Rilis Kementan, 10 Oktober 2019
955/R-KEMENTAN/10/2019
Jakarta – Peneliti Pusat Kajian Hortikultura Tropika Kementerian Pertanian (Kementan), Prof Sobir mengajak para ekonom Indonesia untuk terlibat langsung pada setiap proses penetapan tarif harga dagang internasional. Pasalnya, Indonesia sendiri memiliki produk ekspor unggulan seperti komoditas buah, sayur, tanaman hias dan biofarmaka.
“Ini merupakan tugas bersama untuk semua pemangku kepentingan ekonomi nasional. Apalagi nilai ekspor kita untuk tahun 2018 mengalami kenaikan yang cukup signifikan,” ujar Sobir, Kamis (10/10).
Menurut dia, persaingan dagang internasional banyak ditentukan oleh keunggulan produk yang dihasilkan setiap negara. Karena itu, penerapan hambatan tarif sangat rentan digugat oleh WTO. Faktor ini yang membuat setiap negara harus memperkuat perlindungan harga dengan berbagai cara.
“Perlindungan tersebut dilakukan melalui Techical Barrier to Trade/TBT. Salah satu bentuk yang makin banyak diterapkan adalah NTMs (Non Tariff Measures). Aturan ini mengatur prosedur ekspor dan menyusun peraturan teknis serta penilaian kesesuaian,” katanya.
Asal tau saja, berdasarkan data BPS tahun 2018 menunjukan kinerja volume ekspor hortikultura mencapai 435.326 ton. Angka tersebut naik 10,36 persen jika dibanding tahun 2017 yang hanya sebesar 394 ribu ton. Sedangkan ekspor untuk jenis sayuran, buah dan bunga mengalami peningkatan 11,92 persen atau lebih dari Rp 6 triliun dengan negara tujuan 113 negara.
Secara rinci, volume ekspor hortikultura pada komoditas sayuran mencapai 89.944 ton, buah-buahan sebanyak 317.762 ton, biofarmaka 22.945 ton dan tanaman hias mencapai 4.675 ton.
Asal tau saja, Non Tariff Measures (NTMs) adalah tindakan non tarif yang berdampak pada arus perdagangan dunia. Aturan ini memiliki tiga kategori penting yang harus dipahami bersama. Ketiga kategori itu diantaranya kuota larangan impor dan perizinan impor. Kategori kedua adalah soal ekspor yang mencakup pajak, subsidi ekspor dan pembatasan ekspor secara sukarela.
“Kategori ketiga yaitu NTMs yang dikenakan secara internal di dalam suatu negara meliputi tenaga kerja, standar kesehatan lingkungan, regulasi teknis, pajak-pajak internal atau subsidi domestik,” katanya.
Sementara itu, Direktur International Trade and Analysis Policy Studies (ITAPS) Fakultas Ekonomi dan Management Institut Pertanian Bogor (IPB), Widyastutik menyatakan bahwa kriteria NTMs meliputi standar sanitasi dan phytosanitary (SPS).
“Sejauh ini, hambatan teknis bagi perdagangan dan inspeksi pra pengiriman meliputi tindakan pengendalian harga dan kuantitas, tindakan ancaman seperti anti dumping dan tindakan keuangan serta investasi terkait perdagangan,” katanya.
Meski begitu, Widyastutik menyatakan bahwa penyusunan NTMs memerlukan kesiapan SDM dan laboratorium uji yang sesuai dengan standar internasional. Dari keseluruhan klasifikasi yang ada, SPS dan TBS relatif lebih sering diterapkan dibandingkan dengan klasifikasi NTMs lainnya.
“Sedangkan NTMs yang berkaitan dengan SPS mengatur persyaratan higinitas produk hortikultura, pengemasan, pelabelan dan toleransi terhadap limit residu. Adapun untuk TBT diantaranya berupa persyaratan sertifikasi, registrasi produk dan persyaratan inspeksi,” katanya.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Kementan, Yasid Taufik mengatakan bahwa hambatan non tarif yang msuk dalam sistem NTMs merupakan bentuk perlindungan pada produsen domestik serta pengendalian mutu dan persyaratan teknis dalam menghadapi persaingan impor dengan produk asing.
“Saya kira NTMs perlu mendapat perhatian khusus karena dapat menjadi hambatan utama dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, kita perlu melindungi produk-produk hortikultura dalam negeri dengan cara meningkatkan kualitas produk dan melindungi hak konsumen. Tentunya perlu dirumuskan komoditas strategis apa yang perlu disusun NTMs-nya dan institusi yang akan bertanggung jawab di dalamnya,” katanya.
Yasid menambahkan, penerapan NTMs dilakukan untuk melindungi para pelaku usaha hortikultura dan masyarakat sebagai konsumen. Dengan demikian, pembahasan perlindungan ini perlu ditindaklanjuti dengan menggelar berbagai pertemuan berikutnya.
“Tentu kita berharap para pelaku usaha dan produsen lokal bisa terlindungi. Begitu juga dengan persaingan impor, kesehatan masyarakat dan keamanan lingkungan. Mekanisme lebih lanjut tentang NTMs komoditas hortikultura serta instusi yang terlibat didalamnya akan menjadi pembahasan pada pertemuan selanjutnya,” tukasnya.