Kabupaten Majalengka terletak di daerah Gunung Ciremai. Tepat di lembah Panyaweuyan tersebut terdapat sentra bawang merah kurang lebih 400 hektare. Bentangan bawang merah di sepanjang bukit hingga ke kaki lembah berketinggian 1100 m dpl ini menciptakan pemandangan indah.
Mahpudin, ketua kelompok tani Gunung Sari, mengaku bangga dengan lokasi pertanaman bawang merahnya, “Selain sentra bawang merah, lembah ini juga sebagai destinasi wisata favorit bagi masyarakat Majalengka dan kota lain di Pulau Jawa. Keindahannya menarik wisatawan dari negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Mereka datang untuk belajar serta mencontoh terasering dan membentuk sabuk di pegunungan.”
Salah satu varietas yang banyak ditanam di lokasi ini adalah batu ijo. Varietas ini terkenal memiliki produktivitas bagus di kalangan petani. Selain itu, ada varietas lain yang cocok dibudidayakan, yakni bima curut dan sumenep. Umur tanaman komoditas ini berkisar antara 45 – 60 hari setelah tanam (HST) dengan luasan sekitar 470 hektare.
“Varietas yang ditanam ada bali karet sebagai varietas lokal dan varietas batu ijo yang cukup bagus dalam peningkatan produksi. Kelebihannya, melalui proses jumlah anakan dapat mencapai 6 – 9 butir sehingga ukurannya akan semakin kecil. Selain itu lahan bentuk teras di Panyaweuyan membentuk sabuk gunung. Penanaman bukan di daerah miring, tetap di daerah datar,” jelas Wawan, Kepala Seksi Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka. Kawasan tersebut memiliki ketinggian sekitar 900 – 1000 m dpl yang dapat berproduksi pada saat musim hujan.
“Pertanaman komoditas ini bisa dilakukan dalam volume sekitar 400 – 500 hektar dalam satu musim tanam. Penanaman dilakukan tiga kali yaitu awal musim hujan Oktober – November dan panennya pada Januari-Februari. Tanam kedua dilakukan Februari – Maret dan panen pada April. Dua musim tanam tersebut diperoleh produksi sekitar 500 hektare. Saat musim tanam berikutnya pada Juni – Juli dapat diperoleh produksi 100 – 200 hektare,” tambah Wawan.
Dalam kesempatan tersebut, Andi dan Antoni, staf Direktorat Perlindungan Hortikultura melakukan pengambilan sampel tanaman bawang merah dan tanah untuk uji residu pestisida. Petani di kawasan ini masih banyak menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida pertama dilakukan pada 15-17 HST dan aplikasi terakhir pada 45 HST atau 5-15 hari sebelum panen.
“Pentingnya teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) yang ramah lingkungan. Petani juga didorong untuk menggunakan pestisida nabati dan agens hayati yang telah diajarkan pembuatannya oleh petugas POPT,” jelas Andi saat berkunjung ke lokasi bawang merah di perbatasan Desa Sukasari Kidul, Desa Sukasari Kaler dan Desa Tejamulya.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, “Penerapan budidaya ramah lingkungan sangat membantu keberlanjutan usaha komoditi hortikultura dan kelestarian agroekosistem.”
Terasering Panyaweuyan telah didaftarkan ke FAO sebagai terasering terbaik dunia khusus kawasan bawang merah. Harapannya Majalengka mampu menjadi sentra bawang merah yang ramah lingkungan.
Penulis : Antoni & Andi Abdurrahim