*Rilis Kementan, 14 September 2019*
831/R-KEMENTAN/09/2019
Jakarta – Perang dagang antara China dan Amerika membuat beberapa negara kesulitan untuk mengembangkan investasi, salah satunya Indonesia. Atas arahan Presiden Republik Indonesia untuk percepatan investasi pertanian, Ditjen Hortikultura mengadakan rapat koordinasi guna menggali permasalahan atau hambatan dalam investasi dan ekspor pertanian. Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Deputi Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Pelayanan Penaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal serta 200 pelaku usaha.
Dalam kesempatan ini Deputi Bidang Agribisnis, Kemenko Perekonomian, Yuli Sri Wiranti menerangkan pertanian berpotensi tinggi untuk ekspor. Nilai Tukar Petani (NTP) komoditas hortikultura paling tinggi, yakni tinggi di atas 100 persen. PDB hortikultura berada di urutan ke 2 setelah perkebunan.
“Saat ini ekspor dan investasi di bidang hortikultura menjadi prioritas. Berbicara defisit neraca perekonomian Indonesia solusinya adalah investasi atau melalui eskpor. Hal paling mendasar untuk dilakukan adalah melakukan mapping negara mana saja yang memiliki minat terhadap produk hortikultura Indonesia. Dengan demikian aspek hulu ke hilir harus melibatkan semua stakeholder,” ujar Yuli.
Yuli menyatakan tanggung jawab ini tidak hanya berada di bawah Kementerian Pertanian atau Kementerian Perekonomian saja. Meskipun demikian Kemenko akan mengkoordinasikan 10 kementerian teknis guna sama-sama membuat program yang sama dalam hal mendorong ekspor.
“Dengan adanya grand design yang sedang digarap Kementerian Pertanian, perlu digarap mana komoditas yang masuk sektor lokal atau pasar ekspor. Petani akan dikoordinir, tidak lagi menggarap sendiri komoditas ekspornya karena itu akan menyulitkan. Bicara ekspor maka berbicara efisiensi skala besar. Arahan Pak Presiden sudah jelas, yakin mendorong ekspor. Ini tentunya semua bersama- sama akan bergandengan tangan mencari solusi terkait,” tambah Yuli.
Beberapa hal yang paling dikeluhkan pelaku usaha terkait besarnya biaya transportasi, utamanya bea kargo. Selain itu juga permasalahan fungsi lahan di mana para petani Indonesia umumnya masih banyak yang belum memiliki lahan sendiri. Yuli kembali menekankan ini akan terus dibahas.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik menyampaikan bahwa sistem perijinan terpadu melalui Online Single Submission (OSS), pengembangan investasi terintegrasi, pengembangan pendidikan atau pelatihan vokasi investasi, fasilitas kemudahan investasi terus didorong untuk mengembangkan iklim investasi yang baik.”
Ricky Kusmayadi dari Direktorat Deregulasi Penanaman Modal BKPM menyatakan bahwa produk hortikultura secara kualitas sudah baik.
“Untuk masalah investasi, kami akan duduk bareng-bareng dengan Kementerian Pertanian, Kemenko dan kementerian terkait untuk mereview besaran minimum investasi,” ujar Ricky.
Ricky mengingatkan Kementerian Pertanian perlu membuat road map arah pengembangan hortikultura. Contohnya buah – buahan, masing – masing komoditas perlu membuat klaster-klaster tertentu secara seragam sehingga dapat diketahui hitungan biaya transportasinya.
Kebijakan BKPM, setiap investasi izin usaha benih diupayakan untuk ijin usaha budidaya terlebih dahulu. Selanjutnya untuk sertifikasi kompetensi dan mutu dapat diperoleh dan dilanjutkan dengan izin usaha produksi benih.
Lahan pertanian termasuk hortikultura merupakan kategori lahan Areal Pengunaan Lain (APL). APL diperuntukkan antara lain pertanian, perumahan, perikanan, pariwisata, perdagangan, perkantoran dan lain-lain. Izin usaha agrowisata hortikultura belum ada aturan turunan tentang persyaratan dan kewajiban yang harus dipenuhi untuk izin usahanya. Padahal KBLI nya masuk kesektor pertanian bukan pariwisata.
Regulasi Kemitraan Hortikultura belum tertuang secara rinci aturan main dan kewajiban didalam regulasinya, baik pelaku usaha/ petani/ pembina di daerah. Pelaku usaha kesulitan untuk memahami dan menjamin kemitraan. Penambahan luasan lahan lebih tidak efisien dibandingkan dengan kemitraan oleh petani apabila permintaan produk cukup tinggi.
Salah satu eksportir, Muhammad Iqbal menyebutkan bahwa kendala perdagangan hortikultura ke luar negeri adalah terkait pasokan. Pasar Eropa tertarik dengan buah dan sayuran lokal, akan tetapi dirinya masih kesulitan memenuhi permintaan yang ada.
“Kami adalah eksportir 80 jenis hortikultura terdiri dari sayuran dan buah-buahan. Permintaan pasar Inggris ke kami adalah 2000 kg per hari, kenyataanya kami hanya sanggup 500 kg per minggu,” ujarnya.
Dirinya menyampaikan bahwa selama ini Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia (KBHI) cukup membantu membantu menghubungkan ke petani dan pelaku usaha lokal. Ke depan dia berharap hal ini akan diseriusi pemerintah.
Ketua KBHI Ilud Maulud yang sekaligus pengusaha hortikultura menyatakan bahwa untuk membenahi iklim investasi butuh kerja sama seluruh stakeholder. Permasalahan lahan yang selama ini menjadi kendala para petani perlu komitmen bersama. Lahan PTPN yang selama ini menjadi harapan, kadang terkendala apabila masa perpanjangan waktu tiba.
“Berbicara masalah ekspor tidak hanya soal kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Harus ada unsur kreativitas. Ini harus bikin tim sebelasan. Semua menteri harus jadi satu dan Presidenlah ketua timnya,” kata Ilud.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, mengharapkan hasil koordinasi ini mampu mengidentifikasi permasalahan investasi hortikultura.
“Target Grand Design Hortikultura 2020 – 2024 adalah pengembangan buah dan sayuran dalam skala luasan besar. Dalam satu kawasan akan lahir satu jenis varietas seragam, (One Village, One Variety). Dengan demikian dilakukan pengawalan benih, OPT dan kawasan yang melibatkan Bupati dan Pemda setempat,” jelas Anton.