*Rilis Kementan, 14 Desember 2020*
Nomor : 1657/R-KEMENTAN/12/2020
Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) menggencarkan program agroeduwisata pada 2020. Terdapat 17 lokasi yang menjadi sasarannya.
Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, menyatakan, kebijakan tersebut dilaksanakan sesuai visi besar Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang menginginkan pemerintah berkontribusi besar terhadap pemulihan ekonomi nasional (PEN) imbas pandemi Covid-19. Namun, tetap menjadikan rakyat kecil, khususnya petani, sebagai aktor utama.
“Agroeduwisata kita pilih karena tren pariwisata ‘Tanah Air’ sedang ‘naik daun’ dalam beberapa tahun terakhir. Namun, terpuruk saat pandemi karena penerapan pembatasan interaksi. Di sisi lain, sektor pertanian juga tumbuh pesat saat naik. Kalau ini kita combine, tentu dampaknya akan besar, baik terhadap perekonomian nasional maupun peningkatan kesejahteraan petani,” tutur Anton, sapaannya, dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/12).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rerata pertumbuhan kunjungan turis, terutama wisatawan mancanegara (wisman), mencapai 14% per tahun pada pada 2014-2018. Angka itu lebih tinggi daripada periode 2009-2013 yang rata-rata 9% per tahun.
Masih menurut BPS, kunjungan wisman pada 2009 mencapai 6,32 juta orang. Jumlahnya meningkat pada tahun-tahun berikutnya, 8,8 juta orang pada akhir 2013 dan 2018 menembus 15,81 juta orang.
Lonjakan jumlah wisman ini turut meningkatkan devisa dari sektor pariwisata. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), US$10,761 miliar pada 2015, US$11,206 miliar pada 2016, US$13,139 miliar, dan US$16,426 miliar pada 2018 (angka sementara).
Meski demikian, laju sektor pariwisata melesu seiring terjadinya pandemi Covid-19 yang menghantam nyaris seluruh negara. Pangkalnya, perekonomian global ambruk dan terjadi pembatasan mobilitas orang guna meminimalisasi transmisi.
BPS mencatat, hanya 160.000 wisman yang mengunjungi Indonesia pada Juni 2020 atau turun signifikan hingga 88,82% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 1,43 juta wisman. Secara kumulatif, sebanyak 3,09 juta wisman berlibur ke “Zamrut Khatulistiwa” pada semester I 2020. Artinya, turun 59,96% daripada periode sama 2019 yang berjumlah 7,72 juta kunjungan.
Hal tersebut berimbas terhadap devisa yang dikumpulkan merosot tajam–diproyeksikan anjlok hingga 50%–dan memengaruhi perekonomian nasional. Dengan demikian, angka pengangguran “meroket”. Menurut data Kementerian Pariwasta dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), lebih dari 13 juta pekerja sektor pariwisata terdampak langsung dan 34 juta pekerja di sektor pendukung mengalami efek serupa.
Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementan, Retno Sri Hartati Mulyandari, menambahkan, program Agroeduwisata memiliki beberapa tujuan. Detailnya, membangun model percontohan sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan antar komoditas terkait, terutama florikultura, biofarmaka, buah-buahan, dan sayur-mayur, dalam satu siklus hulu hingga hilir secara berkelanjutan, alih teknologi ciptaan Kementan kepada masyarakat, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) pertanian, mengintegrasikan implementasi inti dan plasma dalam suatu kawasan, menjadi destinasi wisata; serta mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Agroeduwisata yang kami kerjakan akan menyasar optimalisasi pengelolaan sumber daya pertanian di wilayah pengembangan guna mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan dengan cakupan komoditas unggulan setempat. Dengan demikian, bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani, menjadi tempat pelatihan dan inkubasi bisnis, serta model diseminasi inovasi teknologi pertanian,” tuturnya.
Dirinya menerangkan, indikator kesejahteraan petani secara ekonomi tercermin dari peningkatan pendapatan serta konsumsi yang mencakup jumlah, kualitas, dan keragaman. Untuk itu, diperlukan peningkatan produksi, penciptaan nilai tambah, dan menggenjot daya saing produk melalui pemanfaatan sumber daya dari lahan, air, modal, teknologi, SDM, dan sumber daya lainnya dengan menjamin keberlanjutan dan kelestarian sumber daya.
“Keseluruhannya ini dapat tercapai apabila pengelolaan usaha dilakukan dengan skala ekonomis dan menerapkan teknologi maju dan tepat guna. Pengembangan usaha pun harus terintegrasi dari subsistem hulu, produksi, pengolahan, hingga pemasaran. Sementara itu, nilai tambah akan teralisasi melalui pengembangan penanganan pascapanen, grading, dan pengemasan (packing),” urainya.
“Oleh karena itu, kami memilih Agroeduwisata karena tergolong model bisnis yang terintegrasi, efisien, dan ekonomis mengingat seluruh upaya-upaya tersebut dilakukan dalam suatu wilayah dan dikemas sebagai wahana edukasi sekaligus wisata,” sambung mantan Kepala Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (Pustaka) Kementan ini.
