Kupang (8/7)- Pagi itu kami bersiap menuju Pelabuhan Tenau. Dengan ditemani teman-teman dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kupang, kami menyusuri selat dengan menggunakan perahu boat menuju Pulau Semau. Sebuah pulau terpencil di wilayah Kabupaten Kupang – Nusa Tenggara Timur.
Sekilas tak ada yang spesial dari Pulau kecil ini. Wilayah daratan seluas 143.42 km2 ini tampak tandus, kering dan berdebu. Infrastruktur pun masih minim dan jauh dari kesan memadai. Berdasarkan data pemerintah Kabupaten Kupang tahun 2008, jumlah penduduk di Pulau ini mencapai 8.097 jiwa, terbagi dalam 2 kecamatan. Kecamatan Semau / Semau Utara dan Semau Selatan. Kecamatan Semau atau yang lebih dikenal Semau Utara terdiri dari 8 desa terdiri dari Desa Batuinan, Desa Bokonusan, Desa Hansisi, Desa Huilelot, Desa Letabun, Desa Otan, Desa Uiasa, dan Desa Uitao. Sementara di Semau Selatan terdiri dari 6 desa terdiri dari Desa Onansila, Desa Uitiuhana, Desa Akle, Desa Uitiuhtuan, Desa Naikean dan Desa Uiboa.
Meskipun penduduk di sini banyak bermatapencaharian sebagai nelayan, namun tidak menampik kenyataan bahwa pulau ini menyimpan potensi pertanian khususnya hortikultura. Meski terkesan gersang, namun kultur tanah di sini sangat cocok dikembangkan untuk bawang merah. Bahkan beberapa di antaranya sudah megembangkan bawang merah secara turun-menurun dari kakek moyang mereka.
Semangat untuk mengembangkan bawang merah di Nusa Tenggara Timur ini didukung penuh oleh pemerintah setempat. Diharapkan dengan adanya pengembangan bawang merah ini dapat mencukupi kebutuhan di NTT sendiri.
“Tetapi jangan lupa, prinsip kedaulatan pangan itu produksi di tempat. Bisa memenuhi kebutuhan setempat, tetapi sporadis itu perlu, apalagi bawang dan cabai,” jelas Yohanes Tay, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan propinsi Nusa Tenggara Timur
Dengan melihat potensi bawang merah di Kupang, Nusa Tenggara Timur ini khususnya di Pulau Semau, hal ini menjadi keyakinan tersendiri bagi pemerintah. “Di NTT banyak titik yang petani percaya hanya mampu mengembangakan persawahan. Tapi sekarang kita sudah mampu produksi bawang”, lanjut Yohanes Tay.
Ke depan NTT akan melakukan budidaya besar-besaran bawang merah sebagai tujuan terciptanya kawasan bawang. “Tahun depan kita menargetkan 1000 hektar lahan bawang merah. Dengan menggelontorkan 1200 ton benih bawang. Mudah-mudahan Pulau Semau ke depan bisa dijadikan kawasan bawang merah”, jelas Lucky F. Koli, Kepala Bidang Produksi Hortikultura.
Harga bawang merah hingga ulasan ini diturunkan berkisar Rp 30 ribu – Rp 40 ribu di beberapa pasar di Kupang. Sementara harga di petani berkisar antara Rp 10 ribu – Rp 15 ribu. Disparitas harga ini memang kompetitif di sana lantaran pengaruh beban ongkos, ketersediaan bawang dan tarik menarik harga dengan pengumpul bawang merah. Hal ini memicu petani untuk menyimpan bawangnya agar dijadikan benih untuk jadwal tanam berikutnya. Dengan dukungan dinas setempat, petani yang sudah memenuhi syarat tertentu, didorong untuk menjadi penangkar benih bawang merah.
Selain bawang merah, Pulau Semau juga cocok untuk pengembangan semangka, jagung, mangga dan cabai. Kelima komoditas hortikultura ini juga cocok dikembangkan di sini. Sehingga diharapkan ke depan menjadi harapan baru bagi para petani di wilayah Semau ini. (Dsy)
Penulis: Desy Puspitasari (Pranata Humas)