejala mosaik, patah daun (leaf drop streak) dan vein banding mosaic. Gejala umumnya dimulai dari permukaan daun yang tidak rata (rugosity), mengelompok, daun berhimpit, margin anak daun mengarah ke bawah, kerdil, tulang daun nekrosis, terdapat titik – titik mati pada permukaan daun) necrotic spotting) dan batang mengecil (Gambar 5). Kultivar yang kurang peka terhadap PVY tetap tumbuh baik meskipun menunjukan gejala mosaik lemah (Gambar 6) atau gejalanya tidak kelihatan (symptomless). Terdapat tiga strain virus yaitu strain O (PVYo) terdapat di seluruh dunia, strain N (PVYn) menimbulkan gejala tembakau veinal necrosis terdapat di bagian timur Kanada, dan strain C (PVYn) belum terdapat di Amerika Utara.
Penularan Penyakit : terdapat paling tidak 30 spesies kutu Aphid (green peach Aphid) dapat menularkan penyakit disamping gesekan daun, luka dan benih / umbi.
Uji kesehatan benih : Metode serologi ELISA
4. Nematoda Sista Kuning (NSK / golden cyst nematode) : Globodera rostochiensis
Sebaran Geografi : dilaporkan daerah penyebarannya adalah negara – negara di Eropa, Afrika, Asia, (Asia Tenggara tercatat di Indonesia, Filipina dan Malaysia) serta New Zealand.
Tanaman Inang : Tanaman komersial yang termasuk Solanaceae antara lain kentang (Solanum tuberosum), terung (S. melongena), tomat (Lycopersicon esculentum), Tanaman inang lainnya yaitu S. dulcamara (bitter nightshade), s. rostratum (buffalo bur), S. triforum (cutleaf nightshade) S. elaeagnifolium (silverleaf nightshade), S. blodgettii, S. xanti (purple nightshade), S. integrifolium (tomato eggplant) dan kecubung (Datura stramonium).
Gejala Serangan : gejala yang terlihat di atas permukaan tanah hanya terjadi jika di dalam tanah terdapat jumlah NSK yang cukup besar. Infestasi NSK yang berat menyebabkan tanaman layu. Dan pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil, serta perkembangan akar terhambat. Tanaman menguning dan kering tidak merata di seluruh areal pertanaman kentang (Gambar 7). Bila tanaman dicabut secara perlahan, nematoda betina yang berbentuk bulat, berwarna putih, kuning, atau keemasan masih menempel berderet pada akar dan dapat dilihat tanpa menggunakan alat bantu lensa pembesar. Warna induk nematoda tersebut secara berangsur – angsur berubah cokelat dan menjadi sista, berisi kumpulan telur dan dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun. Sista dapat juga tersebar di tanah sekitar perakaran (Gambar 8).
Penularan Penyakit : melalui sisa – sisa bahan tanaman, tanah dan benih.
Lokasi sista nematoda pada benih : Sista nematoda Globodera rostochiensis terdapat pada tanah yang menempel di permukaan benih.
Artikel lengkap dapat didowndolad di sini