Dalam pelaksanaannya, Ditjen Hortikultura menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat dan menerapkan pengelolaan sumber daya berkelanjutan dalam melaksanakan program Agroeduwisata. Opsi tersebut dikedepankan lantaran pemberdayaan membangun rasa memiliki dan menghindari ketergantungan pada program sehingga petani selaku pengelola dapat mandiri.
“Dengan demikian,” jelas Retno, “pemerintah selaku katalisator dan motivator hanya memberikan dukungan mencakup aspek manajemen, pendampingan atau peningkatan kapasitas, fasilitasi peningkatan nilai tambah, akses pasar, kemitraan, dan teknologi. Adanya bantuan sarana dan prasarana hanya sebagai stimulus bagi pengelola.”
Perkuat TSP Balitjestro
Taman Sains Pertanian Jeruk Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (TSP Balitjestro) di Kota Batu, Jawa Timur, menjadi salah satu sasaran Program Agroeduwisata. Bantuan tersebut disambut positif oleh pengelola lantaran selaras dengan nafas TSP.
“Program Agroeduwisata Ditjen Hortikultura dengan TSP sangat bersinergi karena Taman Sains Pertanian, kan, mengedepankan riset yang sangat lekat dengan pendidikan,” ucap Kepala Balitjestro, Harwanto. “Link and match sangat luar biasa.”
Dicontohkannya dengan transfer pengetahuan tentang aneka jeruk kepada pengunjung. Sebelum mengunjungi TSP Balitjestro, banyak di antara mereka tidak mengetahui aneka varietas dan karakteristik jeruk. “Masuk sini jadi paham. Sangat edukatif.”
Menurut eks Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah ini, program tersebut juga memperkuat penjenamaan (branding) Kota Batu sebagai daerah agroeduwisata. Pun memperkokoh komitmen Balitjestro menjadi wadah edukasi pertanian berbasis wisata.
Saat kondisi normal sebelum pandemi, sekitar 5.000 pengunjung mendatangi TSP Balitjestro. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Murid taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA) dan masyarakat umum.
“Mereka ajukan surat, kita atur jadwalnya. Kadang kita tambah personel. Oleh karena itu, maaf kalau ujug-ujug ke sini bisa tidak terlayani karena tidak teragendakan,” jelasnya.
Terdapat lima komoditas yang menjadi fokus pengembangan, yakni jeruk, apel, kelengkeng, stroberi, dan anggur. TSP terbagi menjadi tiga klaster mencakup benih, budi daya (on farm), dan pasca panen.
Pengunjung yang datang diberikan pemahaman tentang pengembangan buah sejak hulu hingga hilir. “Bagaimana cari batang bawah, cara semai, tempel, pelihara, legalisasi, bagaimana nanti di lapangan saat budi daya, pengenalan buah, hingga penanganan pascapanen primer dan sekunder,” urainya.
Balitjestro turut memproduksi produk turunan dari aneka buah yang dikembangkan. Produk-produk tersebut dikemas apik dilengkapi label penunjang dan dijajakan di Jestro Mart.
Diseminasi juga dilakukan melalui berbagai media sosial Balitjestro. “Terakhir ada Jestro Channel (di YouTube) dan podcast,” kata Harwanto.
Selain itu, Balitjestro juga memberikan pelayanan kepada mahasiswa magang hingga penangkar untuk memperdalam pengetahuannya. Pangkalnya, unit organisasi di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) ini turut menyasar inkubasi bisnis.
“Kita biasa (menggelar) bimtek (bimbingan teknis). Kita adakan latihan bisa secara lokal, regional, nasional secara gratis. Kalau bayar, penangkar bisa datang ke sini, kita ada paketnya. Selain pendidikan, ada fasilitas makan, tempat tinggal, dan sebagainya,” tuturnya.
Sayangnya, operasional TSP sebagai agroeduwisata belum bisa maksimal, terutama terhadap masyarakat umum yang berkunjung, mengingat belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi sebagai pemandu (tour guide). Selama ini, Balitjestro mengerahkan diseminasi untuk menemani dan memberikan penjelasan kepada pengunjung.
Dengan demikian, penjelasan kepada pengunjung acap kali menggunakan istilah ilmiah. “Semua otodidak. Jadi, terangin sesuai keahlian,” ujar Harwanto. Karenanya, Balitjestro bakal membentuk tim khusus untuk memandu pengunjung agar betul-betul puas.
Balitjestro pun tengah mengembangkan infrastruktur lain guna memaksimalkan perannya. Kini tengah merevitalisasi dan memperluas kebun buah serta berencana membangun ruang audio visual.
Selain Balitjestro, Program Agroeduwisata juga menyasar usaha Poktan Maduma di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara; Agrowisata Situ Bolang di Indramayu, TTP Cigombong di Kabupaten Bogor, Agrowisata Jeruk Eptilu di Kabupaten Garut, serta Poktan Rahayutani dan Mekar Setia, BBPP, dan Balitsa Lembang di Kabupaten Bandung, Jabar; Kawasan salak di Kabupaten Sleman, DIY; P4S Citra Muda Kopeng di Kabupaten Semarang, Balingtan di Kabupaten Pati, dan kebun buah Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah; Poktan di Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Lampung; serta kebun Cilangkap dan kebun bibit Kamal, Cibubur, dan Ciganjur di DKI Jakarta.