Rilis Kementan, 26 September 2019
Nomor : 894/R-KEMENTAN/09/2019
Menjelajahi Kabupaten Bogor akan lebih lengkap jika singgah ke kebun krisan milik Ketut Suwarjana di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung. Saat menuju lokasi kebun, akan terlihat hamparan puluhan green house berwarna putih menyilaukan mata. Di dalamnya nampak ribuan tanaman krisan dengan bunga menyembul beraneka warna memanjakan pandangan mata. Pemandangan yang menyejukkan untuk mengabadikannya lewat jepretan kamera.
Krisan memang primadona. Bunga ini selalu menghiasi dekorasi di acara pernikahan, bucket, bunga papan. Bahkan pada hari-hari keagamaan permintaan bunga krisan akan melonjak tinggi hingga tiga kali lipat. Tidak hanya sebatas pasar lokal dan nasional, pasar ekspor krisan juga sangat tinggi, khususnya Jepang. Saat ini Jepang merupakan pengimpor krisan terbesar di Asia dan Malaysia menjadi pengekspor krisan terbesar ke negara tersebut.
Pasar ekspor krisan terutama Jepang tiap bulan terus mengalami peningkatan. Dalam hitungan per minggu, permintaan Jepang terhadap bunga krisan mencapai 10 ribu tangkai. Ketut, begitu sapaannya, dengan brillian mampu menangkap peluang tersebut. Meskipun untuk menembus pasar Jepang tidak mudah karena Jepang menerapkan standar yang tinggi dari setiap produk yang akan masuk ke negaranya,
“Saya optimistis mampu membidik Jepang. Waktu mengirimkan sampe, setiap produk harus bebas dari hama dan penyakit, tidak lecet, daun halus tidak ada bercak, serta bunga mekar tahan lama. Krisan saya mampu bertahan hingga 20 hari lebih. Daun bunganya mulus tanpa bercak,” ujar Ketut.
Berbeda dengan pasar lokal yang mengendaki bunga mekar saat dipanen, pasar Jepang justru menghendaki bunga dalam keadaan masih kuncup. Kriteria tersebut menguntungkan Ketut karena dengan demikian dirinya dapat menanam empat kali dalam setahun.
“Penjualan dalam bentuk kuncup menguntungkan saya. Saya bisa tanam lebih banyak. Selain menghemat biaya pemeliharaan, bunga lebih terjamin dari serangan hama dan penyakit. Berbeda halnya jika bunga dipanen saat mekar, saya hanya bisa menanam tiga kali dan biaya produksi lebih tinggi,” paparnya.
Rencana ke depan, Ketut akan melakukan perluasan tanam untuk bisa memenuhi permintaan pasar ekspor ke Jepang. Saat ini dirinya baru sanggup menyediakan sekitar 4 ribu tangkai. Untuk memenuhi kebutuhan bibit, Ketut selaku ketua kelompok tani Swastika Jaya mengharapkan dukungan baik dari pemerintah daerah maupun pusat dalam pengembangan krisan.
“Bimbingan teknis sangat diperlukan dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan petani dalam mengelola kebun, penanaman hingga pemanenan. Biaya investasi yang cukup besar juga merupakan masalah yang sering dihadapi petani dalam upaya ekstensifikasi lahan,” tambah Ketut.
Masalah lainnya, kata Ketut, adalah benih yang ditangkarkan berasal dari pohon indukan yang sudah digunakan turun temurun atau beberapa generasi. Sehingga produktivitasnya dan ketahanan terhadap hama dan penyakitnya sudah menurun. Permasalahan tersebut tidak membuat pudar asanya untuk mendongkrak ekspor ke Jepang, dengan terus berupaya menghasilkan bunga krisan yang berkualitas tinggi.
Dihubungi terpisah, Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman, mengatakan pihaknya akan terus mendorong pengembangan kawasan Krisan berorientasi ekspor.
“Ekspor krisan ke Jepang sepanjang Januari – Juli 2019 mencapai 16,4 ton senilai US$ 250.841 atau sekitar Rp 3,5 Milyar. Tahun 2020 kami alokasikan pengembangan krisan melalui APBN seluas 47 ribu m2, melonjak dari tahun ini yang hanya 3.500 m2. Lokasi pengmbangan kami pilih di beberapa daerah diantaranya Kota Solok, Solok, Cianjur, Semarang, Wonosobo, Kulonprogo, Kota Tomohon, Tana Toraja dan Karo,” terang Liferdi.