Jakarta (16/2) — Harga cabai rawit merah masih berada di atas Rp 100 ribu per kilogram. Hal ini tentunya tidak didiamkan Kementerian Pertanian yang dalam hal ini digawangi oleh Direktorat Jenderal Hortikultura. Ditemui di kantor Direktorat Jenderal Hortikultura, Guruh Gempita Daud selaku Kepala Bagian Keuangan, menyatakan kepada wartawan bahwa besok (Jumat : red) akan kembali mendatangkan banyak cabai rawit merah untuk diedarkan ke masyarakat melalui Toko Tani Indonesia (TTI) Center. Diketahui bahwa Ditjen Hortikultura senantiasa secara konsisten terus-menerus menyediakan suplai cabai selama harga masih tinggi di pasaran.
“Besok rencananya akan datang banyak cabai mulai dari Malang, Batang, Temanggung. Stok kami dapatkan dari beberapa lokasi. Mulai dari Temanggung, Magelang, Bandung, Garut, Enrekang, Ciamis, Lombok Timur, Batang serta Malang”, jelas Guruh.
Harga yang dijual kepada masyarakat lebih rendah daripada harga di pasaran. Namun demikian tidak sampai Rp 60 ribu per kilogram.
“Harganya fluktuatif, tapi kami tidak pernah menjual di atas Rp 60 ribu per kilogram”, tambah Guruh.
Jenis cabai yang diperjualbelikan di antaranya cabai rawit merah, cabai keriting lalu cabai besar.
Guruh Gempita Daud kembali memastikan pihaknya selalu berupaya mendatangkan cabai setiap hari selama harga masih tinggi. Pemasaran dilakukan melalui TTI Center untuk selanjutnya diedarkan melalui cabang-cabang TTI sekitarnya. Tidak hanya itu, kantor Ditjen Hortikultura juga menjadi salah satu tempat memasarkan, guna membantu masyarakat mendapatkan cabai yang terjangkau.
“Begitu tiba langsung kami pasarkan ke TTI center. Tapi kalau di kami sendiri langsung dipasarkan ke masyarakat, ke pasar- pasar untuk kebutuhan retail”
Cabai merah yang dijual ini diperoleh melalui petani binaan Ditjen Hortikultura, tersebar di seluruh propinsi dan kabupaten se-Indonesia. Selain kepada petani binaan, Ditjen Hortikultura juga melakukan komunikasi dengan petani di luar binaan. Diakuinya sepanjang komunikasi dilakukan dengan baik, pemerintah bisa melakukan pembelian cabai dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) lainnya.
Menilik soal kenaikan harga di luar ambang kewajaran beberapa waktu belakangan ini, pihaknya belum memahami penyebab pastinya. Berkaca pada kondisi sebelumnya, Ditjen Hortikultura selalu mampu mendapatkan cabai dengan harga yang wajar dari petani sekaligus menjualnya kembali ke konsumen.
“Harapan kami bagaimana agar harga yang ada itu wajar, dalam artian di tingkat petani untung, tetapi di tingkat konsumen juga merasa terbantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Jangan sampai ada di tingkat petani atau pedagang tidak wajar, tapi di konsumen menjerit. Jadi petani untung, konsumen untung, artinya bisa tetap membeli”, tegas Guruh.
Guruh mengaku pihaknya tengah mempelajari mengapa disparitas harga bisa sampai sedemikian tinggi. Ditjen Hortikultura menunjukkan selama ini kerja sama jual beli yang dilakukan dengan petani terbukti mampu memberikan rasa adil baik kepada petani maupun kepada konsumen. Meski memang diakui harga cabai di tingkat petani juga turut mengalami pasang surut.
“Harga di petani Rp 35 ribu per kilogram. Range di petani berkisar Rp 10 ribuan plus transport. Harga di petani juga tergantung besarnya biaya transportasi; tergantung kondisi di lapangan. Harga sampai di toko tani berkisar Rp 45 ribu sampai Rp 60 ribu per kilogram. Jadi kami menjualnya tidak konstan harganya ”, imbuhnya.
Ditanyakan perihal persediaan cabai merah ke depan, Ditjen Hortikultura berkeyakinan bahwa stok akan selalu aman tersedia.
“Insya Allah, kalau yang sudah-sudah stok selalu aman”, tutupnya. (Dsy)
Pengunaan Bubur Bordo Untuk Pengendalian OPT Buah
leaflpet-bubur-bordo_watermarkDownload
Read more