Magelang – Tak habis waktu bila membicarakan harga cabai. Faktanya, pasokan tersedia di lapangan apabila dibutuhkan sewaktu-waktu. Namun terkait harga yang kerap berfluktuasi kerap membuat sebagian lapisan masyarakat resah. Sejumlah jurus telah dikeluarkan pemerintah guna menemukan titik adil bagi petani dan masyarakat konsumen.
Dalam lawatan ke sekian kalinya ke beberapa sentra cabai sepanjang Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto masih menemukan sejumlah hamparan cabai siap panen dalam waktu dekat. Kali ini Kabupaten Magelang dan Kulon Progo menjadi destinasi pembuktian bagi dirinya.
“Dapat kita lihat di sini ya hamparan cabai tumbuh subur sepanjang kaki gunung. Bahkan kita lihat di sini tumbuh lebat dan tingginya hampir melebihi saya. Air di sini juga tidak terlalu bermasalah meski tengah mengalami musim kering, karena kita ketahui tanaman hortikultura memang tidak terlalu banyak membutuhkan air, berbeda dengan tanaman padi” ujar Dirjen yang akrab dipanggil Anton saat berkunjung ke Desa Sunarejo, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, Rabu (7/8).
Melihat kondisi hamparan tersebut dirinya yakin bahwa kebutuhan cabai hingga akhir bulan Agustus nanti masih dapat terpenuhi walaupun belum maksimal. Petani di Temanggung menanam cabai varietas Madun yang mampu panen hingga 30 kali.
“Kami menanam cabai varietas Madun. Cabai ini bisa panen hingga 30 kali. Ini kami baru 4 kali panen. Puncak panen pada usia panen ke 15 kali. Untuk harga saat ini sedang baik, kira-kira Rp 63 ribu per kg. Bahkan lahan 2000 meter persegi ini 3 kali panen bisa dapat 60 kg sekali panen. Hasilnya lumayan bagus, puncaknya nanti pada panen ke 15” ujar Sudarno, salah seorang petani.
Tak hanya sekedar menanam, petani mulai sadar memperhatikan betul pentingnya penanganan organisme pengganggu tanaman (OPT) ramah lingkungan. Tampak di sela-sela tanaman beberapa gantungan kotak plastik berwarna kuning. Fungsinya sebagai perangkap OPT yang diberi feromon sex.
“Ini luar biasa bagus ya upaya para petani. Perangkap alami ini mampu mengurangi penggunaan pestisida hingga 50 persen. Upaya ramah lingkungan ini mampu meningkatkan produksi hortikultura berdaya saing yang aman konsumsi dengan pengendalian OPT ramah lingkungan,” lanjut Anton.
Kisruh melonjaknya harga yang terjadi di Pulau Jawa beberapa minggu ini, para petani turut menyatakan komitmennya untuk membantu operasi pasar apabila suatu saat dibutuhkan.
“Kami bersama para petani bersama – sama bersedia, siap kapan pun apabila dibutuhkan untuk mengguyur Jakarta dengan hasil panen kami. Untuk tanam kami juga berkomiten terus tanam meski suatu saat tidak mendapat bantuan dari pemerintah,” ujar Sudarno bersama para petani lain.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, Aris Nugraha menyebutkan bahwa kenaikan harga cabai sesungguhnya tidak merugikan masyarakat. Justeru harga turun, inilah yang perlu menjadi perhatian bersama.
“Ketika cabai naik, masyarakat tidak dirugikan apa pun. Mereka masih bisa memilih untuk tidak membeli atau menggantinya dengan produk lain. Cabai juga bukan kebutuhan utama yang apabila tidak dibeli tidak akan mempengaruhi kesehatan. Justeru ketika harga turun, itulah yang patut diperhatikan bersama karena petani telah berinvestasi menanam dan tidak mendapat apa-apa saat masa panen tiba. Inilah yang patut direnungkan bersama,” ujar Aris.
Aris tidak mengkhawatirkan suplai cabai yang diproduksi di daerahnya. Sebanyak 600 hektare lahan cabai merah keriting yang tersedia di Kulonprogo setiap harinya membanjiri pasar Jakarta.
“Setidaknya tiap hari sedikitnya masuk 5 ton ke pasar lelang. Diakui memang ini angka yang terbilang rendah dibanding bulan-bulan yang lalu karena hasil produksi agak menurun,” timpal Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulonprogo, Eko Purwanto.
Eko, berdasarkan diskusi harian bersama para petani, harga tinggi tidak serta merta dinikmati petani. Petani sudah merasa puasa di harga Rp 18 – 20 per kg asalkan stabil. Tidak ada kekhawatiran apabila suatu saat akan turun harga.
Salah satu kondisi penyebab tidak stabilnya harga cabai dikarenakan pola tanam yang tidak bijaksana. Pada waktu harga jual cabai tinggi, semua petani menanam. Akhirnya saat panen bersamaan harganya jatuh. Di saat harga jatuh, petani cenderung malas merawat tanaman dan akhirnya tanaman tidak berproduksi dengan baik. Produksinya rendah dan harga mengalami kenaikan. Kondisi ini diperparah karena memasuki musim kemarau yang terjadi baru-baru ini.
“Ke depan, Kementan akan membuat pola tanam sebagai referensi tanam. Peta produksi berbasis kebutuhan riil ini akan digunakan sebagai bahan sosialisasi ke daerah-daerah untuk memberitahukan berapa besaran pertanaman yang dibutuhkan. Dengan pemetaan tersebut, gejolak harga akibat minimnya produksi akan bisa dihindari,” jelas Anton.
Anton juga memaparkan bahwa iklim turut memberi peranan terhadap hasil produksi. Pada 2018 lalu, kondisi iklim yang normal membantu proses budidaya pertanian sehingga nyaris tidak ada gejolak harga akibat pasokan menurun. Petani juga menanam sesuai dengan kebutuhan yang ada. Berkebalikan dengan kondisi sekarang, produksi melimpah mengakibatkan petani enggan menanam sehingga saat panen, jumlahnya menurun dan harga pun naik. Kendati demikian, kondisi ini tidak akan lama dikarenakan sudah banyak pertanaman siap panen beberapa lagi.
*Rilis Kementan, 8 Agustus 2019*
Nomor : 664/R-KEMENTAN/08/2019
Penulis : Desy