(25/8) Kawasan sekitar Gunung Wilis Tulungagung menyimpan potensi alam yang indah dan eksotik. Tanahnya yang subur, sangat cocok untuk dikembangkan berbagai komoditas hortikultura seperti cabai, wortel, tebu dan sawi putih. Hamparan tanaman sayuran tampak tumbuh subur di kawasan kaki gunung yang berketinggian rata-rata 1.200 mdpl tersebut.
Dengan slogan “ayem tentrem mulyo lan tinoto” , Kabupaten Tulungagung kini sedang giat mengembangkan tanaman hortikultura tak terkecuali bawang putih. Komoditas yang nyaris punah karena gempuran impor tersebut, saat ini kembali ditanam para petani di lereng gunung Wilis. “Program pemerintah menanam kembali bawang putih, turut membangkitkan memori dan semangat petani menanam lagi bawang putih, yang dulu pernah berjaya di tahun 1992”, tutur Heri, Ketua Poktan Tani Maju Desa Geger Kecamatan Sendang, Tulungagung.
“Anggota kelompoktani kami sudah mulai menanam total 5 hektar lebih bawang putih yang menghampar di kawasan kaki Gunung Wilis. Kami bekerjasama dengan salah satu importir yang terkena wajib tanam, yaitu PT. BPA”, ujar Heri. Dirinya menceritakan antusiasme petani yang mendaftar kemitraan ini ditengah lesunya harga tebu saat ini. “Sekitar 39 petani begitu bersemangat mencoba menanam bawang putih karena skema kerjasama yang ditawarkan importir cukup menguntungkan petani” jelas Heri. Hingga kini masih banyak petani yang berminat namun menunggu hasil panen pertanaman saat ini. “Jika ujicoba tanam sekarang berhasil, banyak petani yang sudah antri berminat gabung” tukasnya.
Hasrul, perwakilan importir PT. BPA mengaku yakin upayanya menjalankan program wajib tanam dan produksi bawang putih di Tulungagung akan sukses. “Disini saya melihat petaninya semangat, Kepala dinasnya juga sangat support , selain lahannya memang sangat subur. Petaninya juga tidak neko-neko” kata Hasrul riang. Pihaknya juga mengaku tidak khawatir menanam di musim kemarau seperti saat ini karena petani sudah mampu menggunakan teknologi irigasi sprinkler untuk pengairannya.
Penyuluh Pertanian Lapang setempat, Triyono mengaku terlibat langsung dalam penyusunan nota kerjasama antara petani dengan importir PT BPA. “Saya sudah belajar cara budidaya bawang putih dari petani Batu dan Mojokerto, termasuk pola kerjasama disana. Saya coba terapkan di sini bersama petani binaan saya” terangnya. Triyono mengaku bahwa bantuan dari importir cukup sebagai modal petani menanam. “Kami difasilitasi benih lokal 700 kg per hektar dan uang tunai Rp. 7 juta per hektar. Ditambah pupuk kompos 2 ton per hektar. Jika gagal panen di luar faktor alam maka ada penggantian senilai Rp. 18 juta per hektar. Hasil panen juga dibeli dengan harga Rp. 18 ribu per kilogram sesuai rekomendasi pemerintah pusat. Skema ini membuat petani kami tenang, tinggal bekerja dengan baik saja” terangnya.
Kepala Dinas Pertanian Tulungagung, Suprapti mengaku senang dan mendukung program tanam bawang putih di daerahnya. “Wilayah kami ini memiliki potensi lahan yang sangat besar namun belum optimal pemanfaatannya. Kurangnya modal jadi salah satu faktor hambatan bagi petani kami. Masuknya importir menjadi harapan baru bagi petani untuk dapat berbudidaya tanpa rasa cemas” ungkapnya. Suprapti juga menegaskan agar importir menjaga komitmennya dan tidak mengecewakan petani. “Yang namanya kerjasama ya harus saling menguntungkan”, tegasnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura, Prihasto Setyanto, menyebut pihaknya akan mendukung pengembangan bawang putih di daerah-daerah yang potensial termasuk Tulungagung. “Potensi hortikultura di Tulungagung memang kami akui cukup besar sehingga perlu didukung pemerintah pusat” tuturnya. Prihasto menambahkan bahwa untuk mendukung pencapaian target swasembada bawang putih 2021, Kementerian Pertanian tahun 2018 ini telah mengalokasikan bantuan pengembangan kawasan seluas 5.943 hektar lebih dalam bentuk bantuan benih, pupuk dan sarana produksi pendukung lainnya.
“Selain dari kegiatan APBN dan swadaya, tahun ini diperkirakan akan ditanam bawang putih lebih dari 7.400 hektar oleh importir yang telah mendapat rekomendasi impor atau RIPH, bekerjasama dengan kelompoktani”, ujar Prihasto. “Total importir yang telah diterbitkan RIPH nya oleh Kementan sampai hari ini sebanyak 102 perusahaan. Yang jelas, makin banyak pengajuan impornya, makin banyak juga kewajiban tanam dan berproduksinya”, pungkasnya.