Surabaya (4/3) – Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya melakukan penahanan terhadap 34 kontainer buah-buahan asal Tiongkok. Buah – buah impor dengan berat total 609.986 kilogram terdiri dari jeruk, pir dan apel ini ditahan karena terdapat ketidaksesuaian antara dokumen dan fisik.
Buah-buah ini tidak disertai dengan surat jaminan kesehatan dan berpotensi membawa lalat buah yang belum terdapat di Indonesia. Mengacu pada Permentan No. 42 Tahun 2012, spesies lalat buah ini termasuk kategori Bactrocera Tsuneonis/Japanese Orange Fly/Cytrus Fruit Fly, yang pernah mewabah di Jepang dan menyebabkan gagal panen 50 persen. Langkah ini dilakukan guna menyelamatkan 2,2 triliun potensi kerugian petani yang terjadi apabila telur dan larva lalat buah ini menjangkiti tanaman jeruk dalam negeri.
“Jadi ini bukan pertama kali. Kita harus mem-protect petani seluruh Indonesia. Yang hari ini kita saksikan ada jeruk dari negara China yang masuk ke Indonesia tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen. Di luarnya ditutupi dengan pir, apel dan seterusnya. Tetapi di dalam isinya adalah jeruk. Ini sangat berbahaya untuk beredar di Indonesia dan diduga mengandung lalat buah”, jelas Andi Amran Sulaiman saat membuka salah satu kontainer.
“Ada 34 kontainer. Kondisi busuk, sudah rusak. Kami sudah serahkan ke pihak berwajib dan ditindak tegas. Dan biar penegak hukum yang menindak mereka. Ini pasti dimusnahkan. Ini bukan saja jeruk. Tapi juga ada jagung, bawang merah. Kami sudah musnahkan di Sumatera. Kita harus pengetatan, pengecekan,pengawasan, pengontrolan”, tambah Menteri asal Makassar ini.
Komisi IV DPR RI mendukung sekali upaya Karantina Pertanian menangkal setiap komoditas pertanian yang masuk ke dalam negeri.
“Seperti saat ini, secara administrasi yang disampaikan kepada otoritas pelabuhan kita bahwa pir. Tidak tahunya di dalamnya ada buah jeruk yang didalamnya terdapat berbagai potensi lalat buah. Ini juga bisa mengganggu keamanan kita. Jadi ini bisa diberikan pasal berlapis”, jelas Herman Khaeron di terminal Peti Kemas saat bersama anggota Komisi IV DPR lainnya.
Herman Khaeron menjelaskan pelaku bisa dijerat dengan UU No 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan dan UU No 18 tahun 2012 tentang Keamanan Pangan.
“Jadi saya kira hal-hal yang seperti ini berikan contoh yang sekeras-kerasnya supaya ke depan para pelaku trading, pemasukan atau importer illegal juga dapat jera. Sehingga ke depannya ini dapat kita dukung”, tambah Herman
Komisi IV DPR RI juga mendukung penutupan keran impor buah – buahan dari luar negeri yang dilakukan Kementerian Pertanian.
“Perlu dicatat bahwa kami sudah menyetujui terhadap keinginan Kementerian Pertanian untuk hanya dalam beberapa importasi hortikultura. Ini juga salah satu cara agar produk lokal kita lebih kompetitif, lebih bergairah sehingga dapat bersaing dengan produk-produk impor dan ke depan saya kira, kita ingin ini akan tumbuh dari masyarakat Indonesia, bahwa kita lebih membutuhkan buah lokal daripada buah impor”
Mengamini pernyataan Komisi IV DPR RI, Mentan juga menambahkan bahwa ekspor hortikultura telah naik sebesar 100 persen.
“Ekspor bawang naik 100 %, ekspor mangga naik, ekspor jagung juga naik 1000 %. Tahun 2014 sebanyak 37 ribu ton. Tahun 2015 naik 250 ribu ton. Sekali-sekali jangan tanya impor. Tahun lalu ada ekspor kecil-kecil. Tahun ini kita doakan. Ini ada dukungan Komisi IV DPR RI. Kementerian Pertanian tidak bisa jalan sendiri. Harus sinergik.”
DPR RI menyakini bahwa potensi buah lokal mampu menyaingi buah impor. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas. DPR RI menggantungkan harapan yang besar kepada Kementerian Pertanian agar kedaulatan pangan dapat segera tercapai.
“Bertahap saya kira. Jenis yang dikonsumsi masyarakat itu kan beragam. Keberagaman ini yang tentunya satu persatu harus dipilah dan didorong dengan pemetaan area. Akan tetapi saya yakin kita memiliki keunggulan kompetitif, komparatif, utamanya di bidang agraris baik itu tanaman pangan maupun tanaman hortikultura, saya yakin suatu saat juga akan mandiri bahkan suatu saat mungkin kita akan menjadi dapur dunia”, tutup Herman.
Penulis: Desy Puspitasari