Pangsa pasar anggrek baik di dalam negeri maupun mancanegara semakin terbuka. Trend peningkatan permintaan anggrek untuk segmen pasar tradisional maupun premium mendorong para pelaku bisnis antusias terjun di bisnis estetik ini. Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki kekayaan sumber plasma genetik anggrek, berpeluang menjadi produsen anggrek yang diperhitungkan di pasar dunia.
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura terus mendorong pelaku bisnis anggrek untuk memperluas segmen pasarnya terutama ekspor. “Bisnis anggrek ini memang unik dan spesifik mulai dari aspek produksi hingga pemasarannya. Pangsa pasarnya lebih ke kebutuhan estetika, sehingga nilai jualnya bisa tinggi. Nah, negeri kita punya plasma nutfah anggrek yang besar. Indonesia bisa menjadi pemasok anggrek yang diperhitungkan di pasar dunia,” ujar Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto saat mengunjungi Kebun Pembibitan Anggrek PT Ekakarya Graha Flora di Purwakarta Jawa Barat (9/02). Perusahaan tersebut dikenal sebagai produsen anggrek bulan _(phalaenopsis)_, dan anggrek _dendrobium_ dalam bentuk tanaman dan benih.
Selama kunjungan, Dirjen Hortikultura yang didampingi Direktur Buah dan Florikultura meninjau langsung kebun dan fasilitas produksi anggrek terbesar di Indonesia tersebut. Kapasitas produksi anggrek di PT Ekakarya kini mencapai 1 juta anggrek per tahun. Sistem produksinya sudah cukup modern, lengkap dengan fasilitas penangkaran benihnya. Luas kebun _screenhouse_ untuk produksi anggrek dendrobium mencapai 12 hektar, sedangkan untuk anggrek bulan seluas 5 hektar. Proses pembungaan selanjutnya dilakukan di kebun Warungkondang Sukabumi. “Untuk memproduksi anggrek dari benih hingga berbunga butuh waktu setidaknya 3 tahun. Untuk menentukan anggrek terbaik perlu waktu setidaknya 8 tahun. Ini tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis anggrek untuk bisa mengatur penjadwalan produksi. Bisnis anggrek butuh ketekunan dan ketelitian ekstra,” terang pria yang akrab dipanggil Anton tersebut.
Kementerian Pertanian saat ini gencar memacu ekspor produk pertanian yang dikemas melalui Gerakan Tiga Kali lipat Ekspor (GraTieks). Menurut Anton, pihaknya berkomitmen memberikan fasilitas kemudahan bagi para pelaku bisnis untuk melakukan ekspor. “Mulai dari panduan SOP budidaya, perijinan ekspor, registrasi kebun atau lahan, promosi hingga diplomasi perdagangan terus kami lakukan untuk mendukung ekspor,” tandasnya. Anggrek dan jenis tanaman florikultura menarik perhatiannya karena nilai ekonomisnya sangat tinggi dibanding produk hortikultura lainnya. “Bisnis ini sifatnya sangat _fashion_. Harganya bisa tinggi ketika mampu memenuhi selera pasar. Kita akan bantu semaksimal mungkin para pelaku usaha agar bisa ekspor. Prinsipnya, kalau bisa dipermudah ngapain dibikin sulit,” tukas Anton.
Direktur Marketing PT. Ekakarya Graha Flora, Joko As’ad, mengaku pihaknya sangat berminat mengisi ceruk pasar ekspor anggrek dunia. Produsen anggrek yang berdiri sejak 1997 ini telah mengekspor anggreknya ke sejumlah negara diantaranya Amerika Serikat, Belanda, Australia, Jepang dan Singapore. Namun, saat ini baru Jepang dan Singapura yang berlangganan rutin anggrek idari perusahaannya. Upaya penjajagan pasar baru ke Uni Emirat Arab telah dilakukan melalui _trial shipment_. Saat ini anggrek banyak dipasarkan dalam berbagai bentuk, diantaranya botolan, kompot, tanaman pot remaja dan tanaman bunga. Untuk pasar ekspor difokuskan pada produk tanaman pot remaja dan tanaman yang sudah berbunga.
Jack sapaan akrab Pak Joko mengaku, tahun lalu mampu menjual sekitar 600 ribu anggrek untuk pasar domestik dan 100 ribu anggrek untuk pasar ekspor. Diakuinya harga anggrek di dalam negeri terbilang menggiurkan sehingga porsinya lebih besar dibanding ekspor. “Harga anggrek di pasar dalam negeri bisa mencapai Rp 150 ribu per tanaman. Pasar luar negeri memang cukup menjanjikan. Namun masih belum maksimal kita isi karena terkendala mahalnya ongkos angkutan kargo. Ini yang menyebabkan anggrek Indonesia masih kalah bersaing dari sisi harga dengan negara lain seperti Taiwan. Sebagai contoh, biaya kargo dari Indonesia ke Dubai mencapai US$ 3,2 per kilo, sedangkan dari Taiwan hanya US$ 1,5. Kami berharap Kementerian BUMN bisa memfasilitasi kargo pesawar garuda dengan harga murah untuk produk-produk ekspor asal Indonesia,” kata Jack.
Para pelaku bisnis tanaman hias sangat mengapresiasi upaya Kementerian Pertanian untuk memfasilitasi kemudahan ekspor. Kemudahan perijinan diakui sangat membantu bisnis ekspor. “Kita ingin mensukseskan program pemerintah menggenjot ekspor. Yang perlu diselesaikan saat ini adalah masalah kargo dan diplomasi. Contoh Taiwan, mereka bisa bebas memasukkan anggrek berikut pot medianya ke USA. Sementara kita diharuskan bebas dari media tanam. Padahal secara kualitas, anggrek Indonesia masih lebih bagus dibanding anggrek asal Taiwan. Ini jadi PR diplomasi perdagangan kita,” pungkas Jack.
Berdasarkan catatan BPS, kinerja ekspor florikultura sepanjang tahun 2019 naik dibanding 2018. Tahun 2019 ekspor florikultura mencapai 4.856 ton dengan nilai sekitar Rp 189 Milyar, sementara tahun 2018 sebanyak 4.639 ton senilai Rp 168,9 Milyar. Sementara ekspor anggrek kumulatif sepanjang tahun 2017 hingga 2019 mencapai 132 ribu kilogram senilai Rp 12,4 Milyar. Tahun 2019 ekspor anggrek sebanyak 38 ribu kilogram dengan nilai Rp 3,2 Milyar dengan negara tujuan ekspor meliputi Jepang, Singapura, Timor Leste dan Korea.