Siapa yang tak kenal si kecil merah pedas ini. Dari pecinta pedas sampai koki hotel berbintang sangat familiar dengannya. Tak dipungkiri keberadaannya dibutuhkan jajaran menu kuliner nusantara.
Di Lombok Barat, rawit merah ini juga menjadi primadona. Tidak hanya mengisi pasar tradisional, kargo pesawat dari NTB tujuan Batam pun terisi oleh rawit merah.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikuktura, I Nengah Sukanda menuturkan, “Setahun ada luasan sekitar 400 hektare dan terus bertambah seiiring meningkatnya permintaan. Biasanya didistribusikan ke Bali, Sulawesi, Tangerang dan Batam. Permintaan Batam akan rawit selalu tinggi. Rawit merah Lombok Barat tahan lama dan renyah apalagi yang ditanam di wilayah Sekotong. Tanamnya di bawah tegakan pohon kelapa sekitaran pantai. Mungkin itu yang menjadikan beda. Petani sudah kami ajarkan pola tanam, jadi permintaan pasar tetap terpenuhi.”
Agus, salah satu pengepul cabai turut mengamini, omzet yang diterima setiap harinya tinggi, “Setiap hari 1 ton kita setor ke pedagang antar pulau. Bahkan kalau panen raya sampai 2 ton sehari. Omzetnya bisa Rp 50 – 60 juta sekali kirim ke Batam. Alhamdulillah setiap hari ada panenan rawit merah di sini.”
Arsi seorang koreografer tari asal Depok yang hobi memasak juga menyukai rawit merah asal Lombok Barat ini. “Kalo buat penggemar pedas cocok mas, selain itu bisa disimpan lama. Rawit Lombok Barat gak gampang layu. Teksturnya krispi.”
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Moh Ismail Wahab, saat dihubungi menerangkan bahwa NTB salah satu sentra aneka cabai nasional yang terus berkembang. Cabai asal provinsi ini banyak diminati konsumen karena tidak mudah rusak.
“Kontribusinya besar, sekitar 180 ribu ton aneka cabai dihasilkan di NTB tiap tahunnya. Distribusinya juga bagus, bahkan sampai wilayah barat Indonesia menggunakan kargo pesawat. Tahun 2019 ini NTB kita support pengembangan kawasan aneka cabai sampai 580 hektare,” jelas Ismail.
Editor : Desy