Karawang – Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto saat melakukan kunjungan kerja ke kompleks produksi sayuran modern Batamindo Green Farm di Cikampek – Jawa Barat menyebut produksi sayuran di dalam screen house dengan teknologi hidroponik menjadi model pertanian yang layak dikembangkan. Pasalnya, model budidaya tersebut mampu menghasilkan produksi tanpa terkendala musim.
“Budidaya sayuran dengan teknologi hidroponik di dalam screen house seperti yang dikembangkan Batamindo ini terbukti efektif, mampu menahan curah hujan tinggi ataupun panas yang tinggi termasuk gangguan angin, sehingga produksi sayuran bisa berlangsung secara kontinyu sepanjang tahun. Ini tentunya akan sangat membantu upaya kita menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan utamanya cabai,” ujar Prihasto, Kamis (6/4).
Teknologi ini, lanjut Prihasto, diharapkan sekaligus menjadi percontohan pengendalian inflasi akibat produk pertanian strategis.
“Di sini ada cabai dan aneka sayuran yang mampu berproduksi sepanjang tahun tanpa harus khawatir terganggu oleh cuaca atau musim. Produktivitasnya juga sangat bagus, contohnya cabai besar varietas Sakata di sini bisa mencapai hasil 6 kg per pohon atau 90 ton untuk populasi 15 ribu per hektare. Kalau harga jualnya Rp 20 ribu per kilo saja, omzetnya bisa mencapai Rp 1,8 miliar per hektare. Memang ada biaya investasi yang harus dikeluarkan, namun hasilnya masih layak secara ekonomis. Hasil produksinya secara kumulatif juga relatif lebih baik dibanding budidaya secara konvensional,” ungkapnya.
Kementerian Pertanian menurutnya akan mendorong pengembangan sayuran utamanya cabai di dalam screen house melibatkan petani di sentra – sentra produksi nasional. “Kami mendorong sistem budidaya ini bisa dikembangkan ke seluruh wilayah Indonesia, tentu dengan skala yang lebih kecil. Apa yang dikembangkan di Batamindo ini bisa menjadi contoh yang bisa diadopsi dan dikembangkan oleh para petani kita,” terangnya.
Ditambahkan Prihasto, ada hal mengejutkan yang dijumpainya di perusahaan tersebut, di mana tenaga ahli yang direkrut Batamindo untuk membangun sistem screen house dengan berbagai fasilitas/infrastruktur jaringan air, listrik dan nutrisi teryata anak muda milenial adik kakak usia 32 dan 42 tahun asal negara jiran Malaysia yang justru berlatar belakang pendidikan administrasi bisnis dan kimia analitik.
“Namanya Kenny dan Willy asal Langkawi Malaysia yang berlatar belakang pendidikan sama sekali bukan dari pertanian. Namun mereka terbukti mampu membangun sistem screen house berskala besar yang efektif dan efisien. Ini menjadi contoh konkret if there is a will, there is a way, yakni di mana ada kemauan, pasti ada jalan keluar,” tandas Prihasto.
General Manager PT Batamindo Green Farm, Hindarsono Susantio menyebut perusahaan yang dipimpinnya memiliki dua unit produksi yang berada di Batam dan Karawang. Kompleks budidaya sayuran Batamindo menempati areal seluas 150 hektare dengan bangunan screen house mencapai 70 hektare yang berlokasi di Kawasan Industri Bukit Indah City Cikampek. Setidaknya terdapat 20 jenis sayuran daun serta sayuran buah seperti cabai, tomat cherry dan okra yang dikembangkan di lokasi tersebut.
“Produksi sayuran di Batamindo 6-8 ton per hari. Hasil panen sebagian besar diekspor ke Singapura dan sebagian kecil ke Malaysia, Vietnam dan Korea Selatan. Selain itu juga untuk memasok pasar modern di Jabodetabek, tiap minggu rata-rata kami bisa ekspor 9 kontainer ke Singapura dan 2 kontainer ke Malaysia,” papar Hindar.
Selain merekrut tenaga kerja profesional, pihaknya juga melibatkan para petani muda millenial dari berbagai daerah di Indonesia.
“Harapannya mereka bisa belajar di sini dan selanjutnya bisa secara mandiri mengembangkan sistem budidaya ini di daerah masing-masing,” pungkasnya.