Banyuwangi atau dikenal sebagai “spirit of Java” merupakan salah satu daerah yang menyimpan potensi komoditas hortikultura luar biasa. Wilayah destinasi wisata tersebut memiliki sentra komoditas buah naga, manggis, alpukat, durian dan lain-lain. Peluang untuk meningkatkan kesejahteraan petani Banyuwangi datang dengan rencana dibukanya pasar ekspor buah naga ke China.
“Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat mendukung rencana pembukaan akses pasar buah naga ke China. Dengan semakin terbukanya pasar ekspor diharapkan menjadi penghela, diikuti dengan pembenahan sistem budidaya yang menerapkan Good Agricultural Practice (GAP) sesuai SOP dan pascapanen melalui penerapan _Good Handling Practices_,” jelas Kepala Bidang Tanaman Hortikultura, Dinas Pertanian dan Ketahanan Provinsi Jawa Timur Irita Rahayu.
Registrasi terhadap kebun buah naga petani yang telah menerapkan GAP akan terus dilakukan. Hal sama akan dilakukan untuk komoditas manggis yang saat ini sudah dapat mengekspor langsung ke China.
“Luas kebun buah naga yang sudah diregistrasi di Kabupaten Banyuwangi saat ini seluas 28,5 hektare, sedangkan potensi kebun buah naga yang dapat diregistrasi seluas 360 hektare, ” ujar Kepala bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, Khoiri.
Peluang pasar ekspor ke China semakin terbuka dengan keringanan biaya kargo dari dua maskapai nasional. Hal inilah yang memotivasi para eksportir membangun rumah kemas di Banyuwangi untuk buah naga dan manggis.
“Ada maskapai yang bersedia memberikan kuota 3 ton per dengan biaya kargo sebesar Rp 3.000/kg sementara satu maskapai lain memberikan kuota 2,5 ton per hari dengan biaya sebesar Rp 4.000/kg, ” tambah Khoiri.
Buah naga di Banyuwangi dapat dipanen sepanjang waktu karena telah menerapkan teknologi lampu dan teknologi ramah lingkungan. Beberapa petani sudah menerapkan sistem pertanian organik dan di antaranya sedang dalam proses sertifikasi.
Petani buah naga dari Desa Jambe Wangi, Kecamatan Sempu berharap dengan terbukanya pasar ekspor maka nilai jual buah naga di tingkat petani akan meningkat termasuk peningkatan martabat dan kesejahteraan petani.
“Kebun buah naga yang diproduksi dari kebun teregister diharapkan mendapat harga yang sesuai sebagai nilai tambah dibanding yang belum teregister, ” ujar Ketua Asosiasi Buah Naga Banyuwangi, Rukhyan.
Kendala yang terjadi di lapangan adalah registrasi bangsal pascapanen. “Saat ini, Kelompok tani masih sulit untuk meregister bangsal pascapanennya, karena persyaratan pendiriannya memerlukan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), di samping pemenuhan persyaratan teknisnya, “ujar Irita.
Di kesempatan terpisah, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik menyampaikan bahwa ke depan proses pascapanen di tingkat petani diharapkan sudah lebih maju.
“Proses pembersihan, sortasi dan _grading_ diharapkan sudah dapat dilakukan di _collecting house_. Hal ini juga untuk memenuhi kuota ekspor dan mempercepat proses penyiapan produk yang akan dieskpor,” jelas Yasid.