Kementerian Pertanian terus melakukan langkah-langkah strategis menghadapi tantangan perubahan iklim dan lingkungan saat ini. Penanganan sistem agribisnis dilakukan secara terpadu mulai dari penyiapan benih bermutu, budidaya, pascapanen, pemasaran, hingga kelembagaan ekonomi petani. Tujuannya agar terbentuk sistem korporasi petani yang tangguh dan berkelanjutan.
Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Pertanian, Prihasto Setyanto, melakukan kunjungan kerja bersama tim Direktorat Jenderal Hortikultura dalam rangka studi lapang ke Kelompok Bernard Tani Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dan Kelompok Suka Wargi 2 Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut (7-8/9). Pada kesempatan tersebut, Prihasto menegaskan komitmen Kementan dalam menghadapi dinamika perubahan iklim dan lingkungan yang semakin kompleks. Salah satu yang didorong adalah pengembangan korporasi pertanian hortikultura yang dikelola melalui kelembagaan ekonomi petani (KEP).
“Sistem pengelolaan agribisnis hortikultura harus terintegrasi dari hulu hingga hilir. Produksi direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pasar atau market driven. Penerapan teknologi budidaya yang adaptif terhadap perubahan iklim dan penggunaan input produksi yang ramah lingkungan menjadi keharusan. Tugasnya KEP untuk mengelola kemitraan pemasaran dengan offtaker, dan menata sistem kemitraan produksi dengan petani ,” ujar Prihasto.
Lokasi studi lapang di Kelompok Bernard Tani Pangalengan dan Kelompok Suka Wargi merupakan lokasi kegiatan The Indonesia Japan Horticulture Public Private Partnership Project for The Improvement of The Agricultural Marketing and Distribution System Phase 2 (IJHOP2) yang didanai JICA Jepang. Project tersebut dilaksanakan di 7 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat). Fokus proyek ini untuk menghasilkan produk hortikultura berkualitas tinggi dan berorientasi pasar, memperbaiki teknik budidaya, dan meningkatkan keterampilan negosiasi dengan pasar baik pasar produk segar maupun olahan industri.
“Model pengelolaan agribisnis yang dilakukan pada proyek IJHOP2 ini bisa diadopsi sebagai referensi atau benchmark pelaksanaan Horticulture Development in Dryland Areas Project (HDDAP) dengan cakupan area yang jauh lebih luas, mencapai 10.000 hektar di 13 Kabupaten. “Bedanya dengan IJHOP2, Proyek HDDAP cakupan areanya lebih luas, komoditas yang dikembangkan lebih beragam tidak hanya sayuran tapi juga buah-buahan. Namun untuk HDDAP karena baru mau jalan, banyak aspek yang perlu dipersiapkan diantaranya aspek infrastruktur, pasar, kelembagaan ekonomi petani, budaya kerja, olahan, sumber daya alam, prasarana aksesibilitas dan modal usaha dari Perbankan,” terang Prihasto.
Supaya proses bisnis bisa berjalan dan berkelanjutan, Prihasto menekankan prinsip 4K, yaitu Kualitas – Kuantitas – Kontinuitas dan Kepercayaan. “Keempatnya harus ada dan diterapkan, sebagai prasyarat utama tumbuhnya trust atau kepercayaan dari semua stakeholder terkait,” pungkasnya.
Ketua Bernard Tani, Pipit Candra, menuturkan pihaknya kini mampu menjadi vendor utama pemenuhan kebutuhan cabai ke Lotte Mart se-Jabodetabek baik untuk premium maupun grosir. Selain itu mereka juga memasok cabai ke jaringan Aeon. Produk yang dihasilkan selain cabai diantaranya terong jepang, tomat momotaro dan beberapa jenis sayuran eksotik. Selain memproduksi produk segar, Bernard Tani juga mengolah produk off-grade atau grade C menjadi olahan cabai. “Kami sudah punya ijin PSAT untuk semua produk, sertifikat Prima 3, bangsal pascapanen untuk penanganan GHP, sistem produksi adaptif perubahan iklim dengan teknologi pot-up dalam green house dan rain shelter, sistem budidaya ramah lingkungan, dan kelembagaan bisnis yang dipercaya oleh mitra pasar dan mitra petani,” kata Pipit.