Beberapa produk hortikultura seperti, buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan produk yang tergolong perishable (mudah rusak). Patogen merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit pascapanen, dan berakibat rusaknya produk dan menimbulkan kerugian secara ekonomi karena produk tersebut tidak dapat dipasarkan. Jenis kerugian yang ditimbulkan beragam yaitu dapat berupa kerugian kuantitas dan kualitas (Nugraheni, 2014).
Penanganan pasca panen produk hortikultura adalah hal sangat penting dilakukan mengingat bahan ini cepat rusak dalam waktu relatif singkat. Satu hal yang layak diusulkan adalah penggunaan sistem penyimpanan terintegrasi dimana dipadukan pendinginan terkontrol dengan transportasi (moveable storage) sehingga komoditas cepat sampai konsumen dalam eadaan masih segar. Berbagai penelitian telah merekumendasikan berbagai cara penerapan pasca panen hortikultura yang walaupun cukup efektif namun tetap saja tidak berhasil secara optimal mencegah kerusakan komoditi dalam waktu penyimpanan yang panjang. Hal tersebut disebabkan banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap kualitas komoditas tersebut. Usaha perbaikan mutu hortikultura sampai saat ini tetap dilakukan baik dikalangan peneliti maupun pada pelaku usaha (David dkk, 2016).
Kerugian dan kehilangan hasil pada fase pascapanen yang berpotensi menyebabkan kehilangan hasil pada komoditas hortikultura terutama pada komoditas buah – buahan dan sayuran dapat mencapai nilai kehilangan hasil yang sangat tinggi, perkiraan kehilangan hasil ini dapat mencapai lebih dari 25% dari total produksi buah – buahan dan sayuran di negara industri dan lebih dari 50% di negara berkembang, hal ini dapat terjadi jika penanganan pascapanen dan kondisi penyimpanan produk hortikultura yang baru dipanen tidak optimum. Bermacam penyakit pascapanen sangat beragam dan keragaman penyakit pasca panen ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti jenis komoditas, daerah asal, dan bagian komoditas yang dipanen. Kerugian yang di timbulkan juga sangat beragam dan berpengaruh langsung terhadap hampir seluruh bagian produk, baik pada penyimpanan maupun pada saat dilakukan proses pemasaran.
Pengenalan berbagai penyakit pascapanen perlu dilakukan untuk dapat segera diambil berbagai tindakan, baik pencegahan maupun pengelolaan agar penyebaran dan perkembangannya dapat segera dihambat. Pengenalan penyakit pascapanen dilakukan dengan mengenal patogen penyebab penyakit serta gejala yang ditimbulkannya, faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit, dan upaya pencegahan ataupun pengelolaan yang dapat diterapkan. Beberapa contoh penyakit pascapanen, baik yang disebabkan oleh faktor abiotik misalnya kerusakan karena suhu dingin (chilling injury) maupun karena faktor biotik, khususnya karena jamur dan bakteri, yang paling banyak menimbulkan kerusakan pascapanen.
Kebanyakan patogen yang menyerang hasil pertanian dalam simpanan menginfeksi di lapangan pada fase prapanen. Komoditas pascapanen membawa banyak spora pada waktu dipanen. Pemanenan menyebabkan terjadinya luka pada buah atau sayuran sehingga spora cendawan dapat dengan mudah masuk dan berkembang di dalamnya selama penyimpanan. Kerugian terbesar pada sayuran dan buah-buahan yang disimpan ialah serangan patogen yang mengakibatkan pembusukan (Widiastuti, 2015).
Produk tanaman yang telah dipanen, tidak hanya menjadi subjek stress mekanis saat dilepaskan dari tanaman induknya tetapi juga subjek dari satu seri stress selama periode pascapanennya. Sebagai konsekuensinya, periode pascapanen dapat dipandang sebagai peiode manajemen stress. Pada konteks ini, stress di definisikan relatif terhadap penggunaan akhir produk. Beragam teknologi pascapanen yang telah dikembangkan pada intinya ditujukan untuk mengelola stress yang terjadi sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Pengelolaan stress ditujukan untuk memperpanjang masa kesegaran atau masa simpan produk. Untuk dapat melakukan pengelolaan yang baik maka penting pemahaman yang baik tentang karakteristik fisiologis, morfologis dan patologis produk serta adanya pertimbangan ekonomis-komersial yang menguntungkan terhadap cara pengelolaan yang akan dilibatkan (Utama, 2006).
