Oleh : Henni Kristina Tarigan, SP, ME
Jakarta – Persaingan dalam pasar perdagangan internasional sangat ditentukan pada potensi yang dimiliki dan keunggulan produk yang dihasilkan. Indonesia, telah mengekspor beberapa komoditas hortikultura ke pasar dunia antara lain komoditas buah (pisang, salak, nanas, mangga, jeruk, manggis dan durian), komoditas sayuran (cabe, bawang merah, selada, tomat), komoditas biofarmaka (kunyit, jahe, kapulaga) dan tanaman hias (mawar, krisan, bunga lili dan anggrek).
Berdasarkan data BPS Tahun 2018, volume ekspor hortikultura Indonesia untuk komoditas sayuran (89.944 ton), buah-buahan (317.762 ton), biofarmaka (22.945 ton) dan tanaman hias (4.675 ton). Namun, berdasarkan data BPS tahun 2018, terdapat beberapa komoditas hortikultura juga diimpor antara lain buah pir (186.522,305 ton), apel (164.556, 944 ton), anggur (105.098,134 ton), anggur (105.098,134 ton), jeruk (95.962,092 ton), lengkeng (61.817,736 ton), bawang putih (587.942,451 ton), bawang bombay (126.011,391 ton) dan kentang (115.517,154 ton).
Kebijakan non tarif atau Non Tariff Measures (NTMs) merupakan bentuk kebijakan perdagangan internasional yang telah diterapkan oleh negara-negara terkait standar mutu dan persyaratan yang berkaitan dengan aspek kesehatan (sanitary). Non Tariff Measures (NTMs) adalah sejumlah tindakan non tarif yang berdampak pada arus perdagangan. NTMs terdiri dari tiga kategori yaitu kategori pertama yaitu NTMs yang dikenakan pada impor yang mencakup kuota, larangan impor, perizinan impor, prosedur penilaian kesesuaian, dan administrasi biaya. Kategori kedua yakni NTMs yang dikenakan pada ekspor yang mencakup pajak ekspor, subsidi ekspor, kuota ekspor, larangan ekspor, dan pembatasan ekspor secara sukarela. Kategori ketiga yaitu NTMs yang dikenakan secara internal di dalam suatu negara yang meliputi tenaga kerja, standar kesehatan lingkungan, regulasi teknis, pajak-pajak internal, atau subsidi domestik.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman NTMs komoditas hortikultura, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Ditjen Hortikultura telah melaksanakan pertemuan yang dihadiri Direktur International Trade Analysis and Policy Studies FEM IPB (Dr. Widyastutik, SE, M.Si), Peneliti Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB (Prof. Dr. Sobir), perwakilan Direktorat Sistem Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian, Badan Standardisasi Nasional, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Karantina Pertanian (Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati dan Pusat Kepatuhan, Kerjasama dan Informasi Perkarantinaan), Sekretariat Direktorat Jenderal Hortikultura (Subbagian Layanan Rekomendasi), Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Perbenihan Hortikultura serta Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Ir. Yasid Taufik menyatakan bahwa hambatan non tarif adalah bentuk perlindungan pada produsen domestik, bentuk pengendalian mutu, dan persyaratan teknis dalam menghadapi persaingan impor dengan produk asing.
“NTMs perlu mendapat perhatian khusus karena dapat menjadi hambatan utama dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, kita perlu melindungi produk-produk hortikultura dalam negeri, meningkatkan kualitas produk, dan melindungi hak konsumen. Tentunya perlu dirumuskan komoditas strategis apa yang perlu disusun NTMs-nya dan institusi yang akan bertanggung jawab di dalamnya”, ujar Yasid Taufik.
Foto. Sambutan dari Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura
Peneliti dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Prof. Sobir, juga mengungkapkan bahwa dalam era pasar bebas, setiap negara tetap berusaha melindungi kepentingan ekonomi domestiknya. “Oleh penerapan hambatan tarif makin rentan digugat di WTO, maka saat ini perlindungan tersebut dilakukan melalui hambatan teknis bagi perdagangan (Techical Barrier to Trade/TBT). Salah satu bentuk yang makin banyak diterapkan adalah NTMs, selain aturan prosedur eksport. Untuk menyusun NTMs, maka standar nasional, peraturan teknis, dan penilaian kesesuaian kita harus dipersiapkan dengan baik , agar dapat diakui sebagai instrument NTMs, dan itu merupakan tugas bersama semua pemangku kepentingan ekonomi nasional,”ungkap Sobir.
Senada dengan itu, Direktur International Trade and Analysis Policy Studies (ITAPS) Fakultas Ekonomi dan Management IPB, Dr. Widyastutik, SE, M.Si, menyatakan kriteria NTMs secara luas meliputi standar sanitasi dan phytosanitary (SPS), hambatan teknis bagi perdagangan (Techical Barrier to Trade/TBT) dan inspeksi pra pengiriman, tindakan pengendalian harga dan kuantitas, tindakan ancaman (misalnya anti dumping dan perlindungan) dan tindakan keuangan serta investasi terkait perdagangan. Dari keseluruhan klasifikasi NTMs tersebut, SPS dan TBS relatif lebih sering diterapkan dibandingkan dengan klasifikasi NTMs lainnya. NTMs terkait dengan SPS diantaranya persyaratan higienis produk hortikultura, pengemasan, pelabelan, dan toleransi terhadap limit residu. Sedangkan TBT diantaranya berupa persyaratan sertifikasi, registrasi produk dan persyaratan inspeksi,” ujar Widyastutik.
Menambahkan pernyataan Prof. Sobir, Dr. Widyastutik, SE, M.Si menyatakan bahwa dalam penyusunan NTMs diperlukan kesiapan SDM dan laboratorium uji yang mampu melakukan uji sesuai dengan standar internasional.
“Harapannya, dengan adanya NTMs komoditas hortikultura, dapat melindungi para pelaku usaha dan produsen lokal dari persaingan impor, melindungi kesehatan masyarakat, keamanan dan lingkungan. Mekanisme lebih lanjut tentang NTMs komoditas hortikultura serta instusi apa saja yang terlibat di dalamnya, akan menjadi pembahasan pada pertemuan selanjutnya,”pungkas Yasid Taufik.
Foto. Presentasi dari Prof. Sobir (PKHT IPB)