Rilis Kementan, 24 September 2019
Nomor : 878/R-KEMENTAN/09/2019
Memasuki masa kepemimpinan periode ke-2, Presiden Jokowi beserta Menteri Kabinetnya gencar meneruskan pembangunan infrastruktur. Dalam waktu dekat, Pemerintah akan membangun akses jalan raya menghubungkan Bandara Internasional Yogyakarta dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur.
Program nasional bertajuk Bedah Menoreh tersebut akan melintasi jajaran pegunungan Menoreh yang membentang dari utara ke selatan sebagian wilayah Kulonprogo, Purworejo dan Magelang. Pemerintah menyiapkan berbagai skenario untuk menjadikan jalur tersebut menjadi kawasan agroekowisata terpadu. Kementerian Pertanian ambil bagian melalui program pengembangan kawasan buah dan tanaman hias.
Direktur Jenderal Hortikuktura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (22/9), menyebut pihaknya akan mendukung pengembangan agroekowisata tersebut.
“Tahun 2020 kita akan kembangkan kebun Lengkeng Kateki, Manggis Kaligesing, Bunga Krisan dan tanaman obat di kawasan Pegunungan Menoreh meliputi sebagian wilayah Kabupaten Kulonprogo, Purworejo dan Magelang. Konsepnya dibuat terpadu dengan pengembangan agroekowisata agar lebih _sustainable_ atau berkelanjutan,” ujar pria yang akrab dipanggil Anton ini.
Selain bernilai ekonomis tinggi, kata Anton, pengembangan buah-buahan di kawasan tersebut sekaligus mendukung konservasi lingkungan. Model pengembangan kawasan buah tersebut sesuai dengan _Grand Design_ Pengembangan Kawasan Hortikultura Berbasis Korporasi 2020-2024 yang terus digodog jajarannya.
“Daya saing lengkeng baik di pasar lokal dan internasional terletak pada cita rasa yang manis legit dan dagingnya yang tebal. Oleh karena itu perlu terus dikembangkan jenis kelengkeng yang adaptif di daerah tropis dengan cita rasa seperti di atas,” tambah Anton.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman, mengatakan pihaknya telah mengalokasikan kegiatan pengembangan buah lengkeng varietas Kateki melalui APBN 2020.
“Secara nasional, tahun 2020 kami targetkan pengembangan kawasan lengkeng seluas 600 hektare. Luasannya akan terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Untuk Kulonprogo dan Magelang saja akan kami alokasikan sekitar 200 hektare. Tambah lagi di Gunung Kidul 100 hektare. Konsepnya, selain peningkatan produksi dan pengurangan impor, juga disinergikan dengan pengembangan agroekowisata setempat,” kata Liferdi.
Menurut Liferdi, dipilihnya buah tersebut karena buah manis legit yang biasa disebut ‘mata dewa’ banyak digemari masyarakat namun belum banyak dikembangkan skala luas di dalam negeri.
“Kita masih ada impor lengkeng terutama dari Thailand. Meskipun jumlah impor terus turun seiring dengan peningkatan produksi, lengkeng termasuk jenis buah sub tropis. Indonesia sebenarnya sangat cocok dikembangkan. Dengan pendekatan kawasan korporasi terpadu hulu-hilir, kami optimis dalam 3 tahun ke depan impor lengkeng akan berkurang secara bertahap, paling tidak 20-30 persen setiap tahunnya,” ungkap pria Minang tersebut.
Lebih lanjut Liferdi menjelaskan saat ini Indonesia memiliki banyak lengkeng varietas unggulan yang daya adaptasi luas, rasanya manis. Daging buahnya tebal dan tidak kalah dengan lengkeng impor.
