Jakarta – Komoditas hortikultura menjadi salah satu komoditas pertanian yang paling favorit untuk dibudidayakan sebab komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang luar biasa. Hal ini disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi dalam webinar MSPP Vol. 22 2021 melalui Zoom Meeting, Jumat (2/7).
“Kita semua tahu bahwa komoditas hortikultura menjadi favorit karena nilai ekonominya luar biasa. Bisa dilihat dari budidaya hidroponik yang didominasi oleh komoditas hortikultura. Caisim yang dibudidayakan secara hidroponik sudah bisa dipanen hasilnya dalam 1 bulan,” ujar Dedi saat membuka webinar tersebut.
Melihat potensi komoditas hortikultura yang luar biasa, maka webinar MSPP kali ini mengambil tema “Kebijakan Pengembangan Hortikultura Nasional” dan menghadirkan Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto sebagai narasumber.
Dalam webinar tersebut, Prihasto memaparkan bahwa arah kebijakan pembangunan hortikultura adalah meningkatkan daya saing hortikultura dengan 3 (tiga) strategi utama, yaitu 1) Pengembangan Kampung Hortikultura, 2) Penumbuhan UMKM Hortikultura, dan 3) Digitalisasi Hortikultura melalui Sistem Informasi. Ketiga strategi ini diharapkan dapat menjadi legacy Direktorat Jenderal Hortikultura untuk pertanian Indonesia, sesuai dengan arahan dari Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Kampung Hortikultura, yang merupakan program prioritas, adalah pengembangan kawasan hortikultura dengan mengusung konsep One Village One Variety (OVOV). Konsep ini bertujuan untuk membuat kawasan terkonsentrasi dan berskala ekonomi, sehingga mampu menghasilkan produk segar dan olahan yang bersaing dengan negara lain, terutama dalam hal ekspor.
“Kalau berbicara komoditas hortikultura, terutama buah-buahan, kita seringkali kalah dengan Thailand atau Vietnam. Padahal secara iklim sama dan tanahnya tidak lebih subur dari Indonesia. Yang membedakan adalah konsepsinya. Mereka terkonsentrasi, sementara kita terlalu tersebar luas dan jadinya menyulitkan pelaku usaha dalam melakukan ekspor. Konsep seperti inilah yang akan diterapkan melalui Kampung Hortikultura,” ungkap Prihasto.
Pada 2021, Ditjen Hortikultura menargetkan ada 1.345 kawasan kampung yang terdaftar dan dikembangkan di 31 provinsi di Indonesia. Adapun syarat yang harus dipenuhi jika kampung ingin menjadi kampung hortikultura adalah kesesuaian agroekosistem, adanya semangat dan dukungan dari masyarakat kampung, komitmen pemerintah daerah dalam pendampingan dan pengawalan kegiatan, dan kampung hortikultura harus ada dalam satu kesatuan administrasi desa.
Untuk menyukseskan program prioritas ini, Prihasto mengungkapkan bahwa dibutuhkan sinergisme, salah satunya dengan BPPSDMP dalam menghasilkan petani dan penyuluh berkualitas. Bentuk sinergisme yang dapat dilakukan antara lain adalah pelatihan dan bimtek terkait teknis budidaya, pascapanen, pengolahan, jaminan mutu produk, dan UMKM Hortikultura.
“Selain benih berkualitas hasil sinergi Direktorat Perbenihan Hortikultura dan Badan Litbang Pertanian, pengembangan Kampung Hortikultura juga memerlukan sinergi dengan BPPSDMP dalam hal bantuan penyuluh untuk pendampingan dan pengawalan. Ke depannya akan dilakukan pelatihan atau bimtek untuk petani dan penyuluh agar mampu mengembangkan kampung dengan optimal,” jelasnya.
Sinergitas ini telah terbukti pada beberapa kawasan yang berhasil menjadi kampung buah, antara lain Kampung Kelengkeng Grobogan, Kampung Durian Songgon Banyuwangi, dan Kampung Mangga Agrimania Indramayu.
“Salah satu contoh yang berhasil mengembangkan kampung buah adalah Kampung Kelengkeng di Grobogan. Mereka memanfaatkan lahan kosong menjadi kebun kelengkeng dan dikelola oleh bumdes. Sudah empat kali panen dan dampaknya luar biasa untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkas Prihasto.