Sulawesi Tenggara – Jelang dua minggu peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS), Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto mengecek kondisi lapangan. HPS ke 39 ini rencananya akan diselenggarakan di Kendari – Sulawesi Tenggara, 2 – 5 November 2019 mendatang. Tema internasional HPS tahun ini adalah Our Actions are Our Future, Healthy Diets for #ZeroHunger Worls.
“Peringatan HPS tahun ini akan berlangsung di dua lokasi yakni Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan, tepatnya Kecamatan Angata. Melihat kondisi di lapangan, bisa dikatakan sudah semakin baik kesiapannya. Kami siapkan betul – betul infrastrukturnya, termasuk parkir hingga landasan helipad. Diperkirakan akan hadir lebih dari 10 ribu orang termasuk 50 orang duta besar,” kata Ketua Pelaksana HPS sekaligus Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto saat berada di Desa Puudambu, Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Rabu (16/10).
Kota Kendari, menurut Anton, sapaan sehari-hari Prihasto Setyanto itu, nantinya menjadi lokasi pameran. Sementara Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan menjadi tempat gelaran teknologi, khususnya teknologi budidaya kakao milik rakyat. “Terutama komoditas kakao, kita akan mendorong kembali kejayaan kakao Indonesia,” katanya.
Anton mengungkapkan, latar belakang pemilihan lokasi ini karena budidaya kakao rakyat dinilai sudah cukup baik. Misalnya, meski kemarau panjang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia, tapi petani masih bisa panen dengan baik, bahkan panen di luar musim. Salah satu teknologi yang diterapkan di petani adalah sambung samping, yakni peremajaan tanaman kakao yang tua menjadi produktivitasnya naik.
Data dari Ditjen Perkebunan menyebutkan bahwa Sulawesi Tenggara di Tahun 2018 memiliki luasan kebun kakao mencapai 257.789 hektare terdiri dari 42.229 hektare tanaman kakao belum menghasilkan (TBM), 135. 831 hektare tanaman kakao menghasilkan (TM) dan 79.729 hektare tanaman kakao tidak menghasilkan atau rusak.
“Luas perkebunan milik rakyat di Kecamatan Angata ada 800 hektare. Dengan teknologi Balitbang Pertanian, musim kemarau petani bisa panen. Bahkan sampai dua kali panen di luar musim panen. Sekarang ini sudah terlihat buah kakaonya berkembang baik. Nopember mendatang kemungkinan besar akan siap panen. Ini off season ya. Kakao ini biasanya panen di Juni,” ujar Anton.
Pemanfaatan teknologi ini sejalan dengan tema nasional yang mengusung, “Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045”. Pada perhelatan HPS nanti, Balibangtan juga akan memamerkan paket mesin pengolahan kakao. Terdiri dari alat sangrai, pengupas kulit, alat press, pelembut, pengayak, dan penghalus bubuk coklat.
Peneliti utama Balai Besar Pasca Panen Pertanian, Hernani
menyebutkan, “Alat ini akan dipamerkan pada acara HPS nanti. Selain menunjukkan teknologinya, sekaligus mendorong para petani menciptakan skala usaha rakyat. Dari alat ini bisa dibuat permen cokleat, selain atau cokelat batangan.”
Sagu sebagai Diversifikasi Pangan
Peringatan HPS kali ini dijadikan sebagai momen kebangkitan sagu. Sagu merupakan komoditas sumber karbohidrat pangan masa depan. “Sagu menjadi tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim. Berbeda dengan tanaman sumber pangan lainnya yang mudah terpengaruh perubahan iklim,” ujar Anton.
Menurutnya, berdasarkan skenario perubahan iklim dunia tahun 2050-2100 akan ada kenaikan kenaikan suhu 2-3 derajat celcius. Berdasarkan kajian IRRI pada 2006 lalu, tiap kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan penurunan produksi padi hingga 8 persen. Hal ini sama sekali tidak berpengaruh kepada komoditas sagu.
“Kita perlu perhatikan teknologi pasca panennya karena sagu sangat potensial. Sagu yang ada di Papua, Maluku, Sumatera dan kalimantan itu luar biasa. Nanti saat diplomatic tour akan kami ajak berkunjung. Indonesia kaya akan aneka macam panganan sagu. Ini adalah kearifan lokal yang kita miliki, prospektif dan akan kami tampilkan sebagai sajian,” ujar Anton.
Sagu adalah makanan sehat. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan pada 2018, Sulawesi Tenggara memiliki 5105 hektare dengan produktivitas 2795 ton tepung sagu. Tanaman sagu di Sulawesi Tenggara tumbuh alami.
Karena itu Anton menilai, sagu menjadi sumber karbohidrat/pangan yang potensial untuk dikembangkan dalam menghadapi perubahan iklim dan harus digali potensinya. Termasuk dalam pengembangan pasca panen sagu.
“Sekarang ini hasil penelitian Balitbang Pertanian, ada sekitar 80 produk pasca panen sagu. Kita ingin pada HPS ini mendorong sagu menjadi industri pangan yang menjanjikan,” tuturnya.
Penanggung jawab Sekretaris Propinsi Sulawesi Tenggara La Ode Mustari sangat mengapresiasi kegiatan HPS 2019 dapat terselenggara di wilayahnya.
“Pada prisnsipnya kita sudah siap menyambut para tamu. Mulai dari pameran hingga kuliner sagu. Kami akan tampilkan aneka panganan lokal seperti sinonggi, palumara, kapurung dan sebagainya. Komoditas kakao juga salah satu unggulan kami. Saya harapkan menjadi tren di Sulawesi Tenggara. Selama ini hanya kenal mete dan kapas. Tidak hanya dikirim ke luar negeri namun juga di skala rumah tangga. Kami harapkan ada bantuan untuk kelompok – kelompok masyarakat,” ujar Mustari.
Penulis : Dsy