Cabai merah (Capsicum annum, L) salah satu komoditas hortikultura bernilai ekonomis tinggi. Hampir semua rumah tangga mengkonsumsi cabai sebagai pelengkap hidangan sehari-hari. Selain itu, kebutuhan cabai semakin meningkat, baik untuk memenuhi pasar dalam negeri maupun untuk luar negeri. Konsumsi cabai rata-rata masyarakat Indonesia sebesar 4,6 kg per kapita per tahun. Cabai merah kaya akan gizi, mengandung vitamin C dan betakaroten yang merupakan provitamin A. Jumlah kandungan vitamin C pada cabai mengalahkan buah-buahan segar seperti mangga, nanas, papaya atau semangka.
Senyawa kapsaisin yang terkandung dalam cabai berkhasiat sebagai penambah nafsu makan dan obat pengurang rasa sakit. Bahkan beberapa literatur menyebutkan, kapsaisin bersifat anti koagulan, mencegah serangan stroke dan jantung koroner serta dapat juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan parem kocok.
Harga cabai berfluktuatif dan mengikuti permintaan pasar. Sebagai contoh misalnya, pada hari raya harga cabai cenderung mahal, sementara pada panen raya, harga menjadi sangat murah. Sebagai bahan pangan yang mudah rusak, cabai tidak tahan disimpan dalam bentuk segar. Mengantisipasi hal tersebut, cabai segar bisa diolah menjadi cabai kering, cabai bubuk dan pasta cabai. Produk olahan ini tentunya memberikan nilai tambah yang besar.
Animo kalangan ibu rumah tangga melakukan wirausaha produk olahan cukup tinggi. Fenomena tersebut tampak dari besarnya jumlah kaum ibu yang mengikuti bimbingan teknis pengolahan hortikultura, baik untuk skala usaha besar maupun keperluan rumah tangga.
Gambaran demikian tampak pada pelatihan kelompok wanita tani (KWT) Arango di Desa Arabika, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, Propinsi Sulawesi Selatan. Desa Arabika ini merupakan salah satu sentra cabai. Harga cabai di daerah ini pernah menyentuh Rp 60 ribu per kg dan terendah Rp 3 ribu per kg.
“Iya karena harganya naik turun itulah, kami mengolah cabai menjadi saus cabai, cabai kering dan sambal. Meskipun pemasarannya baru di tingkat lokal namun sangat berpotensi untuk lebih dikembangkanm,” ujar ketua KWT Arango, Suarni.
Bantuan sarana pengolahan yang diterima KWT ini adalah mesin penepung cabai kering berkapasitas 15 kg, blender berkapasitas 1.5 liter, panci, timbangan digital, kompor, wajan besar, meja produksi, lemari display serta mesin penutup botol untuk packaging. Edukasi teknologi tepat guna secara sederhana berpotensi dalam pengembangan dan peluang usaha di pedesaan. Strategi kemasan juga penting karena salah satu komponen penting dalam pemasaran.
“Bantuan tersebut sangat membantu pengolahan cabai. Dengan harga per botolnya Rp 20 ribu dirasa menguntungkan dan membantu memberikan nilai tambah saat harga cabai jatuh. Cara mengolah cabai menjadi beberapa macam diversifikasi olahan merupakan peluang usaha yang paling baik,” ujar Suarni semangat.
Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Sinjai, Kamarudin menyampaikan, “Bimtek pengolahan cabai ini sangat membantu membuka wawasan bagi anggota KWT Arango ini. Diharapkan selalu muncul aneka inovasi yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar.”
Sementara itu Kasi Pasca Panen dan Pengolahan Hasil dari Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan Musykerinawati menyampaikan “Wanita tani harus mampu memproduksi sesuai dengan tren kebutuhan pasar. Apalagi, produksi olahan memiliki peluang pasar yang bagus dikaitkan kondisi pasar dan konsumen di masa kini. Kesempatan ini sekaligus memotivasi agar usaha pengolahan bisa memberikan nilai tambah sekaligus memunculkan lapangan usaha baru,” ujar Musykerinawati.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik berharap bantuan fasilitasi sarana pengolahan dapat meningkatkan nilai tambah dan saya saing cabai terutama saat harga jatuh.
“Penerima bantuan harus dapat kreatif dan inovatif sehingga bentuk olahan baik mutu, jenis dan kemasannya dapat bersaing dengan produk lain. Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri,” ujar Yasid.
Sebagai informasi, jumlah bantuan fasilitasi sarana pengolahan hortikiltura pada 2019 untuk komoditas cabai 78 unit, bawang 18 unit, sarana pengolahan hortikultura lainnya 52 unit dengan total 144 unit. Bantuan alat tersebut bervariatif dan optional mulai dari alat pengering, alat penggiling, wajan, timbangan, spinner dan beberapa item lainnya.