Kementerian Pertanian terus berkomitmen mendorong budidaya hortikultura ramah lingkungan. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menginginkan produk pertanian berkualitas baik dari segi tampilan maupun kandungan gizinya. Dengan demikian, produk hortikultura seperti buah, florikultura, sayuran, jamur dan tanaman obat diharapkan aman dikonsumsi dan rendah residu pestisida.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto turut mendukung komitmen tersebut dengan mengimplementasikan Gerakan Mendorong Produksi, Daya Saing dan Ramah Lingkungan Hortikultura (Gedor Horti). Menurut Prihasto, banyak manfaat luar biasa yang diperoleh jika petani mempraktikkan budidaya ramah lingkungan dan sudah banyak pula bahan pengendali ramah lingkungan dan pestisida alami yang bisa dijadikan pilihan terbaik.
Untuk meningkatkan penggunaan pestisida alami, Direktur Perlindungan Hortikultura, Inti Pertiwi menyatakan perlu adanya upaya dari seluruh pihak, baik dari pemerintah, akademisi, hingga petani dan petugas lapangan. Dengan begitu, target untuk beralih ke pestisida alami akan bisa tercapai.
“Kita semua ini punya target yaitu ingin mengurangi penggunaan pestisida kimia dan beralih ke pestisida alami. Perlu upaya kita semua, baik dari pemerintah, akademisi, petani, hingga petugas di lapangan untuk bisa mencapai target yang diinginkan,” ujar Inti dalam membuka bimbingan teknis (bimtek) Pengelolaan OPT Ramah Lingkungan di Kampung Bawang Merah secara daring via Zoom, Rabu (18/8). Bimtek ini berhasil menjangkau sekitar 1.459 peserta.
Inti melanjutkan, pada 2021 ada 199 kampung bawang merah yang sedang dan akan dikembangkan di seluruh Indonesia. Bawang merah dipilih karena merupakan komoditas strategis hortikultura yang harganya pun ditetapkan melalui harga acuan pemerintah.
POPT Balai Proteksi Tanaman Pertanian Yogyakarta, Rais Sulistyo Widiyatmoko menyatakan bahwa seorang petani perlu untuk mengenal OPT karena keberhasilan pengendalian OPT sangat bergantung pada identifikasi terhadap jenis OPT yang menyerang.
“Hal dasar bagi seorang petani adalah mengenal OPT. Kenapa? Ini karena keberhasilan pengendalian OPT sendiri sangat bergantung pada identifikasi terhadap jenis OPT yang menyerang, sehingga dengan kemampuan mengenal itulah kita dapat menentukan cara pengendalian yang tepat,” terang Rais.
Rais menambahkan, setidaknya ada 4 (empat) OPT yang kerap menyerang tanaman bawang merah, yaitu ulat bawang, trips, lalat pengorok daun, dan orong-orong. Pengendalian OPT ini dapat dilakukan melalui penggunaan varietas yang sudah adaptif, penggunaan perangkap likat warna, penggunaan perangkap lampu, pengendalian fisik atau mekanis, pengendalian hayati, dan penggunaan pestisida nabati.
Penggunaan perangkap lampu atau light trap untuk mengendalikan OPT bawang merah telah diterapkan oleh Usep Yudiman, seorang petani asal Yogyakarta. Tidak hanya untuk bawang merah, Usep juga menggunakan light trap untuk semua komoditas hortikultura.
“Saya sudah mencoba ke bawang merah, cabai, kangkung, melon, kemangi bahkan padi. Bahkan ada perbandingan antara menggunakan light trap dan tidak memakai dengan jarak 50 meter. Yang tidak menggunakan mendapat serangan yang luar biasa. Memang masih ada ulat hijau tapi bisa diatasi. Light trap memang tidak bisa mengatasi seluruhnya namun efektif mengendalikan hama,” jelas Usep.
Usep kemudian berpesan, sebagai petani milenial, kunci keberhasilan pengendalian OPT adalah pengamatan terhadap hama dan mengatasinya sejak dini. Light trap juga sebaiknya dipasang seminggu sebelum penanaman. Tujuannya yakni untuk mengetahui ada atau tidaknya hama dan seberapa besar populasinya.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Loekas Soesanto menyatakan bahwa pada 2024, diharapkan Indonesia telah mandiri bawang merah. Untuk mencapai hal tersebut, Loekas mengapresiasi langkah Kementan melalui Direktorat Jenderal Hortikultura karena telah menghadirkan kampung bawang merah sebagai bagian dari program prioritas Kampung Hortikultura.
Selanjutnya, Loekas memaparkan bahwa penyakit yang menyerang bawang merah tergantung dari OPT. OPT Tular Tanah menyebabkan penyakit layu fusarium (moler) dan penyakit rebah semai; OPT Tular Udara menyebabkan penyakit trotol, penyakit bercak, penyakit layu bakteri, penyakit bercak botrytis, dan penyakit tepung; OPT Tular Benih menyebabkan penyakit layu fusarium dan penyakit layu bakteri; dan OPT Tular Vektor menyebabkan penyakit virus kuning.
Dalam mengendalikan OPT dan penyakit tersebut, diutamakan untuk menggunakan pengendalian hayati yang ramah lingkungan karena menjaga tanaman tetap sehat, produk tinggi, aman, dan lebih murah.
“Mengapa pengendalian hayati? Pertama, tanaman sehat. Kemudian, produksi tinggi, menghindari dampak negatif pestisida, aman, dan murah,” jelas Loekas.
Loekas juga sangat mendukung penggunaan pestisida organik dalam menerapkan budidaya pertanian yang ramah lingkungan. Pestisida organik memberikan banyak keuntungan, yakni menjadi pelindung tanaman, penting terhadap stres lingkungan, mudah untuk disiapkan dan diaplikasikan, serta menjadi satu-satunya cara di saat cara lain tidak bisa.