Jakarta – Naiknya harga cabai yang terjadi sejak awal Juni disebut berbagai pihak lebih disebabkan oleh adanya penurunan produktivitas pertanaman sebagai dampak terjadinya cuaca ekstrim, yang ditandai curah hujan yang relatif lebih tinggi dibanding rerata normalnya dan berlangsung hingga saat ini. Berdasarkan data BMKG, curah hujan pada periode April-Mei 2022 cenderung lebih tinggi dibandingkan periode April-Mei 2021. Hal ini memicu peningkatan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Phytophthora, spp penyebab penyakit busuk daun pada cabai, dan juga penyakit antraknosa. Imbasnya terjadi kerusakan tanaman yang gilirannya mengganggu produksi cabai nasional.
Ketersediaan aneka cabai (Cabai Rawit Merah, Cabai Rawit Hijau, Cabai Merah Keriting dan Cabai Besar) pada Bulan Juni hingga Juli masih surplus untuk memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan data Ditjen Hortikultura, produksi cabai besar nasional pada bulan Juni diperkirakan 78.040 ton sedangkan kebutuhan cabai besar bulan Juni diperkirakan 76.317 ton sehingga neraca cabai besar surplus 1.723 ton. Produksi cabai rawit sebesar 73.562 ton sedangkan kebutuhan cabai rawit diperkirakan 72.159 ton sehingga neraca cabai rawit surplus sebesar 1.403 ton. Produksi bulan Juli sebesar 99.949 ton dan cabai rawit sebesar 209.673 ton. Kebutuhan cabai besar bulan Juli diperkirakan 97.731 ton sehingga neraca cabai besar surplus 2.218 ton, sedangkan kebutuhan cabai rawit diperkirakan 87.308 ton sehingga neraca cabai rawit surplus sebesar 22.365 ton. Pada situasi iklim yang tidak menentu, pasokan cabai masih tetap berlangsung terutama dari sentra dataran tinggi baik di Pulau Jawa maupun diluar Pulau Jawa, seperti: Sulsel, Sulteng dan Sumut yang memiliki produksi lebih.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bergerak cepat untuk menjaga ketersediaan komoditas pangan strategis terutama cabai. Menindaklanjuti arahan tersebut, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat selalu menggerakkan seluruh jajarannya untuk memonitor kondisi pertanaman cabai di lapangan dan melakukan upaya-upaya untuk meredam gejolak harga agar tidak berkepanjangan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Retno Sri Hartati Mulyandari selaku Plh. Direktur Jenderal Hortikultura didampingi Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Tommy Nugraha dan Direktur Pembiayaan Pertanian , Endah Megahwati memantau pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati yang berasal dari Sumedang dan Garut sebanyak 5,45 ton ( 1,95 ton dari Sumedang dan sisanya dari Garut) (7/7). Petani Cabai Sumedang, Aseng mengatakan sebanyak cabai tersebut dipasarkan di PIKJ dan disalurkan ke TTIC.
“ Dengan upaya tambahan pasokan ini diharapkan harga cabai semakin turun, tidak lagi pedas meskipun rasanya tetap pedas “ papar Retno. “Dengan begitu harapannya inflasi bisa ditekan” , tambahnya. Sementara Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Tommy Nugraha menyebut penambahan pasokan cabai ke PIKJ ini akan berlangsung sampai menjelang Idul Adha yang didatangkan dari wilayah sentra Jawa seperti Sumedang, Garut, Magelang. Selain menambah pasokan ke PIKJ jelang Idul Adha , cabai yang dipasok dari sentra jawa juga didistribusikan di Toko Tani Indonesia Center (TTIC) dan 8 titik lokasi di DKI Jakarta sebagai tindak lanjut dari MOU Kementan dan Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Kontributor : Nur Eva Hayati