Komoditas buah dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah pemanenan, namun terdapat beberapa kendala yaitu penurunan kualitas dari buah itu sendiri karena terserang beberapa penyakit pascapanen yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur, bakteri, dan virus. Salah satu penyebab penyakit pascapanen adalah kelompok jamur patogen (Pratiwi, 2016). Faktor-faktor utama bagi perkembangan penyakit pasca panen komoditi hortikultura adalah inang (tanaman), penyebab penyakit (mikroorganisme) dan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri atas suhu, kelembaban relatif dan komposisi atmosfir (ruang) simpan. Jadi terdapat tiga faktor utama yang sering juga dikenal sebagai segi tiga penyakit (patogen/mikroorganisme – inang – lingkungan). Penyakit – penyakit yang muncul pada komoditi pada fase penanganan setelah panen dikenal sebagai penyakit pasca panen atau postharvest disease. Kegiatan pasca panen meliputi panen, pengangkutan, pemilihan (sortasi), pemasakan, penyimpanan, pengepakan, pengolahan dan pemasaran.
Penyakit pascapanen dapat berpotensi timbul pada semua produk yang telah dipanen dan pada semua tahap pascapanen. Setiap jenis produk pascapanen, baik dari kelompok buah, sayur, umbi atau ubi, maupun bunga dan biji dapat terinfeksi oleh mikroba patogen pascapanen. Infeksi ini dapat terjadi sejak produk masih berada dilapangan. Kerugian yang diakibatkan oleh adanya penyakit pascapanen sangat beragam, mulai dari yang ringan sampai yang berat, bahkan serangan penyakit yang paling parah dapat menyebabkan sampai rusaknya seluruh produksi pascapanen. Berbagai tindakan pencegahan dan pengelolaan dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit pascapanen dan direkomendasikan agar dipilih tindakan pengendalian yang sesuai dengan jenis produk dan patogen penyebab penyakit.
Salah satu komoditas buah tropika unggulan dari Indonesia yang rentan terserang oleh penyakit pasca panen adalah komoditas mangga. Buah mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu buah tropika, yang terdiri atas beragam varietas. Di Indonesia terdapat sedikitnya delapan varietas mangga yaitu arumanis, manalagi, golek, gedong, durih, wedus, madu anggur dan sofia.
Umur panen tanaman mangga yang berasal dari bibit hasil penyambungan adalah 5–6 tahun. Pada panen pertama biasanya jumlah buah tidak banyak, yakni sekitar 10–15 buah per pohon per musim. Namun pada tanaman berumur 10 tahun jumlah buah dapat mencapai 300–500 per pohon per musim. Panen raya biasanya terjadi pada bulan September hingga Oktober. Untuk mendapatkan kualitas konsumsi yang maksimal buah mangga hendaknya dipanen pada saat sudah mencapai matang penuh. Untuk memaksimalkan umur simpan, buah biasanya dicelup di dalam air hangat guna menghambat perkembangan cendawan penyebab busuk buah. Di samping itu, untuk mempertahankan kualitas selama penyimpanan, buah-buah dapat disimpan di dalam ruang penyimpanan dengan suhu rendah. Kebutuhan suhu ruang penyimpanan bervariasi tergantung pada kultivar dan tingkat kematangan buah saat dipetik. Adakalanya dibutuhkan gas etilen untuk merangsang pematangan buah yang merata dan seragam selama penyimpanan. (Zulkarnain, 2017).
Kerusakan karena penyakit pascapanen pada mangga dapat menimbulkan kehilangan hasil cukup tinggi antara 30 – 50%. Kehilangan hasil akan lebih tinggi lagi jika tidak segera dilakukan pengelolaan karena kondisi di daerah tropika sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan patogen penyebab penyakit pascapanen pada mangga. Kondisi iklim yang mendukung perkembangan patogen diantaranya suhu dan kelembaban yang tinggi, serta keberadaan patogen tanaman di daerah tropika yang selalu ada disepanjang musim dengan jumlah populasi yang melimpah. Beberapa penyakit pascapanen utama pada buah mangga terutama sering dijumpai disepanjang pascapanen, terutama dalam ruang simpan. Salah satu penyakit pasca panen utama pada komoditas mangga adalah penyakit busuk Botryodiplodia.
Penyakit yang sering menyerang mangga terutama di daerah beriklim basah adalah penyakit blendok (Diplodia sp.), mati pucuk (Gloeosporium sp.), dan penyakit pascapanen (Botryodiplodia sp) yang menyebabkan buah mangga cepat membusuk pada bagian pangkalnya. Namun, penyakit ini juga dapat menyerang batang sambungan bibit mangga bila kondisi lingkungan tanaman lembab dan dingin (Hanum, 2008).
