*Rilis Kementan, 11 Mei 2020*
No. 461/R-KEMENTAN/05/2020
BLITAR – Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia, tak selamanya membawa dampak negatif bagi masyarakat. Sebaliknya pada situasi seperti saat ini justru menjadi momentum keberuntungan bagi sebagian masyarakat, salah satunya petani buah nenas di kawasan lereng timur Gunung Kelud Blitar Jawa Timur.
Permintaan nenas Banasari dari daerah tersebut tidak pernah sepi, terlebih pada saat situasi pandemi Covid-19. Harga jualnya pun terbilang bagus dan menguntungkan petani.
“Setiap kali panen, nenas Banasari langsung ludes diserap pasar,” ujar Andrias, Ketua Kelompok Tani Mulyo Dusun Tegalrejo Desa Semen Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Senin (11/5).
Andrias mengungkapkan bahwa di tengah Pandemi Covid-19, permintaan nenasnya meningkat signifikan. Varietas Banasari sudah dilepas oleh Kementerian Pertanian sejak 2015 lalu.
“Jadi nama Nenas Banasari sendiri diambil dari akronim Blitar-Nenas-Semen-Gandusari, yang mencirikan nenas unggul spesifik lokasi setempat,” beber Andrias.
Keunggulan jenis nenas Benasari, lanjut Andrias, diantaranya bisa dipanen hingga 8 kali dalam 4 tahun. Ukuran buahnya pun cukup besar serta rasanya yang manis asem segar dengan kadar brix 14-15.
“Gambarannya, kalau nenas jenis queen biasa, grade A nya hanya seberat 7 ons keatas, maka untuk Nenas Banasari bisa 1,3 kilogram keatas,” imbuhnya.
Menurut Andrias, harga jual di tingkat petani saat ini cukup bagus. Harga Nenas Banasari saat ini untuk grade A Rp 10.000/biji, grade B Rp 8.500/biji , Grade C Rp 7.000/biji, Grade D dan E di kisaran Rp 2.000 – Rp 3.000 per biji.
“Harganya bagus, menguntungkan petani. Penjualannya juga mudah karena langsung diambili mitra-mitra pedagang,” katanya.
Andrias menyebutkan bahwa hampir setiap hari ada panen nenas di daerah tersebut. Pada musim panen biasa pihaknya bisa menjual 1 pick-up per hari. Sementara saat memasuki panen raya yakni pada bulan puasa dan Agustus bisa menjual hingga 1 truk besar per harinya.
“Untuk grade A biasanya disetor ke supermarket di Surabaya. Yang grade B untuk pasar Malang Raya, grade C untuk pasaran lokal. Yang grade D dan E sudah diserap untuk industri olahan minuman nenas segar yang sudah banyak berkembang disini. Jadi setiap kali panen nyaris langsung ludes terjual,” kata Andrias.
Untuk menjaga agar harga nenas stabil, kelompok tani yang dikoordinir Andrias sudah menerapkan manajemen pola tanam atau sistem siklus. Dalam satu hektar lahan rata-rata petani menanam 19.000 rumpun Nenas Banasari, dengan ongkos produksi dari awal tanam hingga panen pertama diperkirakan sekitar Rp 67 juta.
“Kalau diambil rata-rata panen pertama 18.000 biji dengan harga per bijinya Rp 6.500, untungnya kan sudah lumayan itu. Sudah balik modal plus untung. Untuk panen selanjutnya, petani tinggal merawat dan menikmati panen,” ungkapnya antusias.
Diakuinya, selama ini bantuan dari pemerintah terutama Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian setempat turut membantu petani meringankan beban biaya produksi.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Kabupaten Blitar, Wawan Widianto menyebut pengembangan nenas di daerahnya telah berlangsung cukup lama.
“Secara agroklimat, kawasan lereng Gunung Kelud memang sangat cocok untuk pengembangan nenas. Jenis yang sekarang banyak dikembangkan yaitu Queen Ponggok di lereng barat dan Smooth Cayenne Banasari di lereng sisi timur atau Kawan Nari, Kawasan Nenas Banasari. Kami terus dorong produksi dan fasilitasi pemasarannya,” ujar Wawan.
Menurut Wawan, kedua varietas nanas ini memiliki potensi pasar yg berbeda, dimana nanas banasari banyak dipasarkan ke pasar modern atau supermarket sedangkan nanas queen ponggok banyak kepasar lokal tradisional.
“Untuk ekspor masih dijajaki,” tukasnya.
Sementra itu Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman saat dikonfirmasi di Jakarta menyebut nenas sebagai komoditas unggulan ekspor nasional.
“Selain untuk pemenuhan kebutuhan pasar domestik, kita terus dorong pengembangan nenas berorientasi ekspor. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus pengekspor nenas terbesar dunia. Untuk jenis nenas spesifik lokal seperti Nenas Banasari Blitar kita tetap dukung pengembangannya,” katanya.
“Tidak hanya itu, Ditjen Hortikultura telah memfasilitasi penyusunan SOP budidaya nenas Kediri dan bersama-sama dengan Dinas dan petugas lapang secara intensif mendampingi petani dalam menerapkan teknologi budidaya sesuai kaidah GAP dan SOP agar buah nenas yang dihasilkan tetap terjaga mutunya, terutama dari sisi ukuran dan rasa, “ tambah Liferdi.
Lebih detil Liferdi menjelaskan bahwa, jika ingin menghasilkan buah yang berukuran seragam, petani harus menggunakan benih yang berukuran seragam pula.
“Jarak antar tanaman juga dapat mempengaruhi ukuran buah, untuk menghasilkan ukuran buah yang besar, petani nenas Kediri menanam dengan populasi 40 ribu batang per hektar, “ ujar Liferdi yang dulu pernah sebagai peneliti di Balitbu-Solok itu.
“Lalu, untuk meningkatkan rasa manis dapat ditambahkan pupuk dengan unsur Kalium tinggi seperti KNO3, “ tambah Liferdi.
Data BPS menyebut produksi nenas nasional tahun 2019 mencapai 2.196.456 ton atau naik 21,65% dibanding tahun sebelumnya.
Sentra nenas tersebar di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan hingga Nusa Tenggara Barat. Sementara ekspor nenas sepanjang tahun 2019 mencapai 236 ribu ton atau sekitar Rp 2,85 Trilyun yang didominasi bentuk olahan atau nenas kalengan.