Bogor (2/9) – Seiring berkembangnya zaman, berita dan informasi menjadi kebutuhan. Berita merupakan alat sebuah instansi untuk mempublikasikan kinerja instansinya. Berita baik maupun berita buruk akan mempengaruhi citra bagi instansi tersebut. Direktorat Jenderal Hortikultura menyadari pentingnya publikasi melalui berita. Kurang lebih satu tahun ini pemberitaan diproduksi sendiri oleh para pegawai yang melakukan kunjungan ke daerah.
“Saat ini media online sangatlah krusial karena sangat efisien untuk menjangkau lapisan masyarakat. Oleh karena itu, Ditjen Hortikultura fokus dalam membuat berita yang riil, sesuai fakta, membangun dan independen,” ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Liliek Sri Utami saat membuka acara Pelatihan Jurnalistik dan Fotografi di Bogor, kemarin lusa.
Mengusung tema ‘Goreskan Penamu, Bidikkan Kameramu’, kegiatan ini bertujuan menggali bakat kepenulisan dan fotografi para kontributor lingkup Ditjen Hortikultura. Dalam sambutannya, Liliek berharap acara ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi peserta kegiatan.
“Walaupun ASN bukan jurnalis, tapi bisa jadi jurnalis pemerintah yang professional dan cerdas. Semoga tahun depan bisa mengadakan pelatihan seperti ini lagi,” ungkapnya.
Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Hortikultura, Rico Simanjuntak, mengungkapkan bahwa acara ini terlaksana sejalan dengan misi Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
“Menteri berpesan agar pejabat tidak hanya di dalam kantor saja. Harus turun ke lapangan untuk meliput keadaan pertanian selanjutnya dipublikasikan kepada masyarakat,” ujar Rico.
Turut menghadiri, Kepala Bagian Umum, Sri Haryati, menyetujui bahwa masih banyak kinerja dan pembangunan hortikultura yang perlu dipublikasikan. Oleh karena itu, kegiatan ini sangat perlu diadakan, terlebih lagi di era digitalisasi saat ini.
“Di sini kita belajar bersama-sama agar nantinya dapat memberikan informasi yang baik kepada masyarakat dalam bentuk tulisan dan dokumentasi,” ujar Sri.
Salah satu pemateri, Imam Solehudin, menyampaikan bahwa rilis sangat penting bagi sebuah instansi. Rilis merupakan representasi yang membentuk citra dari instansi tersebut.
“Rilis itu penting, apalagi bila dipublikasi oleh media mainstream. Jika ada kesalahan dalam berita yang sudah terlanjur dipublikasikan, akan besar akibatnya. Walaupun nantinya dapat diubah, tapi ingatan pertama pembaca lebih kuat daripada yang kedua. Oleh karena itu penulisan yang baik sejak awal sangat penting demi menjaga citra suatu perusahan,” jelas Imam.
Dalam pelatihannya, pria yang berkecimpung di dunia penulisan sejak 2008 ini memberikan materi tentang teori, analisis dan praktik penulisan rilis berita. Mulai dari penulisan judul, pola, struktur hingga kutipan. Peserta juga diajak untuk melakukan simulasi wawancara yang topiknya ditentukan.
“Kunci utama dari menulis rilis adalah tulisan yang kita tulis dapat dipahami oleh pembaca. Sejalan dengan tujuan pembuatannya, yakni menguatkan citra lembaga. Intinya, isi dari rilis tersebut dapat membentuk dan mengangkat citra lembaga itu sendiri. Semoga pelatihan ini dapat memotivasi peserta untuk menulis,” papar Imam.
Foto berita tak kalah pentinganya. Bidikan foto dapat mempertajam isi berita dan mendukung peristiwa yang terjadi. Teknik pengambilan foto ini disebut fotografi jurnalistik. Fotografi jurnalistik jelas berbeda dengan bidang fotografi lainnya karena menggunakan bahasa visual untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik jurnalistik. Fotografi jurnalistik memiliki etika, pesan, norma, berita dan menampilkan momentum peristiwa dalam satu frame.
“Adanya dokumentasi berupa foto sangat penting. Dari foto, pembaca memiliki latar atas berita yang ditulis. Jadi, pembaca dapat lebih mendalami isi berita dan percaya kalau berita itu valid dan kredibel,” papar Gunawan.
Banyak tips yang diberikan Gunawan mengenai fotografi. Dirinya menyebutkan agar mahir membidik foto perlu terus-menerus berlatih, berlatih, dan berlatih. Selain itu, jurnalis juga harus peka terhadap momen di sekitar dan sabar menanti momen.
“Untuk menghasilkan foto jurnalistik yang baik, pertama kita perlu menguasai dasar fotografi dengan baik. Kemudian kita harus mengikuti isu-isu dan berita yang berkembang di masyarakat agar apa yang kita foto sejalan dengan apa yang sedang terjadi. Selanjutnya, kita perlu memahami aturan-aturan yang berlaku di lokasi pemotretan untuk mendapat foto terbaik. Di beberapa kasus, tidak semua foto dapat diambil dengan muda sehingga kadang diperlukan pendekatan personal. Fotografer juga harus ulet dan sabar,” jelas Gunawan panjang lebar.
Menariknya, di setiap akhir sesi dari materi, peserta diberikan tantangan untuk menarasikan hasil transkrip berita dan mengambil foto dengan teknik yang telah diajarkan. Kemudian, tiga hasil terbaik dari masing-masing tantangan dikumpulkan dan dinilai langsung oleh pemateri.
Salah satu peserta dalam kegiatan pelatihan ini, Amir, tanpa ragu memberikan opininya dalam acara tersebut.
“Pelatihan ini sangat bermanfaat. Jadi tahu lebih detil mengenai cara penulisan dan fotografi yang baik dan benar. Manfaatnya, saya dapat lebih bijak dalam menulis dan mengabadikan objek,” ungkapnya.
Begitu pun dengan peserta lainnya, Dina. Dirinya sangat senang mendapat banyak ilmu baru mengenai jurnalistik.
“Kita jadi bisa lebih tahu teknik penulisan dan fotografi, saya harap tahun berikutnya diadakan lagi terutama untuk milenial,” kata Dina antusias.
Penulis : Evita
Editor : Desy