Penyakit busuk Botryodiplodia merupakan salah satu penyakit pascapanen terpenting yang selalu menjadi masalah di penyimpanan dan pemasaran buah mangga. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Botryodiplodia theobromae Pat. dengan sinonim Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. Jamur merupakan parasit lemah dan menginfeksi melalui luka, sehingga disebut juga parasit luka. Koloni jamur mula – mula berwarna putih kemudian menjadi berwarna kelam dengan bintik hitam di tengahnya yang merupakan piknidium jamur. Konidium berbentuk elips atau bulat panjang, tanpa warna sampai berwarna coklat tua dan bersekat. Konidium awalnya tanpa warna, unisel, agak oval ke lonjong, dengan kandungan butiran. Konidium matang terdiri atas dua sel, berwarna coklat kayu manis hingga coklat tua, berdinding tebal, berbentuk lonjong, seringkali dengan bentuk memanjang berukuran (18-30) x (10-15) . Jamur juga dapat menyerang tanaman lain selain mangga, yaitu leci, nangka dan kelapa serta tanaman lain, dimana jamur patogen mempunyai kisaran tanaman inang yang sangat luas.
Jamur menyerang jaringan di dalam buah mangga melalui luka pada buah mangga. Daging buah mangga yang terserang patogen akan menjadi lunak, kemudian berubah menjadi agak cair dan menimbulkan bau khas manis mangga. Bagian kulit buah yang terserang menjadi lunak, kemudian berkeriput dan tampak bintik hitam dipermukaan kulit buah yang sakit, yang merupakan piknidium dari jamur patogen. Gejala penyakit menimbulkan bercak berwarna coklat, dengan tepi bercak yang tidak teratur. Apabila kondisi lingkungan sesuai untuk perkembangan penyakit, yaitu pada kondisi dengan kelembaban tinggi, maka pada bagian buah yang sakit akan tumbuh miselium jamur yang berwarna putih mirip seperti kapas.
Tingkat pemasakan buah merupakan indikator yang sangat memengaruhi tingkat keparahan penyakit busuk Botryodiplodia. Buah yang masak akan lebih cepat terserang jamur penyebab penyakit, sehingga perkembangan penyakit menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan buah yang masih mentah. Selain itu, penyakit akan cepat berkembang pada kisaran suhu antara 29-300C dengan kelembaban yang tinggi. Bahkan pada kelembapan antara 92-96%, penyakit dapat berkembang rerata 2,6 cm perhari. Adanya luka pada buah mangga dapat mempercepat serangan jamur. Kemudian juga terdapatnya gas etilen alami dalam buah yang mempercepat pemasakan buah mangga akan mempercepat tingkat kerusakan jamur. Akan tetapi, pemberian etilen buatan dalam bentuk larutan ethrel 1% justru dapat menghambat pertumbuhan jamur secara in vitro. Pelunakan buah karena proses fisiologi ataupun stress serta pengaruh ketahanan tanaman juga berperan serta dalam perkembangan penyakit.
B. theobromae tumbuh dan berspora paling baik pada suhu 280C di medium yang diperkaya dengan ekstrak mangga matang dan dekstrosa atau sukrosa. Pigmen merah muda disekresi kedalam medium, dengan laju produksi tertinggi pada 320C. Inokulasi mangga dengan B. theobtromae menghasilkan infeksi, terutama di atas suhu 250C, hanya ketika buah mulai matang.
Getah pada buah merupakan cairan yang bersifat kental yang keluar dari tangkai buah setelah dipetik. Getah memiliki dua fraksi yang berbeda yaitu fraksi minyak dan fraksi protein polisakarida. Getah pada buah mangga yang bersifat asam dan banyak mengandung minyak menyebabkan kerusakan dan serangan penyakit. Gejala kerusakan akan terlihat beberapa jam setelah atau saat proses peningkatan kematangan. Kemudian, daerah kulit yang rusak akibat getah akan menjadi tempat berkembangnya fungi atau bakteri karena kandungan karbohidrat yang terdapat pada getah, hal ini meningkatkan peluang untuk terjadinya kerusakan mekanis pada buah. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penanganan pasca panen melalui pencucian pada buah dengan cairan pencuci yag bersifat basa. Kandungan karbohidrat pada getah yang menempel pada kulit buah dapat meningkatkan perkembangan cendawan sehingga buah cepat membusuk. Getah dapat mengundang jamur Botryodiplodia theobromae Pat menyebabkan busuk pada pangkal buah dan Colletotrichum gloeosporioides menyebabkan penyakit antraknosa (Sutopo, 2016).