“Varietas Kateki menjadi salah satu varietas yang dinilai mampu mengimbangi kualitas lengkeng impor asal Thailand. Masyarakat kita sudah banyak yang mengembangkan lengkeng secara swadaya. Catatan kami tidak kurang dari 2.400 hektare lengkeng yang telah dikembangkan mulai dari Sumut, Lampung, seluruh pulau Jawa, Sulsel, Kaltim hingga NTB,” bebernya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kulonprogo, Muhammad Aris Nugroho, saat ditemui di Wates mengaku sangat antusias dan mendukung program korporasi Ditjen Hortikultura. Program tersebut sejalan dengan skenario pengembangan wilayah bertajuk Bedah Menoreh yang sudah dirintis sebelumnya.
“Program Bedah Menoreh disiapkan untuk membedah infrastruktur jalan, sektor pariwisata, pertanian, moda transportasi, hingga budaya. Adanya bandara YIA dan KSPN Borobudur menjadikan Kulon Progo dan kabupaten tetangga seperti Purworejo dan Magelang tidak hanya sekadar tempat transit namun bisa berkembang menjadi destinasi pariwisata yang menarik. _Lha_ di sinilah hortikultura masuk,” terang Aris semangat.
Aris menerangkan, proyek ini akan melalui Kecamatan Temon-Kokap-Girimulyo-Samigaluh-Kalibawang hingga Borobudur. Pengembangan Lengkeng Kateki diarahkan ke daerah Pengasih, Sentolo, Wates, Samigaluh dan Bendung Kamijoro. Khusus Samigaluh, sekarang sudah berkembang berbagai komoditas hortikultura seperti durian, manggis, krisan dan tanaman obat. Sekarang ini sudah ada Embung Girilangu untuk mendukung irigasinya.
“Lha kok _ndilalahnya_, Pengembangan Korporasi Usaha (PKU) yang digagas oleh Badan Ketahanan Pangan juga telah masuk ke daerah ini. Jenis kegiatannya meliputi peternakan kambing PE, olahan susu kambing.dan pembuatan pupuk organik. Kalau ditambah lagi nantinya perluasan kawasan lengkeng dan buah-buahan lainnya. Tentunya ini akan tambah mantab,” imbuh Aris dengan logat Jawanya yang khas.
Petani lengkeng di Desa Tawangsari, Untung, asal Kecamatan Pengasih mengaku senang mengembangkan Kateki karena dinilai sangat menguntungkan. Saat ini telah berkembang kurang lebih 11 ribu batang lengkeng Kateki dari bantuan APBN dan APBD II di Desa Tawangsari. Hampir di setiap pekarangan rumah warga ditanami lengkeng.
“Saya sendiri sudah _nanem_ sejak 2014. Total punya saya ada 600 batang. Kateki ini bisa diatur pembuahannya. Petani di sini sudah bisa menerapkan manajemen pemboosteran sehingga bisa mengatur waktu panen sesuai keinginan. Dalam 1 pohon bisa menghasilkan 30-70 kg, dengan harga jual Rp 20 – 35 ribu per kg. Setiap tahunnya omset bisa mencapai 1,4 juta per pohon,” bebernya senang.
Tidak hanya di Kulonprogo, Kabupaten Gunung Kidul yang luas lahannya 2/3 bagian dari DIY juga sangat antusias menerima program kawasan lengkeng berbasis korporasi ini. Kepala Desa Salam Kecamatan Patuk, Sajito, meyakinkan bahwa lahan petani di desanya siap mengembangkan Kateki seluas 25 hektare difokuskan di lokasi agrowisata Purbo Selorejo Nawing.
“Saat ini, Dinas PU sudah masuk membangun jalan menuju agrowisata yang menonjolkan wisata sungai di bawah bebatuan ini. Tentu akan tambah lengkap apabila ditambahkan dengan wisata petik lengkeng,” ujarnya.
Senada dengan Sajito, ketua Kelompok Tani Sedyo Maju, Desa Candisari, Kec. Semanu, Sumanto memimpikan akan membangun kebun lengkeng agrowisata di desanya.
“Program Kementan untuk mengembangkan kawasan lengkeng berbasis korporasi memberikan angin segar bagi warga Desa Candirejo, jelasnya di tengah 129 pohon lengkengnya yang tertata rapih dan subur menunggu berbuah,” ujar Sumanto.