Budidaya bawang merah mempunyai prospek usaha menguntungkan dan bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu banyak petani di Kabupaten Banyuwangi yang tertarik untuk membudidayakan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan luas panen bawang merah dari tahun ke tahun. Pada 2015 hanya seluas 122 hektare, lalu pada 2016 meningkat seluas 314 hektare atau naik 257.38 persen. Angka ini makin meningkat pada 2018 yakni mencapai 322 hektare.
Pada 2019, Kabupaten Banyuwangi mendapat alokasi anggaran APBN untuk pengembangan bawang merah seluas 22 hektare. Ketua Kelompok Tani Semangat Lestari Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Agus Sugianto bersama anggotanya mendapat alokasi pengembangan seluas 5 hektare. Selain mengembangkan bawang merah, di atas lahan seluas 15 hektare juga mengembangkan budidaya komoditas hortikultura lainya, antara lain semangka dan melon.
KT Semangat Lestari ini sudah mulai menerapkan budidaya ramah lingkungan secara swadaya pada pertanaman bawang merah varietas Tajuk. Dengan berbekal dari pengetahuan yang diperoleh secara otodidak, mereka mengaplikasikan trichoderma yang dibeli secara swadaya.
“Pada saat tanaman bawang merah berumur 15 hari dengan tinggi tanaman sekitar 15 cm, lahan bawang merah ditaburi dengan trichoderma. Pemberian trichoderma ini dimaksudkan untuk mengendalikan penyakit moler atau Layu Fusarium. ulat bawang juga termasuk kendala dalam pengamanan produksi walaupun serangannya masih kategori ringan,” ujar Agus.
Lebih lanjut, Kepala Seksi Teknologi PHT Sayuran dan Tanaman Obat, Aneng Hermami saat kunjungan lapang memberi penjelasan bahwa Trichoderma merupakan fungisida hayati yang bermanfaat dalam mengendalikan jamur patogen.
“Sebagai agens hayati, trichoderma dapat menjaga sistem ketahanan tanaman seperti serangan cendawan patogen. Penggunaan trichoderma sebagai agen antagonis merupakan salah satu alternatif pengendalian OPT yang aman dan ramah lingkungan,” jelas Aneng.
Diakui Agus bahwa dengan menerapkan budidaya ramah lingkungan, produksi bawang merah yang diusahakannya menjadi meningkat, disamping itu dapat mengurangi biaya penggunaan pestisida kimia. “Produktivitas bawang merah bisa mencapai 12-13 ton per hektare, dengan catatan ditanam pada Mei – Nopember karena pada bulan tersebut berhembus angin timur. Sedangkan di luar bulan tersebut produktivitas hanya sekitar 10 -11 ton per hektare”, lanjut Agus.
Staf Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, Ari Suciati menambahkan bahwa untuk meningkatkan penerapan budidaya bawang merah ramah lingkungan, perlu diadakan pelatihan perbanyakan agens hayati dan pestisida nabati secara swadaya.
Pada saat kunjungan, Direktorat Perlindungan Hortikultura juga memberi perangkap likat kuning dan feromon sex yang dapat mengendalikan ulat bawang. Dengan adanya bantuan bahan pengendalian tersebut diharapkan dapat mengurangi serangan ulat bawang dan mengurangi penggunaan pestisida kimia.
“Bantuan tersebut hanya sebagai stimulan saja agar petani dapat beralih bahan kimia menuju budidaya ramah lingkungan dengan mengaplikasikan agens hayati dan pestisida nabati,” ujar Aneng.
Secara terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menginstruksikan jajaran Kementerian Pertanian guna mengawal budidaya ramah lingkungan ini.
“UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit/Laboratorium Agens Hayati diharapkan dapat lebih intensif mensosialisasikan pengendalian OPT ramah lingkungan. Petani perlu diarahkan untuk menggunakan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan dan menyebarluaskannya, sehingga penerapan di Kabupaten Banyuwangi lebih meningkat,” papar wanita yang biasa dipanggil Yanti ini.