Penanganan pasca panen terhadap produk bahan pertanian seperti : buah, umbi dan sayuran harus dilakukan dengan hati-hati. Karena bahan pertanian tersebut masih merupakan benda hidup yang melakukan proses pernafasan. Selain itu bahan pertanian mempunyai sifat yang mudah rusak dan membutuhkan tempat yang khusus dalam penyimpanannya dan baik bila dikonsumsi saat segar (M. Aniar Hari, 2017). Penanganan pascapanen yang tidak benar menyebabkan luka pada komoditas hortikultura yang memudahkan patogen menginfeksi bagian tanaman. Infeksi patogen penyebab penyakit hanya dapat melalui lubang – lubang alami seperti hidatoda, lentisel dan stomata. Proses pasca panen juga menjadi perhatian yang serius karena pelaku usaha hortikultura harus menyediakan alat transproratasi yang tidak mendukung perkembangan penyakit sehingga dapat dibuat gudang – gudang tetap atau berjalan yang memiliki sirkulasi atau alat pendingin ruangan. Semua hal tadi dilakukan dengan bertujuan untuk mengurangi infeksi penyakit tanaman yang dapat terjadi baik di tingkat hulu dan hilir sistem usaha tani (Bahrun dkk, 2014).
Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan pengaruh praktik-praktik penanganannya adalah sangat penting untuk melakukan kompromi terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari produk. Sehingga untuk mendapatkan bentuk kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis (Utama, 2001).
Pengelolaan penyakit busuk buah Botryodiplodia dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut (Soesanto, 2020):
- Pengaturan lubang pertukaran udara didalam ruang simpan sangat menentukan perkembangan penyakit di penyimpanan. Hal ini berkaitan dengan rasio antara kandungan karbon dioksida dan oksigen di atmosfer ruang simpan, yaitu 5% oksigen dan 2% karbon dioksida pada suhu 130C , untuk penyimpanan selama tiga minggu atau lebih.
- Selain itu, pengelolaan suhu ruang simpan juga sebaiknya dapat diatur, sehingga menjadi tidak sesuai dan kurang mendukung bagi pertumbuhan patogennya. Hal ini karena penyakit pascapanen sangat dipengaruhi oleh suhu diatas 250C selama pemasakan.
- Tindakan yang penting adalah menghindari terjadinya luka karena penyebab apapun.
- Apabila dalam ruang simpan dijumpai buah mangga yang luka, sebaiknya dipisahkan dari buah sehat lainnya.
- Sanitasi ruang simpan juga penting dalam mencegah timbulnya penyakit pascapanen.
- Perlakuan lain, yaitu dengan pemberian larutan KMnO4 dapat mencegah timbulnya penyakit karena dapat menunda pemasakan buah dengan menyerap gas etilen buah.
- Selain itu, dapat pula dilakukan perendaman dalam air hangat 480C selama 25 menit, 500C selama 10 menit, atau 520C selama 5 menit.
- Penerapan metabolit sekunder jamur atau bakteri antagonis dengan cara penyemprotan buah jika tanaman masih terjangkau. Apabila tanaman tidak terjangkau, aplikasi dilakukan dengan cara infus akar atau infus batang.
Pengelolaan penyakit pascapanen terpadu dengan memadukan beberapa teknik pengelolaan diatas yang sesuai. Perlakuan panas dalam proses mencegah kerusakan busuk pangkal dan antraknosa antara lain menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap air panas (vapor heat treatment, VHT), dan udara panas (hot air treatment, HAT) dapat dilakukan pada buah mangga. Perlakuan perendaman mangga dalam air panas 53oC selama 3-5 menit dapat menunda gejala penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah masing-masing 9,4 hari dan 9,2 hari lebih lama dibanding tanpa perlakuan dilakukan perendaman air panas. Buah mangga varietas Irwin yang diproduksi di Okinawa dengan metode vapor heat treatment pada suhu 46,5oC selama 30 menit efektif menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal dan buah mangga mampu tetap segar hingga 21 hari pada suhu 13oC.
