*Rilis Kementan, 18 Mei 2020*
No. 503/R-KEMENTAN/05/2020
PASURUAN – Pendemi Covid-19 yang tengah melanda Indonesia tak menjadi kendala bagi produsen maupun eksportir komoditas hortikultura, khusus komoditas jamur hingga kini tetap eksis permintaannya, baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk terus meningkatkan produksi dan ekspor komoditas pertanian yang dibarengi juga dengan peningkatan mutu produk pertanian, salah satunya yaitu jamur.
Prospek jamur di pasar internasional cukup menjanjikan. Pada Tahun 2007, Indonesia masuk dalam lima besar negara eksportir jamur terbesar. Volume ekspornya mencapai 18.000 ton ke Jerman, Rusia, USA, dan Jepang.
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto mengatakan bahwa berdasarkan data BPS produksi Jamur tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 6,5% dari tahun sebelumnya.
“Namun produksi tersebut ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Ini peluang buat kita,” tambah dia.
Pada tahun 2018, tingkat konsumsi jamur sebanyak 0,18 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk 265 juta jiwa artinya total konsumsi jamur di Indonesia mencapai hampir 48 ribu ton. Sementara produksinya hanya 31 ribu ton.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar jamur masih terbuka lebar. Saya harap para pelaku usaha dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut dengan meningkatkan produksi jamurnya. Tak hanya kuantitas, kuantitas juga harus tetap diperhatikan supaya daya saing jamur kita semakin kuat dipasar ekspor,” tutup Anton.
Keberhasilan ekspor tersebut tidak terlepas dari peran PT Eka Timur Raya atau dikenal dengan PT ETIRA yang sukses dalam usaha pengembangan jamur champignon (jamur kancing) dan jamur portabella.
Hasil produksinya tersebut diolah sebagai produk kaleng dan beku kemudian dikemas sesuai dengan permintaan pasar yakni kemasan glass, kaleng atau pouch.
Maryono Budi, Asisten Direktur PT ETIRA dalam keterangannya ketika dihubungi Senin (18/5) mengungkapkan bahwa sejak awal produksinya, PT ETIRA berorientasi pada pasar ekspor. Lebih dari 95% produknya digunakan untuk memenuhi pasar ekspor.
Namun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola makan yang sehat, pihaknya melihat adanya peluang pasar dalam negeri.
“Sehingga dalam lima tahun terkahir ini ETIRA mulai mendistirbusikan jamur kancing segar di lima kota besar yakni adalah Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Dengan rata-rata suplainya mencapai 9 ton per hari,” beber dia.
Sedangkan volume ekspornya rata-rata sebesar 25-30 kotainer per bulan atau setara dengan 525 ton hingga 630 ton per bulan. Hingga kini ekspornya tetap berjalan meskipun tonasenya sedikit menurun karena dampak covid-19.
“Saat ini volume ekspornya sebesar 20 kontainer per bulan setara dengan 420 ton dengan nilai transaksi sebesar 740.000 USD,” ungkap Budi.
Menurut Budi, competitor eksportir jamur kancing (Agaricus bisporus) terkuat ETIRA adalah dari China dan Eropa. Kedua Negara tersebut merupakan produsen jamur yang sulit disaingi dari segi harga pokok produksi. Namun kualitas dan kontinuitas ETIRA lebih unggul.
“Dari segi harga kita kalah, namun dari segi kualitas dan kontinuitas suplai kami berani diadu,” lanjut Budi bangga.
Terpisah, Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, Doddy Setiawan mengugkapkan bahwa produksi sayuran khususnya jamur diwilayahnya mengalami peningkatan.
“Produksi jamur kami meningkan, gak hanya jamur kancing yang diproduksi PT ETIRA tapi masyarakat disini juga banyak yang telah mengembangkan jamur tiram dan jamur merang,” ujar Dody.