Jakarta – Kementerian Pertanian terus melakukan penataan sentra-sentra produksi bawang merah di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia. Tujuannya agar pasokan dan harga komoditas yang rentan menyumbang inflasi tersebut bisa terjaga stabil sepanjang tahun.
Selain mematok target peningkatan produksi hingga 7 persen per tahun, Kementan juga terus mengkampanyekan gerakan produksi ramah lingkungan. Yakni “GEDOR Horti”, Gerakan Dorong Produksi, Daya Saing dan Ramah Lingkungan Hortikultura.
Enrekang sebagai sentra bawang merah terbesar di Sulawesi, menjadi perhatian khusus kementerian yang kini digawangi Syahrul Yasin Limpo tersebut.
“GEDOR Horti merupakan gerakan terpadu yang mengkombinasikan berbagai strategi untuk menggolkan target peningkatan produksi komoditas strategis sebesar 7% per tahun, Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor atau Gratieks, Penyerapan KUR Hortikultura Rp 6,3 Trilyun, Kawasan Pertanian Ramah Lingkungan, Kostratani hingga _Agricultural War Room_ atau AWR,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, dalam sambutannya yang dibacakan Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, saat menghadiri panen raya bawang merah di Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan (12/2).
Turut hadir Bupati Enrekang, Staf Khusus Menteri Pertanian Luthfi Halide, pejabat pusat dan Muspida setempat.
Dia memaparkan bahwa GEDOR Horti menjadi gerakan kolektif seluruh pemangku kepentingan hortikultura mulai dari level pusat hingga daerah. Fokus utamanya mengamankan ketersediaan dan harga komoditas strategis yaitu cabai dan bawang merah.
“Komoditas hortikultura lainnya akan didorong untuk ekspor,” kata Prihasto.
Menurutnya, berdasarkan pemetaan yang dilakukan pihaknya, Kabupaten Enrekang masuk dalam kategori kawasan utama, yang artinya telah mampu mencukupi kebutuhan bawang merah dari produksi setempat.
“Bahkan surplus sehingga bisa memasok kebutuhan pasar di daerah sekitarnya bahkan antar-provinsi dan antar pulau,” beber Prihasto.
Dia memaparkan bahwa Kabupaten Enrekang saat ini menempati posisi ke-5 nasional, sebagai daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia setelah Kabupaten Brebes, Nganjuk, Bima dan Solok.
“Enrekang telah menjelma menjadi sentra bawang merah terbesar untuk daratan Sulawesi dan wilayah Indonesia bagian Timur,” imbuhnya.
Prihasto menghimbau dan mengajak kepada seluruh petani, petugas pembina, penyedia sarana produksi hingga seluruh stakeholder terkait, untuk benar-benar menerapkan prinsip-prinsip budidaya yang ramah lingkungan.
“Kita ingin bawang merah Enrekang ini tidak hanya bisa berproduksi dalam hitungan sekian tahun, tapi bisa terus berproduksi hingga anak cucu nanti,” tandasnya.
Senada, Staf Khusus Menteri Pertanian, Luthfi Halide mengapresiasi petani Enrekang yang mampu menghasilkan bawang merah sepanjang tahun.
“Enrekang bisa tanam bawang merah sepanjang tahun. Air, benih, dan teknologi sudah ada, tinggal lakukan budidaya tanaman sehat. Gunakan plastik mulsa dan plastik lindung. Insya Allah Enrekang siap mandiri, ” tutur Luthfi Halide optimis.
Luthfi menambahkan bahwa harga bawang merah berfluktuasi. Sarannya agar dilakukan pengolahan pada saat harga jatuh.
“Saya ingin Enrekang juga menjadi pusat pembibitan untuk wilayah Indonesia Timur dan mendorong ditjen PSP agar membangun embung2, di daerah sentra. Bawang merah Enrekang juga harus bisa masuk pasar modern. Dana KUR tersedia 50 triliun, bunganya cuma 6% per tahun. Bupati tolong menugaskan siapa yang akan menjadi _offtaker_ untuk membeli hasil produksi supaya tidak ada lagi masalah pada saat panen, ” kata pria yang pernah menjabat Kepala Dinas Pertanian Sulawesi Selatan ini.
Saat diminta keterangan di sela-sela acara tersebut, Sri Wijayanti Yusuf meminta para petani Enrekang untuk mempraktekkan tatacara budidaya bawang merah yang ramah lingkungan agar bisa bersaing di pasaran.
Sri Wijayanti menyampaikan bahwa saingan ekspor terbesar kita adalah Thailand dan Filipina.
“Kita harus bersaing di harga dan kualitas. Saya sudah melihat modernisasi disini dengan penggunaan lampu yang bisa mengurangi penggunaan pestisida 40%. Penerimaan petani Enrekang terhadap teknologi cepat sehingga produktivitas bisa meningkat. Kurangi penggunaan bahan-bahan kimia, gunakan bahan alami. Benahi praktek budidaya tanaman sehat agar produk mampu bersaing. Untuk ekspor harus ada syarat BMR atau Batas Maksimal Residu. Masyarakat saat ini juga mencari yang organik. Kalau ada logo organik, harga akan lebih mahal. Kementan akan terus mendukung, mari kita lakukan bersama-sama”, ujar Yanti penuh semangat.
“Kesadaran produksi bawang merah yang ramah lingkungan sudah semakin berkembang di sentra-sentra produksi, bahkan menjadi arus utama. Kita harus pastikan Enrekang tidak ketinggalan dengan arus utama tersebut,” katanya.
_Batu Bertanah Namun Subur_
Bupati Enrekang, Muslimin Bando, mengaku bersyukur daerahnya mampu menjadi salah satu sentra penghasil bawang merah terbesar.
“Meski sebagian besar daerah ini berupa batu bertanah, tapi berkat kegigihan dan keuletan petani Enrekang, kawasan ini bisa menjelma menjadi penghasil bawang merah berkualitas bahkan terbesar di Sulawesi dan Indonesia bagian Timur,” ujar Bando.
Selain menjadi penghasil bawang merah, Enrekang juga dikenal sebagai penghasil aneka sayuran daun bahkan bawang putih.
“Sejak dua tahun lalu, bawang putih mulai dikembangkan petani sini. Ternyata hasilnya sangat bagus. Kemarin, sekarang dan seterusnya nanti, kami siap bergandeng tangan dengan pemerintah pusat khususnya Kementerian Pertanian untuk menata dan memajukan daerah ini”, tukas Bupati Bando.
Bando mengatakan bahwa proses pertanian di Sulsel sangat maju, sudah saatnya petani maju dan mandiri.
“Petani bawang kita sudah modern. Yang diperlukan adalah kebijakan pemerintah pusat untuk mengatur harga. Kalau harga selalu fluktuatif, petani menanam bawang seperti judi-judian, bisa untung bisa rugi. Tugas pemerintah pusat untuk menjamin stabilitas harga. Dorong agar bawang merah Enrekang bisa dinikmati di luar negeri. Selain itu, modernisasi dan mekanisasi alat mesin pertanian sangat diperlukan,” ungkap dia.
Berdasarkan data BPS, luas panen bawang merah di Kabupaten Enrekang pada tahun 2019 mencapai 7.605 hektar, naik 15% dibanding tahun 2018 sebanyak 6.610 hektar.
Peningkatan luas panen berbanding lurus dengan kenaikan produksi, dimana pada tahun 2019 mencapai 80 ribu ton, naik 8,7% dibanding produksi tahun 2018 sebanyak 73.581 ton.