Rilis Kementan, 24 September 2021
Nomor : 873/R-KEMENTAN/9/2021
Jakarta – Indonesia merupakan negara dengan plasma nutfah berlimpah dan unggul. Dengan kekayaan sumber daya alamnya tersebut harus mampu dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi, mutu dan tentunya mensejahterakan petani, termasuk mengurangi dan membatasi produk impor. Upaya ini sejalan dengan prinsip pertanian maju, mandiri serta modern yang digaungkan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Pembangunan hortikultura difokuskan untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan produksi, produktivitas, akses pasar, logistik yang didukung sistem pertanian modern yang ramah lingkungan. Selain itu juga mendorong peningkatan nilai tambah produk untuk kesejahteraan petani. Salah satu upaya yang dilakukan adalah program Kampung Hortikultura yang mengusung tema “One Village One Variety”, di mana setiap desa memiliki keunggulan tersendiri.
“Kita tidak ingin semuanya didatangkan dari luar. Kita punya plasma nutfah yang baik. Hal tersebutlah yang mendorong kami untuk melakukan eksplorasi,” ucap Direktur Perbenihan, Sukarman.
Hal krusial untuk mewujudkan produksi hortikultura yang berkualitas, lanjut Sukarman, adalah menyediakan benih bermutu. Semua memahami bahwa benih digunakan untuk memperbanyak dan mengembangbiakkan tanaman hortikultura, serta menghasilkan produk hortikultura yang unggul. Oleh karena itu, penggunaan benih bermutu merupakan suatu keniscayaan dalam agribisnis hortikultura.
Pakar dari IPB, Sobir mengungkapkan bahwa untuk memperoleh benih bermutu perlu dilakukan uji adaptasi dan uji observasi. Pemohon harus melaporkan rencana penguji kepada Direktorat Perbenihan Hortikultura.
Uji adaptasi dan uji observasi guna mengetahui beberapa kondisi benih di antaranya daya hasil, ketahanan terhadap OPT, ketahanan cekaman, umur musim panen dan mutu hasil. Selain itu, juga untuk mengetahui ketahanan simpan, toleran kerusakan mekanis, bentuk tanaman ideal, keunikan organ tanaman, nilai pasar serta batang bawah yang unggul.
“Uji observasi bertujuan untuk mengetahui sifat unggul dari suatu varietas tanaman buah, florikultura, tanaman obat dan tanaman semusim tertentu yang dibebaskan dari uji adaptasi pada lingkungan tempat produksinya,” terang Sobir.
Fakta yang terjadi di lapangan, jelas Sobir, produksi hortikultura memiliki tantangan berkelanjutan seperti peningkatan populasi penduduk, penurunan sumber daya alam, perubahan iklim, serta keterbatasan sumber daya manusia pada sektor pertanian.
Dalam memproduksi tanaman hortikultura, peran varietas dan benih sangat penting karena 60 persen keberhasilan budidaya ditentukan oleh pemilihan varietas dan kualitas benih. Benih bersertifikat menjamin kualitas serta efisiensi biaya produksi.
Terkait hal tersebut, beberapa strategi perbenihan dibangun mulai dari perakitan serta pemanfaatan sumber daya genetik, pemurnian kembali benih unggul litbang, pembangunan kebun induk, pengembangan fasilitas perbenihan hingga aspek perbanyakan.
“Untuk menunjang kelancaran serta kesuksesan program yang dijalankan, pada tahun ini kami menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan swasta dan pemerintah daerah,” tutur Koordinator Program dan Evaluasi Puslitbang Hortikultura, Wayat.
Turut mendukung, Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih Jawa Tengah memiliki varietas unggul lokal yang sangat beragam dan tersebar di beberapa kabupaten. Dalam praktek budidaya berkelanjutan, diperlukan upaya untuk mengangkat agar varietas unggul lokal memiliki nilai tambah bagi daerah asal atau pemilik tanaman induk.
“Untuk mengetahui karakter varietas unggul lokal yang tersebar di berbagai daerah diperlukan kegiatan eksplorasi varietas,” sahut Sri Rukmini.
Terdapat komoditas biofarmaka potensial yang ada di Jawa Tengah yaitu empon-empon dan sambiloto secara ekonomi yang dapat berpeluang diusahakan dan dikembangkan. Kemudian meniran untuk industri, katuk, serta kayu manis asal Indonesia yang mempunyai daya saing di pasar ekspor dibandingkan dengan kayu manis dari Cina.