Cianjur – Masyarakat Indonesia identik dengan masakan pedas. Hampir di setiap kuliner nusantara, cabai rawit merah menjadi andalan. Saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia memang belum banyak mengenal cabai Katokkon. Meskipun secara fisik mirip dengan cabai gendot asal Jawa Barat, namun ada varietas lain yakni cabai katokkon. Jenis cabai asal Tana Toraja ini memiliki aroma yang harum mewangi serta tingkat kepedasan yang tinggi, sehingga menjadi bahan pangan favorit masyarakat setempat terutama bagi para penggemar rasa pedas.
Uniknya, budidaya cabai ini tengah digandrungi oleh kaum muda dan mampu mengisi pasar wilayah Jabodetabek. Hal ini menjadi harapan baru pengendali inflasi yang kerap disebabkan oleh harga cabai merah rawit yang rentan berfluktuasi pada saat hari besar agama atau berkurangnya pasokan karena faktor iklim atau serangan OPT.
“Jenis cabai Katokkon yang sedang dikembangkan oleh PT. Arsy ini pasarannya sudah masuk ke wilayah-wilayah Jabodetabek dan sudah banyak digunakan oleh restoran, catering, dan hotel. Di sini yang bekerja kaum milenial dan rata-rata lulusan Perguruan Tinggi yang belum lama lulus, tetapi mereka sudah membuat perusahaan dan bisa melihat peluang usaha yang aspek pemasarannya bagus sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang sangat luar bisa,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto pada saat mengunjungi lahan cabai Katokkon, Minggu (11/9).
Prihasto menyebutkan, bisnis ini bisa menjadi percontohan kaum milenial. Kebanggaan ini disertai inovasi dan kreativitas sehingga dapat membudidayakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah luar biasa.
“Jadi anak muda tidak perlu lagi menggantungkan diri untuk mencari pekerjaan tetapi dapat memanfaatkan lahan yang ada dan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melaksanakan sebuah budidaya. Mereka adalah anak muda yang mempunyai semangat dan keinginan disertai untuk maju,” terangnya bangga.
Kepala Dinas Kabupaten Cianjur, Insanuddin Lingga berharap pembibitan cabai Katokkon ini bisa tersertifikasi dan dikembangkan ke masyarakat. Dengan demikian pada akhirnya bias meningkatkan pendapatan masyarakat.
“Jika cabai ini sudah bisa dikonsumi secara luas dan ditanam oleh seluruh pihak, baik masyarakat atau kelompok tani maka bukan mustahil menjadi salah satu primadona untuk tanaman cabai. Saya juga berharap Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia mendukung sehingga program-seperti ini agar meluas khususnya Kabupaten Cianjur.
Hadirnya cabai ini, menurut Insanuddin, yang dibudidayakan di Cianjur bisa booming dan mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat.
“Kami saat ini sedang mengembangkan cabai Katokkon yang memiliki banyak kelebihan, yaitu lebih pedas daripada cabai rawit umumnya. Kemudian Katokkon sendiri itu perpaduan dari tiga jenis yaitu cabai rawit, cabai merah, dan cabai keriting kemudian harga juga lebih murah dan stabil. Kami sedang mengembangkan di tiga lokasi yaitu di Bogor, Cianjur, Sukabumi, dan saat ini total pengembangan lahan kami sekitar 28 hektare”, ujar Direktur Utama PT Arsy, Canesia Aisah.
Ais, panggilan akrabnya, mengatakan cabai kattokan dapat berproduksi 30 ton cabai per hektarnya. Dirinya mematok harga flat per kilogram, yakni Rp 50 ribu per kg. Cabai ini mampu panen hingga 26 kali petik. Dari total panen bisa menghasilkan omzet kotor Rp 1,5 miliar dan mampu menggaji 50 pegawai yang rerata adalah kaum milenial.