Balai Besar Penelitian Pascapanen Pertanian (BB-Pascapanen) telah melakukan perlakuan perendaman menggunakan air panas pada mangga gedong. Buah mangga gedong direndam dalam air panas 53oC selama 5 menit, selanjutnya diangkat dan dikeringanginkan. Setelah kering-angin, buah mangga gedong dimasukkan ke dalam karton boks dan disimpan pada suhu kamar 27-29oC. Sebagai pembanding dilakukan control yakni; tanpa perendaman air panas. Perlakuan perendaman buah mangga Gedong dalam air panas 53oC selama 5 menit dilakukan menggunakan bak aluminium yang dapat dikontrol suhu air panasnya. Setelah lama waktu tercapai buah mangga gedong diangkat, selanjutnya dikering-anginkan dan dimasukkan ke dalam karton boks untuk penyimpanan. Hasil penyimpanan selama satu minggu pada suhu kamar 27-29oC, kualitas buah mangga gedong relatif masih layaknya buah mangga satu minggu sebelumnya. Lain halnya buah mangga gedong yang tanpa dilakukan perlakuan perendaman (kontrol), buah mangga nampak mulai terserang busuk pangkal dan antraknosa (Setyabudi, 2011).
Gambar 1. Morfologi dan mikroskopis jamur Botryodiplodia theobromae
(A. Pertumbuhan Miselium; dan B. Konidium) (Soesanto, 2020).
Gambar 2. Gejala penyakit busuk Botryodiplodia pada buah Mangga (Soesanto, 2020)
Referensi :
- Loekas Soesanto, 2020. Penyakit Pasca Panen. Pengantar ilmu penyakit pascapanen secara menyeluruh, sejak prapanen, saat panen dan pascapanen. Lily Publisher, Yogyakarta
- Nova Wahyu Pratiwi, Erwina Juliantari, Lutfi Khotun Napsiyah. 2016. Identifikasi Jamur Penyebab Penyakit Pascapanen pada Beberapa Komoditas Bahan Pangan. Jurnal Riau Biologia 1 (14): 86-94, Januari 2016. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau
- Andi Bahrun; Muhammad Taufik; La Ode Afa; I Gusti Ayu K. Sutariati; Tresjia C. Rakian dan Sitti Leomo. 2014. Agronomi : Teori dan Aplikasi Praktis.Unhalu Press, Kendari.
- Aniar Hari S,MP. 2017. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Ilmu Teknologi Pangan . Fakultas Pertanian. Universitas Yudharta Pasuruan
- Dr. H. Zulkarnain. 2017. Budidaya Buah – Buahan Tropis. Deepublish. Yogyakarta
- Ani Widiastuti, Ovianne Hapsari Ningtyas, Achmadi Priyatmojo. 2015. Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Pascapanen padaBeberapa Buah di Yogyakarta. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Volume 11, Nomor 3, Juni 2015Halaman 91–96
- Ahmad Sutopo. 2016. Keefektifan Bahan Pencuci dan Bahan Pencegah Penyakit terhadap Kualitas Buah Mangga CV Gedong Gincu dan Arumanis.Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
- Annisa Nugraheni A.D. 2014. Penyakit Busuk Umbi Bawang Merah. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
- Dondy A Setyabudi. 2011. Kiat Mencegah Penyakit Antraknosedan Busuk Pangkal Buah Mangga.Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Tabloid Sinar Tani Edisi 16-22 Nopember 2011 No.3431 Tahun XLII
- I Made S. Utama, MS.,PhD. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Program Studi Teknologi Pertanian dan Staff Ahli pada Pusat Pengkajian Buah-buahan Tropika, Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Makalah dibawakan pada “Forum Konsultasi Teknologi” Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, di Hotel Puri Bali Utama Denpasar Tgl 21 Nopember 2001.
- Jhon David H, STP dan Juliana C. Kilmanun. 2016. Penanganan Pasca Panen Penyimpanan untuk Komoditas Hortikultura. Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
- I Made Supartha Utama, MS., Ph.D. 2006. Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk Hortikultura dalam Mendukung GAP. Pusat Pengkajian Buah-Buahan Tropika (PPBT), Universitas Udayana. Makalah disajikan pada Pemberdayaan Petugas Dalam Pengelolaan OPT Hortikultura Dalam Rangka
Mendukung Good Agriculture Practices (GAP). Dilaksanakan oleh Dept. Pertanian, Dirjen Hortikultura, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura di Bali Tanggal 3 – 8 Juli 2006. - Bambang B. Santoso. 2006. Standarisasi Mutu Produk Pasca Panen.
- Chairani Hanum. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional
Disusun dari berbagai sumber oleh :
Hendry Puguh Susetyo, SP, M.Si
Fungsional POPT Ahli Muda – Direktorat Perlindungan Hortikultura